Ronggeng di Antara Potensi yang Tersisa

Oleh: Retno Ayumi

Tepat di akhir januari 2015, baru saja berakhir penelitian Ronggeng Melayu di Sumatera Utara. Para peneliti dari Universiti Malaya,  di antaranya adalah Prof. Moh. Anis, Dr. Lawrence Ross, Dr. Premalata Tiagarajan, Sofia, Ahsan, Said dan lain-lain. Masing-masing mereka punya perhatian berbeda-Beda. Ada yang penekanan penelitiannya kepada aspek musiknya saja. Ada gerak tari serta gaya menandaknya, ada pula yang perhatiannya kepada pantun-pantunnnya.

Dr. Premalata Tiagarajan, ahli etnokoreologi kali ini perhatiannya kepada trans gender dalam kesenian. Penelitian berlangsung selama sepuluh hari dengan menyambangi berbagai tempat dan aktifitas kesenian di Sumatera Utara. Termasuk ke sanggar-sanggar seni yang dapat memberikan bahan tentang eksistensi Ronggeng Melayu berikut aplikasinya. yang masih menjadi ungkapan masyarakat kita disini.

Mereka dibantu penggiat seni dari Jakarta seperti Rizaldi Siagian, Tatan Danil, Wiwid, Ros dan Dedek yang memiliki keperdulian terhadap bentuk-bentuk kesenian tradisi termasuk keperdulian mereka terhadap Ronggeng Melayu.

Penelitian Ronggeng Melayu di Sumatera Utara, bukan langkah awal para peneliti dari universiti Malaya. Program ini merupakan program lanjutan atas penelitian Ronggeng Melayu di berbagai tempat sebelumnya,  terutama di Malaysia dan Thailand Selatan.

Hasil sebelumnya telah menguatkan para peneliti untuk menuntaskan penelitian Ronggeng Melayu nusantara. Mereka melihat dan membandingkan kondisi terakhir Ronggeng Melayu di Sumatera Utara.

Hal menarik dari penelitian Ronggeng di Thailand Selatan, para pelaku disana mengakui Ronggeng yang mereka miliki erat kaitannya dengan Ronggeng yang ada di tanah Deli. Karena itu pula penelitian ini belum terasa lengkap apabila Ronggeng yang ada disini yang disebut sebagai Ronggeng Deli tidak dijadikan bahan penting penelitian. Meski banyak pelaku Ronggeng telah tiada, mereka merasa, Ronggeng Melayu di Sumatera Utara yang sempat mereka saksikan, potensinya sangat istimewa dan luar biasa.

Ronggeng adalah seni yang sangat kompleks karena memiliki tiga unsur seni yang mengikat satu sama lainnya dalam satu penyajian. Ketiga unsur seni tersebut adalah seni tari, seni musik dan seni sastra.

Ronggeng menggunakan alat musik Biola, Accordion, 2 buah Gendang yang berperan sebagai gendang induk dan anak, serta sebuah Tetawak (Gong). Ronggeng Melayu unsur seni tari dimunculkan lewat gerakan-gerakan  badan, tangan dan kaki melalui gaya menandak peronggeng yang mengikuti pola ritme  rentaknya. Unsur seni musik lewat alat musik dan lagu-lagu yang dimainkannya, sedangkan unsur seni sastra lewat pantun-pantunnya yang terdiri dari empat baris dan diucapkan secara spontan sambil menari.

Dalam seni Ronggeng dikenal beberapa tempo/ritme musik seperti senandung, mak inang, lagu dua, pulau sari dan patam-patam. Tempo/ritme senandung terdapat lagu Sri Banang, Sri Tamiang, Sri Siantan, Sri Kedah, Sri Mersing, Sri Asahan, Sri Taman, Patah Hati, Mas Merah, Damak, Siti Payung, Serunai Aceh, Burung Putih, Laksmana Jalak Lenteng, Anak Tiung, Damak dan lain-lain.

Lagu-lagu yang bertempo/ritme Mak Inang adalah Mak Setanggi, Mak Inang Pulau Kampai, Mak Kayangan, Mak Inang Pak Malau, Mak Inang Juara, Mak Inang Kampung, Sri Langkat, Cek Minang Sayang, Pulau Putri dan lain-lain.

Bertempo/ritme lagu dua atau dikenal dengan irama joget atau irama tandak antara lain Pulau Sari, Hitam Manis, Tanjung Katung, Serampang Laut, Asam Kana, Anak Kala, Pancang Jermal, Pantun Lama, Air Pasang, Bercerai Kasih, Sempaya dan lain-lain.

Lagu dan rentak Pulau Sari adalah jenis rentak tari dalam Ronggeng. Lagu ini tidak diiringi dengan pantun dan temponya lebih cepat sedikit dari lagu dua.  Melihat keberadaan tari Pulau sari ini, Sauti kemudian memilihnya untuk pengiring tari Serampang Dua Belas.

