Menapaki Taman Wisata Alam Sicike-cike

Oleh: Tim BBKSDA Sumut.

Di mana ya lokasi untuk menikmati koleksi anggrek alam di Sumatera Utara (Sumut)? Untuk menikmati itik liar,

siamang, musang dan enggang, di mana ya..?

Buat para pemburu mistis, di mana kira-kira lokasi yang tepat di Sumut ini yang wajib dikunjungi?

Apakah ada lokasi air terjun yang bagus di Sumut ini?

Mungkinkah ada tempat, di mana kita bisa menikmati semua paket tersebut dalam satu rangkaian perjalanan wisata?

Jika anda ingin menemukan jawabannya, maka Taman Wisata Alam (TWA) Sicike-cike adalah jawaban yang tepat untuk semua itu.

Untuk menuju lokasi ini tidaklah terlalu sulit, karena dapat ditempuh melalui jalan darat dengan jarak sekitar 170 Km dari Kota Medan, dengan waktu tempuh sekitar 4 jam. Jika ditempuh dari ibu kota Kabupaten Dairi, Sidikalang, jaraknya sekitar 21 km dengan waktu tempuh sekitar 30 menit, menggunakan kendaraan umum roda empat sampai di Desa Lae Hole II Pancur Nauli. Bila menggunakan kendaraan roda dua, waktu tempuhnya juga sekitar 30 menit.

Khusus dari Kota Sidikalang, angkutan umum sampai ke Desa Lae Hole II, umumnya ada pada hari Rabu dan Sabtu. Sedangkan untuk hari biasa dapat menyewa angkutan umum sampai ke Desa Lae Hole II tepatnya di pos Resort Wilayah KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam) TWA Sicike cike. Dari Desa Lae Hole II kemudian dapat ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 2,5 Km dengan waktu tempuh 30-45 menit sampai berada di kawasan TWA Sicike-cike, ataupun menggunakan kendaraan roda 2 sampai ke perbatasan kawasan.

TWA Sicike-cike adalah salah satu kawasan konservasi yang ada di wilayah kerja Balai Besar KSDA Sumatera Utara. Kawasan ini semula berstatus Hutan Produksi Terbatas dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 78/Kpts-II/1989 pada tanggal 7 Pebruari 1989, kawasan ini diubah fungsinya menjadi Hutan Wisata dengan luas 575 Ha.

Kawasan ini berada pada kisaran ketinggian 1350-1500 mdpl, sehingga berada pada iklim dingin. Topografi kawasan ini cenderung landai, secara umum kondisi jalanan hutan mudah dilalui dan hanya bagian-bagian tertentu yang sulit karena curam.

Panorama di dalam hutan berupa susunan pepohonan yang rapat, didominasi pohon sampinur tali, sampinur bunga, meang, rotan, pandan, anggrek, liana, kemenyan dan lain-lain. Hampir setiap pohon ditumbuhi lumut, kondisi ini disebabkan oleh keadaan hutan yang selalu basah akibat seringnya turun hujan. Terdapat jalur trail di dalam kawasan sepanjang lebih kurang 10 km, sehingga memudahkan pengunjung untuk menikmati keindahan panorama di dalam kawasan. Jenis-jenis satwa liar yang dapat dijumpai di TWA ini adalah Siamang (Presbytis thomasi), Musang (Paradoxurus hermaprodicus), Itik Liar (Cairina scutulata), Burung Enggang (Buceros Sp) dan lain-lain.

TWA Sicike-cike memiliki potensi obyek daya tarik wisata alam yang berada tepat di batas kawasan hutan sebelah barat TWA Sicike-cike, yaitu panorama alam. Melalui tempat ini, kita dapat melihat Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat dari ketinggian. Menuju lokasi dapat ditempuh sekitar 2 jam berjalan kaki dengan jarak sekitar 5 km.

Air terjun Lae Prada berada dekat dengan Batas Kawasan Hutan Lindung Adian Tinjoan dan mempunyai ketinggian berkisar 25 meter. Hulunya berasal dari TWA Sicike-cike dan Hutan Lindung Adian Tinjoan. Warna air coklat kemerahan, warna tersebut berasal dari lapisan bawah/humus hutan akibat pembusukan serasah tumbuhan. Di sekitar air terjun, juga dijumpai gua kecil yang terdiri dari bagian stalagtit dan stalagmit.

Untuk menempuh air terjun Lae Prada dapat dilalui dengan berjalan kaki dengan waktu tempuh dari batas kawasan atau shelter pertama sekitar 60-70 menit perjalanan normal dengan berjalan kaki dengan jarak tempuh sekitar 4,5 km.

