SIAPAPUN mungkin akan terheran-heran saat melihat rambut para wanita suku Himba di Namibia. Rambut dreadlocks (gimbal) yang dimiliki para wanita itu tak seperti biasanya.
Tiap sulur kumpulan rambut terbagi dengan jelas. Dari bagian pangkal hingga hampir ujung suluran itu seperti dibungkus tanah liat warna merah. Bagian bawahnya barulah terlihat rambut gimbal warna hitam.
Fotografer Eric Lafforgue menungkapkan reportasenya di Dailymail.co.uk mengenai kehidupan suku Himba seperti dilansir belum lama ini. Ada berbagai hal yang dipakai oleh wanita suku Himba untuk membentuk rambut gimbal yang unik itu, mulai dari sedotan hingga rambut orang India yang dijual di kota. Untuk mempertahankan gaya rambut seperti ini, wanita Himba menghabiskan waktu berjam-jam dalam sehari.
Selain itu, agar model rambutnya tidak rusak, wanita Himba tidur di bantal kayu. Rambut mereka dilapisi dengan campuran tanah warna merah dan lemak yang disebut sebagai otjize. Otjize berfungsi sebagai sunscreen rambut dan pengusir serangga.
“Warna merah dinilai sebagai simbol kecantikan dan wanita Himba membuat seluruh tubuhnya berwarna merah,bukan hanya rambutnya. Bahkan baju dan perhiasannya juga dibaluri dengan campuran merah," jelas Lafforgue.
Wanita Himba mengenakan kalung besar yang terbuat dari tempurung putih. Kalung itu disebut ohumba yang diwariskan dari ibu ke anak. Berat kalung tersebut dapat mencapai beberapa kilogram. Biji omangetti juga digunakan sebagai ornamen penghias karena wanita Himba suka dengan suara yang dihasilkan saat mereka berjalan.
Berbeda dengan rambut wanita Himba yang butuh ketelatenan untuk mengurusnya, para pria Himba hanya memiliki gaya rambut gimbal yang sederhana menyerupai tanduk domba. Ketika seorang pria Himba kawin, pria itu akan menutup kepalanya dengan sorban.
Suku Himba tinggal di area Kaokoland yang terletak di utara Namibia, Afrika. Lokasinya berbatasan dengan negara Angola pada bagian utara dan pada bagian barat dengan samudra Atlantik. Seperti suku-suku lain yang tinggal di kawasan itu, kehidupan masyarakat bergantung pada kepemilikan ternak.
Perkawinan
Fotografer Lafforgue menjelaskan “Perkawinan adalah hal yang penting bagi suku Himba namun hubungan ekstramarital dianjurkan baik bagi pria maupun wanita Himba”. Garis keturunan Suku Himba bukan patrilineal (mengikuti ayah) atau matrilineal (mengikuti ibu). Garis keturunannya ditentukan dari pihak ayah dan ibu.
Meski demikian pembagian kuasa dalam kehidupan rumah tangga masih didominasi oleh suami. Khusus untuk urusan ekonomi rumah tangga, istri lah yang memegang peranan. Gaya hidup suku Himba kini semakin tergerus oleh budaya barat modern. Hal ini terutama terjadi pada pria suku Himba.
“Di setiap tempat, tradisi luntur karena masuknya gaya hidup modern. Namun wanita Himba tampaknya lebih ingin mempertahankan tradisi. Berbeda dengan para prianya,” ucap Lafforgue.
Orang-orang Himba yang berbasis di Namibia dan gaya hidup semi-nomaden mereka berarti mereka dapat berpindah dari satu tempat ke tempat setidaknya ada 10 kali pindah dalam setahun. Jadi mereka tinggal di ratusan ozondjuwo (tempat tinggal) dalam hidup mereka .
Pria masyarakat Himba akan berjalan bermil-mil di terik padang pasir dan pedesaan untuk mencari air , sumber daya dan padang rumput ternak mereka, domba dan kambing .
Hebatnya yang mendirikan dan membangun sebuah rumah adalah pekerjaan perempuan , dan karena sering berpindah, seorang wanita mungkin benar-benar lupa jumlah rumah dia harus bangun karena banyaknya. The ozondjuwo (tempat tinggal) akan dibuat dari daun kelapa malakani . Agar awet dan kuat tempat tinggalnya, dibuat dari campuran kotoran sapi dan pasir sungai dan diplester ke atasnya .
Lain pula halnya dengan masyarakat asli Namibia yang sebagian besar adalah suku Bantu. Mereka diperkirakan datang dari Afrika Barat sekitar 2.400 tahun yang lalu. Kelompok asli Afrika lain termasuk suku Owambo, Kavango, Caprivians, Herero, Himba, Damara, Nama dan Tswana.
Mengenai cantik dan seksi menurut versi perempuan suku Bantu yang hidup pedalaman di Namibia ini, semakin coklat kulit wanita Namibia, maka akan dianggap semakin cantik. Untuk mempercantik dan menghaluskan kulit, mereka menggunakan kosmetik khas dibuat dari lemak karkas dioleskan ke suluruh tubuh mereka.
Hasilnya kulit mereka mempunyai warna coklat, khas untuk suku-suku Afrika. Uniknya lagi, perempuan tersebut tidak mengenal adanya kutang sehingga payudara mereka terlihat dengan jelas, juga dalam warna coklat yang khas, begitulah tentang antara lain kehidupan suku di Afrika.
Disamping orang-orang Afrika, kelompok-kelompok etnis lain ada sekitar 15 persen dari seluruh jumlah penduduk Namibia. Mereka telah memainkan peranan penting munculnya bangsa modern. (ihc/dmc/ar)