SELAIN telur ayam, permintaan telur burung puyuh juga terus menanjak dari hari ke hari. Satu peternak bisa kebanjiran pesanan hingga 8.000 telur per hari.
Itu belum termasuk permintaan bibit dan daging burung puyuh. Omzet minimal Rp10 juta per bulan. Telur burung puyuh menjadi kudapan primadona bagi sebagian orang. Permintaan telur binatang bernama latin Coturnix Japonica ini terus meningkat dari hari ke hari.
Akibat permintaan yang terus bertambah, contohnya Soediyono Soediro, peternak burung puyuh di Sukabumi, Jawa Barat, mengatakan, dirinya tidak pernah memiliki stok telur puyuh. “Ibarat gorengan, masih di wajan sudah ada yang pesan,” katanya.
Soediyono menjalani bisnis peternakan burung puyuh sejak 10 tahun lalu. Peternakan miliknya yang diberi label Campur Sari Farm, memiliki sekitar 2.500 burung puyuh dengan produktivitas mencapai sekitar 80 persen. Total produksi telur per hari mencapai maksimal 2.000 butir.
Ia lebih banyak menjual ke pedagang eceran. “Pedagang grosir tidak terlalu banyak,” ujar Soediyono.
Menurutnya, pedagang grosir selalu membeli dalam jumlah banyak dan memiliki kontrak yang harus dipenuhi. Karena masalah modal, ia belum bisa mengembangkan peternakan miliknya.
Soediyono menjual telur puyuh matang seharga Rp220 per butir. Harganya lebih mahal karena memiliki kualitas yang bagus. Contoh, ukuran telurnya yang lebih besar.
Kalau telur puyuh produksi peternakan lain berisi lebih dari 100 butir per kilogram, telur produksi peternakan Soediyono hanya berisi sekitar 90 butir. “Harganya tergolong stabil. Kenaikan harga terutama jika harga pakan naik,” katanya.
Saban hari, setiap ekor burung puyuh memerlukan 20 gram pakan. Itu sebabnya, per bulan, ia sedikitnya membutuhkan pakan hingga 1,5 ton. Dengan harga Rp450 per kilogram, ia perlu Rp675.000 untuk biaya pakan.
Jual Bibit dan Daging
Selain menjual telur puyuh, Soediyono juga menjual bibit dan daging puyuh. Tapi, ia tidak melego burung puyuh yang baru berusia sehari. Jika sudah berumur satu bulan, ia baru melepas seharga Rp9.500 per ekor.
Ia beralasan, pembeli bibit burung puyuh paling banyak adalah peternak pemula, sehingga akan kesulitan memelihara di bulan pertama kalau bibitnya baru berusia satu hari. “Resiko kematian saat masih kecil cukup besar. Dalam dua pekan, bibit-bibit buruh puyuh akan mulai bertelur,” ujarnya.
Meski begitu, Soediyono tidak sembarangan menjual bibit burung puyuh. Dalam tempo sebulan, ia hanya menjual dua kali bibit burung yang dalam bahasa Jawa disebut gemak itu, dengan sekali angkat sekitar 500 ekor.
Jika bermaksud mengambil dagingnya, biasanya ia menjual burung puyuh jantan. Bisa juga betina afkir atau betina yang berumur lebih dari dua tahun dan sudah tidak produktif bertelur lagi.
Banjir Pesanan
Tak hanya Soedibyo, Hadi Santoso juga peternak burung puyuh di Jombang, Jawa Timur juga kebanjiran pesanan. Sehari rata-rata ia menerima pesanan telur puyuh sekitar 3.000 butir. Kalau sedang ramai bisa mencapai 8.000 butir.
Biasanya, permintaan banyak datang dari pedagang telur. Sisanya dari konsumen rumah tangga. Tapi, “Konsumen rumah tangga tidak banyak,” ungkap Hadi yang memulai usaha sejak 1997.
Lantaran peternakannya hanya punya sekitar 1.000 burung puyuh, tentu ia tidak sanggup memenuhi permintaan tersebut. Karena itu, ia membeli telur-telur puyuh dari peternak lain.
Harga telur puyuh yang sudah matang dibanderol dengan harga Rp170 per butir. Dalam sebulan, Hadi bisa menangguk pendapatan minimal Rp10 juta. “Saat memulai bisnis ini, waktu itu saya berusia 19 tahun dan hanya dengan modal Rp2 juta,” ujarnya.
Kalau ada yang ingin beternak burung puyuh, Hadi menyarankan, para peternak pemula memilih lokasi kandang yang pas. Tempat yang paling bagus adalah yang aman dan tidak mengganggu lingkungan sekitar.
Selain membuat ternak lebih nyaman, juga bisa menumbuhkan tingkat produktivitas ternak dalam bertelur. (Int)