Arti Peningkatan Hubungan Taiwan-Indonesia

Oleh: Karmel Simatupang

Taiwan adalah salah satu Negara unik di dunia. Kendati, tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan berbagai Negara, akan tetapi Taiwan menjalin hubungan kuat dalam bidang perdagangan, investasi dan pendidikan. Salah satunya Indonesia. Indonesia dengan politik luar negeri 'bebas dan aktif', memilih untuk mendukung 'One Tiongkok Policy', di lain hal tetap menjalin persahabatan yang kuat dengan Taiwan.

Hal itu sesuai dengan Konstitusi Indonesia yang aktif mempromosikan perdamaian dunia. Sebagai Negara terbesar di Asia Tenggara, dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 dunia, dan Negara demokrasi terbesar ke-3 dunia, Indonesia tentu menjadi pertimbangan penting banyak Negara, khususnya interaksi di kawasan Asia Pasifik. Dengan kata lain, baik Tiongkok dan Taiwan sesungguhnya ingin terus meningkatkan kerjasama dengan Indonesia.

Hubungan Taiwan-Indonesia dimulai sejak 1971 dengan persetujuan mendirikan kantor cabang perwakilan di Jakarta dan Taipei. Hubungan kedua Negara semakin dekat sejak Tahun 1989 dengan pergantian nama Taiwan Chinese Chamber of Commerce, menjadi Kantor Perdagangan dan Ekonomi Taipei di Indonesia (TETO), Indonesia. Demikian juga tahun 1994, melalui Keputusan Presiden no 48/1994, 7 Juli, 1994, Indonesia Chamber of Commerce resmi berganti menjadi Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei. 

Taiwan menjadi tujuan favorit pelajar Indonesia di kawasan Asia Pasifik dimulai sejak tahun 2004. Hingga Tahun 2014, Pelajar Indonesia di Taiwan menempati urutan nomor 3 terbesar setelah Vietnam dan Malasya, yakni 3230 orang. 

Itu dari semua tingkatan mulai dari tingkat Ph.D, Master, Sarjana dan Pelajar khusus bahasa Mandarin, termasuk exchange student dan peneliti. Sebagian besar para pelajar mendapatkan beasiswa, baik dari pihak Universitas tujuan ataupun Pemerintah Taiwan, juga Pemerintah Indonesia. 

Data yang bersumber dari Kementerian Pendidikan Republic of Tiongkok (Taiwan), Tahun 2010 jumlah pelajar Indonesia di Taiwan 2269, kemudian meningkat menjadi 2470 orang. Kemudian meningkat drastis di tahun 2014 mencapai 3230 orang. Hal itu membuktikan, tren pelajar Indonesia melanjutkan studi di Taiwan akan terus meningkat di tahun mendatang. 

Hal yang sama bisa kita saksikan dalam bidang ketenagakerjaan. Taiwan menjadi salah satu tujuan terbesar Tenaga kerja Indonesia, yakni mencapai 224.782 orang. Salah satu alasan pekerja Indonesia memilih Taiwan adalah Taiwan lebih ramah dan bersahabat kepada mereka ketimbang Negara lain, seperti Malaysia, Tiongkok, ataupun Negara-negara lain di Timur Tengah. 

Untuk perdagangan dan investasi, Taiwan adalah partner perdagangan terbesar ke-10 Indonesia dengan volume perdagangan mencapai US$12,3 Milliar per tahun, dan menjadi investor terbesar ke-9 di Asia Tenggara, dengan total investasi berkisar US$15,3 Milliar (The Tiongkok Post, 25/8/2014). 

Dari segi politik, Indonesia dan Taiwan menganut sistem politik yang sama yakni, demokrasi. Hal ini turut mendorong interaksi kedua Negara. Pengalaman hidup dalam budaya demokrasi cukup penting dalam menjamin kemerdekaan setiap individu. Pelajar Indonesia misalnya, tidak memiliki ketakutan dalam berekspresi, karena demokrasi menjunjung tinggi kebebasan personal dan hak asasi manusia, seperti halnya di Indonesia. 

Dengan demikian apa artinya kenaikan hubungan Taiwan dan Indonesia di masa mendatang? Jawabannya tentu akan memberikan kontribusi positip bagi kedua Negara untuk terus memperkuat kerjasama dalam berbagai bidang.