Patam-patam adalah irama cepat untuk mengiringi silat. Dalam Ronggeng, patam-patam kerap hadir untuk menunjukkan kemampuan peronggeng dalam menyajikan bunga-bunga silat.

Ronggeng Melayu kita masih ada ditangan generasi yang masih tersisa. Itu tercermin ketika dalam kegiatan penelitian ini menyambangi rumah Mak Yal pada 22 Januari 2015 (Tanjung Morawa) untuk melihat penyajian Ronggeng. Apalagi suasananya juga dikemas Mak Yal sedemikian rupa.

Seolah dia hadir begitu saja sebagaimana Ronggeng masih menjadi ungkapan seni yang kental di tengah masyarakat.   Ketika itu hadir peronggeng wanita Fatimah, Evi, Vivi, Aisyah dan lain-lain. Peronggeng pria Chairil Mukhtar, Saiful, Rizal, Rahman dan lain-lain. berkesempatan hadir dan bermain seorang sesepuh  pemusik Ronggeng, Chairuddin, membuat nuansa musik pak pung menjadi lebih hidup. Di tahun 70-an Chairuddin sudah bermain di Moskow dan beberapa kota di Eropa untuk misi kesenian Indonesia.

Chairuddin  berpasangan main gendang dengan Zulkifli (Kecik Gendang). Dua orang yang sampai ini sulit untuk ditandingi tehnik dan gaya permainannya.

Tehnik pukulan Cekuh hanya menjadi milik Charuddin. Tidak seorangpun pemain gendang Ronggeng Melayu sekarang ini, dapat meniru tehnik dan gaya permainannya. Di antara pemain gendang Ronggeng ternama yang pernah ada, hanya ada tiga pemain memiliki kemampuan tehnik Cekuh. Mereka adalah Buyung Becak, Mula Surbakti dan Chairuddin sendiri. Dua lainnya telah lama meninggal dan tinggal Charuddin yang sampai kini masih mampu bermain dengan baik.

Penelitian akhirnya membuka cakrawala tentang pentingnya Ronggeng, membuka kesadaran  kita. Ronggeng memiliki dimensi nilai yang luar biasa. Kebebasan dan kreatifitas orang berpantun secara spontan, dibungkus dengan adab yang berlaku di masyarakat adalah genre seni merakyat dan memikat.

Melalui pantun orang darimana saja bisa saling bersambung.  Satu hal yang jarang dikemukakan, Ronggeng Melayu sangat berbeda dengan konsep seni  Ronggeng yang ada di Jawa pada umumnya. Meski sama-sama sebagai seni hiburan, tetapi dalam Ronggeng Melayu, sesama pelaku tidak bisa saling pegang semaunya. Semua keinginan disalurkan lewat pantun dengan menjunjung bahasa dan budi yang tinggi.

Apapun kondisi Ronggeng Melayu sekarang ini, tidak lepas dari peran para sesepuh (seniman) Ronggeng yang memberikan kontribusi besar terhadap dinamika Ronggeng sekarang ini. Dalam berbagai kesempatan, nama-nama mereka juga jarang disebut sebagai tokoh yang berjasa besar dalam mengembangkan Ronggeng Melayu.

Sejalan dengan penelitian Ronggeng ini, terakhir baru diketahui, Senang Ginting dan Rizani Harun, juga telah tiada sebelum sempat menggali kelebihan-kelebihannya. Senang Ginting, peronggeng wanita yang cerdas. Dia banyak mengetahui lagu dan sangat handal dalam berpantun. Rizani Harun, peronggeng pria yang komunikatif. Cara menandaknya luwes dan pantun serta perilakunya sangat terukur.

Seangkatan Senang Ginting yang lebih dahulu meninggal banyak terutama yang pernah mangkal di komunitas Ronggeng Taman di Jalan Raden Saleh. Mereka adalah Nurjanah, Nafsiah, Arbaiyah, Ribut, Marni,  Saptiah dan lain-lain.

Pemain Biola yang cukup dikenal di Ronggeng adalah Anjang Nurdin Paitan, Datuk Abdul Rahman dan Pak Muin. Bila merujuk kepada para sesepuh, merekalah yang pantas disebut untuk dikenang. Merekalah terombo terdekat, menjadikan generasi dan potensi Ronggeng di tempat Mak Yal dan tempat-tempat lainnya seperti sekarang. Tidak berarti tokoh ronggeng seperti Galuh Gamit, Galuh Dinar dan Galuh Johor (peronggeng sebelum kemerdekaan) lenyap sama sekali.

()

Baca Juga

Rekomendasi