Oleh: Liven R.
“AIR adalah uang. Buang air berarti buang uang,” begitu acap kali ucap kakek penulis kepada kami (para cucunya) sewaktu penulis masih kecil.
Air adalah uang? Dulu, dalam pemahaman penulis: sepertinya Kakek punya banyak filosofi aneh-aneh yang tak bisa dimengerti untuk usia penulis yang baru menginjak 5 atau 6 tahun itu. Ya, ‘kan tak pernah terlihat dari keran air keluar lembaran-lembaran uang!
Seiring berlalunya waktu, filosofi itu melekat kuat di ingatan penulis dan sepertinya mulai menunjukkan kebenarannya!
Beberapa waktu yang lalu, sebuah mobil tangki air tampak melaju di sebuah perkampungan penduduk menuju sebuah lapangan tempat banyaknya warga berkumpul dengan puluhan wadah air maupun jeriken besar dan kecil berderet di hadapan mereka.
Begitu mobil tangki air berhenti, warga segera berlari untuk tiba secepatnya di depan keran tangki air tersebut. Imbauan untuk bersabar dari pengemudi sudah tak dihiraukan lagi. Dan, begitu selang dipasang dan keran dibuka, aksi berebut air, dorong-mendorong-tak jarang hingga pertengkaran kecil-antarwarga pun terjadi.
Saat pembagian air telah usai dan mobil kembali melaju, beberapa warga (bahkan yang telah berusia lanjut) nekat berlari mengekori laju mobil tangki hanya untuk menampung sisa-sisa tetesan air yang masih mengalir; hingga mobil melaju makin kencang dan tak terkejar lagi.
Kejadian di atas bukanlah cerita fiksi, namun adalah fenomena krisis air bersih yang tengah terjadi dan menimpa saudara se-Bumi kita di negara India sana, di mana untuk mendapatkan air bersih, mereka harus menunggu datangnya mobil tangki air (yang hanya datang seminggu sekali) untuk mendapatkan jatah air (hanya) 4 jeriken (ukuran 20 liter) per orang.
Bayangkan! Bagaimana sulitnya mengatur penggunaan air untuk mandi, memasak, minum, dan untuk membersihkan pakaian dan barang-barang lainnya dengan jatah air yang demikian minim itu untuk seminggu! Belum lagi bagaimana jika mobil tangki air telat datang satu atau dua hari saja dari jadwal seharusnya?!
Tak dapat dipungkiri, air adalah sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup. Tanpa air (terlebih air bersih) kehidupan dan kesehatan manusia pasti terganggu. Namun, mungkin sebagian dari kita yang hidup dengan air yang berlimpah tak pernah membayangkan bagaimana jika suatu hari keadaan krisis air bersih juga menghampiri kehidupan kita. Ya, sesungguhnya bukan tak mungkin, kejadian di negara lain bisa jadi adalah peringatan bagi kita semua, tanpa terkecuali, sebagai sesama warga Bumi tentang ancaman terhadap keberlangsungan kehidupan manusia di masa mendatang.
Akhir-akhir ini, meski krisis air bersih (barangkali) belum menyentuh kehidupan kita di Indonesia seperti yang dialami warga di India sana, pun diketahui air di Bumi tidak akan habis karena memiliki siklus air, akan tetapi semestinya juga disadari bahwa air bersih semakin sulit diperoleh. Sebagai contoh: saat ini air leding dirasakan sulit/tak dapat mengalir ketika mesin pompa air dimatikan/listrik padam. Dan, debit air yang mengalir di rumah-rumah penduduk (tanpa mesin pompa air) pun dirasakan semakin kecil dibanding masa lalu.
Lalu, apa yang dapat kita lakukan untuk menghambat laju terjadinya krisis air bersih dalam kehidupan kita dan sesama?
Langkah paling awal dan mudah yang dapat kita upayakan adalah menghemat air dengan berbagai cara, di antaranya:
1. Periksalah setiap keran air yang ada di rumah. Pastikan keran tertutup baik saat air tak sedang diperlukan. Jangan membiarkan begitu saja keran air yang rusak meneteskan air terus-menerus. Ingatlah ada orang-orang di suatu tempat yang bahkan rela mengejar mobil tangki air demi menampung tetesan air yang tersisa!
2. Gunakan air bekas cucian beras untuk menyiram tanaman. Selain dapat menghemat air, air bekas cucian beras dapat menyuburkan tanaman.
Jangan menyiram tanaman pada saat Matahari sedang terik. Sebab, selain dapat mengganggu tanaman berfotosintesis, air cepat menguap sebelum terserap tanaman.
3. Biasakan untuk memiliki gelas masing-masing untuk setiap anggota keluarga. Ini dimaksudkan agar gelas yang belum kotor dapat digunakan berulang kali oleh diri sendiri.
4. Jangan mengambil air minum dalam jumlah banyak melampaui kemampuan mereguknya.
5. Saat buang air kecil, siramlah air secara manual dan secukupnya. Hindari menggunakan pembilas otomatis dari kloset karena kapasitas air yang terbuang dari pembilas otomatis biasanya terlampau boros untuk sekali buang air kecil.
6. Cobalah untuk mandi dengan menggunakan pemancar air (shower). Dengan shower, volume air yang keluar (untuk waktu yang sama) lebih sedikit dibandingkan menyiram dengan gayung.
7. Matikan keran air saat sedang menggosok gigi.
8. Bila mencuci pakaian dengan mesin cuci, cucilah sekaligus saat pakaian telah mencapai jumlah yang cukup banyak (sesuai kapasitas tabung mesin cuci).
Selain melakukan upaya penghematan, menjaga sumber air bersih/air tanah juga penting dilakukan dengan cara rajin menanam dan merawat tanaman di sekitar kita serta tidak membuang sampah sembarangan.
Dengan melakukan upaya-upaya penghematan air dan melestarikan siklus air bersih, bersama kita berupaya mencegah terjadinya bencana kekeringan, wabah penyakit, hingga kematian akibat krisis air pada umat manusia.
Menilik kesengsaraan warga India akibat krisis air bersih, Anda pasti setuju bahwa air sangatlah mahal dan berharga. Filosofi air dari Kakek tidaklah salah: air adalah uang; buang air berarti buang uang. Dengan menghemat air, secara langsung setidaknya kita telah menghemat pengeluaran uang untuk biaya pemakaian air. Dan, semoga tak sampai terjadi: memiliki uang pun kita tak bisa membeli air bersih, ya?!
* Oktober 2014
* Penulis, tenaga pendidik; pengarang buku-buku Bahasa Mandarin