Kisah Naskah Kuno Bima yang Tersusun Rapi dan Ditulis dengan Tinta Misterius

detikNews - Jakarta, Kesultanan Bima memiliki naskah kuno yang disebut Bo Sangaji Kai. Naskah ini ditulis dalam bahasa Arab-Melayu oleh juri tulis istana sekitar tahun 1600-1800 masehi.

Naskah tersebut berupa kumpulan catatan-catatan harian yang berceceran. Juru tulis istana kala itu menyatukan catatan tersebut dalam satu buku agar mudah dirawat.

"Dulu catatan hariannya ditulis pakai aksara Bima. Kemudian setelah ajaran Islam masuk ke Bima, semua harus ditulis dengan bahasa yang diridhoi," kata keturunan terakhir Kesultanan Bima, Siti Maryam Salahuddin saat disambangi detikcom dan Tim Ekspedisi NKRI 2015 di kediamannya, Jl Gajahmada 1, Kota Bima, NTB, Jumat (10/4/2015).

Perempuan yang disapa dengan sebutan Ina Kau Mary (Ibu Besar Maryam) ini menjelaskan, kata Bo berasal dari kata book yang berarti buku. "Karena orang Bima kalau bicara, konsonan paling belakang sering tersamarkan," ujarnya.

Sementara Sangaji Kai adalah sebutan untuk raja dan keluarganya yang berjenis kelamin laki-laki. Seperti dirinya yang merupakan keturunan raja dan berjenis kelamin perempuan, maka disebut dengan nama Ina Kau.

Isi naskah kuno yang terdiri dari 120 halaman tersebut tertulis dengan rinci dan rapi, dilengkapi dengan tanggal kejadian. Naskah yang disimpan oleh Siti Maryam saat ini merupakan naskah asli. Kondisinya masih bagus dan utuh. Hanya ada beberapa lembar naskah yang warnanya tampak lebih pudar namun masih dapat dibaca dengan cukup jelas.

"Ini sudah dirapikan oleh Badan Arsip Nasional. Yang saya heran, nulisnya pakai tinta apa, kok bisa ratusan tahun tidak luntur," kata Maryam.

Menurut Maryam, hal-hal yang diceritakan dalam naskah ini adalah mengenai sejarah dan silsilah Kesultanan Bima, masuknya Islam ke Bima, meletusnya Gunung Tambora, penjajahan VOC, aturan adat hingga hukum laut. Disebutkan dalam naskah tersebut, bahwa masuknya Islam ke Bima dibawa oleh ulama-ulama dari Sulawesi pada tahun 1018 hijriah atau 1609 masehi.

"Bima menguasai hingga Sumbawa, Alor dan Manggarai," kata Maryam.

Kesultanan Bima kala itu tidak dijajah oleh VOC. Mereka hanya mengadakan perjanjian dengan Belanda yang berisi monopoli perdagangan.

"Bima dan Sumbawa tetap merdeka, daerah yang memerintah sendiri, tidak di bawah Belanda," katanya.

Baru kemudian setelah Sultan Bima yang ke 7, kedua pihak membuat perjanjian lagi. Saat itu datang pihak Belanda yang mengajak membuat kontrak kerjasama saling tolong menolong.

"Tetapi Belanda tetap menghargai kedaulatan kerajaan," kata Maryam.

Saat ini ia masih menyimpan rapi naskah tersebut. Selain naskah Bo Sangaji Kai, Maryam juga menyimpan naskah-naskah lain dalam tulisan Arab-Melayu yang tercecer.

Maryam mengaku belum membaca semua naskah kuno yang dimilikinya. Sebab ada juga aksara yang ia tidak ketahui artinya, seperti aksara Bima. Di dalam naskah Bo Sangaji Kai sendiri terselip beberapa aksara Bima.

"Tadinya saya sempat bingung, ini coretan apa. Ternyata aksara Bima," tutur Maryam (kff)

()

Baca Juga

Rekomendasi