TWA Sicike-cike memiliki 2 (dua) hulu sungai besar yaitu Lae Pandaroh dan Lae Prada yang merupakan hulu Lae Sembelin. Kedua sungai tersebut berada pada batas kawasan TWA Sicike-cike yang mengalir menuju luar kawasan. Sungai Lae Prada/Lae Sembelin mengalir melalui Hutan Lindung Adion Tinjoan menuju Parbuluan, Sitinjo, Sidikalang, Berampu, Lae Parira, Silimapungga pungga dan Kecamatan Siempat Nempu Hilir.

Sungai Lae Pandaroh banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan untuk keperluan irigasi, MCK, dan pertanian. Sungai ini juga melintasi Obyek Taman Wisata Iman yang berada di Desa Sitinjo dan bermuara ke Lae Renun.

Kedua sungai di atas punyai ciri yang unik dan mencolok yaitu warna air yang berwarna merah dan berbuih. Terdapat lima anak sungai di dalam kawasan TWA Sicike- cike yang terdiri dari 2 anak sungai bermuara ke Sungai Lae Prada dan 3 anak sungai bermuara ke Lae Pandaroh.

Selain itu, TWA Sicike-cike juga memiliki tiga danau, yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai daya tarik objek wisata alam, penelitian serta pendidikan. Konon danau ini menjadi salah satu tempat yang dianggap sakral oleh masyarakat suku Pak-pak Dairi. Dulu danau ini menurut legendanya adalah perkampungan asal muasal suku Pak-pak Dairi. Akibat perbuatan anak yang tidak menghormati orangtuanya, terjadilah kutukan pada diri anak tersebut dan pada akhirnya terbentuklah Danau Sicike-cike. Sampai saat ini suku Pakpak Dairi secara periodik melaksanakan ziarah di danau tersebut.

Sumber air yang cukup melimpah sangat berarti bagi kehidupan di hutan dan sekitarnya. Oleh karena itu, di Desa Lae Hole I dan Lae Hole II penduduk sangat menghormati hutan Sicike-cike. Salah satu aliran air dari TWA Sicike cike dijadikan saluran air untuk mengairi ladang penduduk. Pada bagian tertentu, ada yang dimodifikasi oleh penduduk untuk mengatur supaya air lebih terkumpul dengan menyusun batu-batu besar.

Dari ketiga danau, Danau I Sicike-cike oleh Suku Pakpak Dairi, digunakan untuk tempat ziarah sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur yang dianggap sakral dan sampai saat ini tempat itu masih dipertahankan keberadaannya. Ritual Ziarah Sulang Silima Sipitu Marga masih rutin dilaksanakan di Danau Sicike-cike, karena diyakini sebagai asal muasal Sipitu marga-marga etnis Pakpak, pemegang hak ulayat di Kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat, yaitu marga Angkat, Bintang, Ujung, Kudadiri, Capah, Gajah Manik dan Sinamo dengan beru berampu dan Pasi.

Danau II juga kerap digunakan sebagai tempat memberikan sesajen pada leluhur yang dipercaya tinggal di danau. Suasana disini terasa lebih sunyi dan rimbun bila dibanding dengan danau I. Berbeda dengan danau II, Danau III merupakan danau dengan luas yang paling besar dan keadaannya lebih terbuka karena di salah satu bagian tepi danau pernah dibersihkan untuk merayakan syukuran.

Danau ini juga merupakan sumber air minum bagi satwa liar. Sering terlihat kumpulan itik rimba yang berenang di tepian danau serta terbang mengitari/mengelilingi danau.

Untuk menuju lokasi ketiga danau tersebut, waktu tempuh dari batas kawasan sekitar 30 menit dengan jarak sekitar 1,2 Km menuju Danau I, dari Danau I menuju Ke Danau II waktu yang ditempuh sekitar 45-55 menit dengan Jarak 1 km, dari Danau II menuju ke Danau III waktu tempuh sekitar 30-35 Menit. Umumnya jalan yang dilalui relatif datar dan kondisi becek/berair pada saat musim penghujan.

Di sepanjang perjalanan menuju Danau I, II dan III, mata pengunjung pun akan dimanjakan dengan tumbuh suburnya beragam jenis anggrek tanah dan anggrek dahan maupun Nepenthes (kantung semar) yang luar biasa indah dan menarik, serta tegakan pohon yang memberi kerindangan dan kesejukan.

Penetapan kawasan ini sebagai taman wisata alam, sejatinya membawa harapan baru bagi dunia wisata di Provinsi Sumatera Utara untuk tujuan peningkatan perekonomian masyarakat sekitar yang akan mendukung fungsi utamanya sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pengawetan keanekaragaman hayati.

Ingin membuktikannya ..??? Segera kunjungi TWA Sicike-cike.......!!!

(Penulis: Fitriana Saragih (PEH BBKSDA Sumut), Edina Emininta Br Ginting (PEH BBKSDA Sumut), Evansus Renandi Manalu (Staf BBKSDA Sumut), Samuel Siahaan (PEH BBKSDA Sumut)

()

Baca Juga

Rekomendasi