Lhoksukon, (Analisa). Ribuan masyarakat Aceh Utara dan sekitarnya menghadiri acara dua tahun wafatnya ulama kharismatik Aceh, Ibrahim Bardan. Pada acara tersebut, ribuan warga melantunkan doa dan salawat kemudian dilanjutkan dengan ceramah agama.
Ibrahim Bardan atau lebih dikenal dengan sebutan Abu Panton wafat di Rumah Sakit Herna, Medan dua tahun silam, karena menderita penyakit hipertensi. Sepeninggal Abu Panton, Dayah Malikussaleh yang pernah dipimpinnya dilanjutkan salah seorang muridnya yang sudah lama menuntut ilmu di dayah itu.
“Dayah ini telah berdiri lebih kurang 19 tahun, dan telah mempunyai santri lebih kurang 2.000 orang, dan tenaga pengajar 130 orang,” ujar seorang guru pengajian di dayah tersebut, Boihaqi (40) kepada Analisa, Kamis (9/4).
Selain masyarakat, acara tersebut juga dihadiri santri dan sejumlah pejabat pemerintah setempat. “Acara ini juga bertepatan dengan memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW,” tambahnya.
Sementara, ceramah agama pada acara tersebut disampaikan Ishak Langkawi yang membahas tentang persatuan umat.
“Kita hidup di dunia harus bersatu. Jangan ada perselisihan karena dengan persatuan kita dapat memperoleh kekuatan besar, kita doakan jangan ada yang memecahbelahkan umat Islam,” katanya.
Abu Panton adalah anak dari Teungku Bardan dan Ummi Culot, kelahiran 1945 di Gampong (desa) Matang Jeulikat, Seunuddon, Aceh Utara. kemudian beliau menikahi Hj Zainabon dan tidak dikarunia keturunan. Abu Panton adalah seorang ulama yang disegani ulama, pejabat pemerintah, dan masyarakat. Ia adalah seorang ulama yang alim di bidang syariat dan akidah. Dalam persoalan syariat, Abu Panton sangat sering memberikan solusi dan memecahkan masalah yang khilafiyah (berbeda pandangan) di antara ulama- ulama Aceh.
Ketika ulama berbeda paham dalam sebuah masalah, Abu Panton mampu menyatukan persepsi ulama dan memberikan jalan keluar sehingga kekompakan dan keharmonisan bisa terjaga. Abu Panton juga sering memberikan terobosan dan pemikiran cemerlang bagi pemerintah. Terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang dinilai bertentangan dengan agama, Abu Panton hadir dan memberikan masukan dan solusi.
Salah satu peran Abu Panton di Aceh adalah dalam menjaga dan menciptakan kedamaian di Aceh. Abu Panton juga menuangkan pemikirannya tentang konsep penyelesaian konflik dengan menulis buku “Resolusi Konflik dalam Islam: Kajian Normatif dan Historis Perspektif Ulama Dayah”. Buku setebal 166 halaman ini diterbitkan Aceh Institute Press, November 2008. (bsr)