Medan, (Analisa). Harga karet alam yang terus-menerus merosot akibat dipengaruhi harga minyak mentah dan dolar AS, mendorong Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatera Utara mengusulkan kepada pemerintah untuk membentuk lembaga karet alam internasional yang berfungsi untuk menopang pasaran. Demikian disampaikan oleh Edy Irwansyah Sekretaris Eksekutif Gapkindo Sumut melalui siaran persnya baru-baru ini kepada Analisa.
Ia mengemukakan, dalam rapat anggota yang dipimpin oleh Rusdi selaku Wakil-Ketua Bidang Pemasaran dan Hubungan Internasional dan didampingi Surya Mertjoe selaku Penasehat Gapkindo, keberhasilan INRO (International Natural Rubber Organization) sejak 1980-1995 dalam mengendalikan harga karet melalui operasi “buffer stock” perlu dicontoh.
INRO dibentuk untuk kepentingan negara produsen dan negara konsumen, yaitu mencapai suatu harga karet alam yang stabil di pasaran internasional, dengan tidak meninggalkan prinsip mekanisme pasar. Tapi sayang, karena alasan “teknis dan operasional” dari beberapa anggotanya, INRO pada sidang ke-41 pada 13 Oktober 1999 dinyatakan bubar.
Sejak saat itu hingga 2001 tidak ada organisasi yang berperan sebagai stabilisator harga karet dunia. Setelah itu, sebagai gantinya tiga produsen utama karet alam-Thailand, Indonesia, dan Malaysia-mengadakan kerjasama tripartite atau International Tripartite Rubber Council melalui Deklarasi Bali pada 2001. Stabilisasi yang dilakukan oleh ITRC adalah pengurangan (pengaturan) ekspor dan mengendalikan produksi. Beberapa kali operasi pengendalian harga karet melalui pengurangan ekspor dilakukan dengan sukses. Namun, dengan melihat situasi pasar global saat ini, pengurangan ekspor kurang tepat diterapkan untuk kondisi saat ini.
“Anggota Gapkindo Sumut bersama Gapkindo pusat meminta agar pemerintah segera mengambil langkah-langkah guna membangun kerja sama untuk membentuk lembaga internasional seperti INRO dan juga mempercepat pembentukan Dewan Karet ASEAN. Hal ini penting segera diwujudkan agar karet Indonesia yang terdiri dari 85 persen karet rakyat dan 15 persen perusahaan perkebunan nasional, mendapatkan harga yang pantas. Harga karet saat ini layaknya berkisar 2-2,5 dolar Amerika per kilogram, tergantung nilai kurs,” tulis Edy dalam siaran pers.
Upaya untuk menopang harga karet selama ini telah dilakukan di negara-negara produsen. Di India, pemerintah setempat berusaha melarang impor karet demi mendukung para petani karet dalam negeri. Di Thailand dan Vietnam, pemerintahnya memberikan bantuan para petani dengan menyediakan kebutuhan pertanian dan berjuang menstabilkan harga bahan utama pembuat ban tersebut.
Negara-negara produsen karet semakin gigih berusaha memperjuangkan stabilisasi harga karena sebuah grup karet internasional memperkirakan stok karet alam dan karet sintesis akan melonjak di tahun-tahun mendatang. Stephen Evans, Sekretaris Jenderal International Rubber Study Group mengemukakan pada 2020, akan ada surplus 1 juta ton karet alam dan 3 juta ton karet sintesis. (dyt)