Meskipun demikian, sampai kini, Indonesia terlihat hati-hati menjalin hubungan dengan Taiwan. Hal itu dibuktikan, belum pernah pejabat resmi Indonesia mengadakan kunjungan kenegaraan ke Taiwan. Juga, Presiden Taiwan yang pernah ditolak Indonesia ketika mau berkunjung ke Indonesia tahun 2012, (Tempo, 12/16/2012). Sebab, isu Tiongkok-Taiwan sangat sensitif bagi Tiongkok. Sebagai Negara yang juga berteman baik dengan Tiongkok, Indonesia tentu menghargai kebijakan satu Tiongkok.

Lebih jauh, Mantan Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty M. Natalegawa mengatakan pertumbuhan fantastis ekonomi Tiongkok sejak tahun 80-an, dilihat Negara-negara ASEAN, seperti Indonesia bukanlah sebuah masalah, melainkan kesempatan mendapatkan keuntungan, misalnya perdagangan.

Secara de facto, Tiongkok tampak menjadi pemimpin regional di kawasan Asia Pasifik. Pertama-tama Tiongkok terus memastikan untuk menjadi sahabat yang baik dengan tetangganya. Itu bisa dilihat melalui serangkaian kerjasama FTA ASEAN-Tiongkok, sejak 2010. Memilih jalur diplomatis dengan Negara-negara ASEAN untuk isu Laut Tiongkok Selatan. 

Persoalan hubungan Tiongkok dan Taiwan, dimulai sejak 1949. Tiongkok menjadi terpisah dari Taiwan, setelah partai Nasionalis (Kuomintang) pimpinan Jenderal Chiang Kai Shek, terpaksa mengundurkan diri dari Tiongkok daratan ke Pulau Formosa, setelah kalah perang saudara dengan partai komunis Tiongkok pimpinan Mao Zedong.

Tiongkok menganggap, Taiwan adalah salah satu provinsi Tiongkok yang membangkang. Tiongkok sangat berkomitmen untuk menjadikan Taiwan unifikasi ke Tiongkok dengan prinsip 'One Tiongkok Policy, Two System'. Sementara mayoritas Taiwan ingin memisahkan diri dari Tiongkok sebagai Negara yang merdeka.

Berdasarkan Konsensus 1992, menyatakan hanya ada satu bangsa Tiongkok. Akan tetapi, Tiongkok dan Taiwan menafsirkan berbeda. Bagi Taiwan, 'One Tiongkok Policy' adalah Taiwan dan Tiongkok. Sedangkan bagi Tiongkok, 'One Tiongkok Policy' adalah Tiongkok termasuk Taiwan. 

Selama Pemerintahan Presiden Ma Ying-Jeou, 2008-2012 dan kemudian terpilih kembali 2012-2016, terjadi peningkatan hubungan Taiwan dengan Tiongkok, terutama dalam perdagangan dan investasi. 

Akan tetapi dalam Pemilu Pemerintahan Lokal pada 29 November 2014 yang lalu, Partai KMT (Kuomintang) sebagai partai penguasa mengalami kekalahan, dan Presiden Ma, segera mengundurkan diri dari Ketua Partai Kuomintang. Hasil itu menunjukkan para pemilih tidak puas dengan Presiden Ma Ying-Jeou dalam upayanya menjalin hubungan yang lebih kuat dengan Tiongkok Daratan. 

Ini artinya, pemenang Pemilu Presiden 2016 mendatang, kemungkinan besar akan datang dari DPP (Democratic Progressive Party). Keinginan DPP terhadap nasib Taiwan jelas untuk mendapatkan kemerdekaan secara de jure. Akan tetapi, itu pasti berat, sebab Tiongkok tidak akan mentoleransi hal itu. 

Penutup

Politik luar negeri Indonesia, jelas mendukung perdamaian dunia. Kenaikan hubungan Taiwan-Indonesia adalah menguntungkan kedua Negara, meskipun Indonesia hingga saat ini mendukung Kebijakan Satu Tiongkok. Dari analisis diatas, persahabatan Taiwan Indonesia akan terus menguat di tahun mendatang. Ini penting untuk terus dipelihara. 

Selain itu, hubungan Indonesia-Taiwan akan sangat dipengaruhi nasib kemerdekaan Taiwan kedepan. Artinya, jika Taiwan menjadi Negara Merdeka secara de jure, hubungan diplomatik Taiwan-Indonesia kemungkinan besar dibuka resmi. ***

* Penulis adalah Mahasiswa S2, Department of Political Science, Tunghai University dan Pengurus Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Taiwan.

()

Baca Juga

Rekomendasi