Banda Aceh, (Analisa). Tokoh lintas agama di Provinsi Aceh mengutuk tindakan yang dinilai memprovokasi masyarakat oleh IRM yang mengaku ustad dan mantan pendeta terbesar di Asia. Tindakannya menuai protes keras dari kalangan ulama maupun pendeta.
Dalam konferensi pers di Banda Aceh, Rabu (8/4), para tokoh agama di Aceh menilai tindakan yang dilakukan IRM dapat menimbulkan perpecahan masyarakat. IRM menggunakan identitas palsu dalam setiap aksinya mempengaruhi masyarakat.
IRM melakukan tindakannya melalui tulisan dalam bentuk buku yang beredar di masyarakat dan bahkan sempat bertindak sebagai penceramah di sejumlah daerah di Aceh. Setiap ceramahnya dinilai menimbulkan fitnah.
Hal itu diketahui berdasarkan investigasi yang dilakukan para tokoh lintas agama di Aceh. Sejumlah tokoh ulama dan pemuka agama Kristen di Aceh sepakat menyatakan sikap, untuk menggugat IRM secara hukum, karena dinilai menimbulkan keresahan bagi masyarakat.
“Setelah kami melakukan investigasi, tindakan yang dilakukan IRM sangat meresahkan. IRM menggunakan identitas yang berubah-ubah,” kata Ketua Investigasi Komite Penguatan Akidah dan Pengamalan Agama Islam (KPA-PAI), Tarmizi didampingi sejumlah pemuka agama.
Tokoh agama sebelumnya telah melakukan pertemuan, menyikapi tindakan IRM itu. Pertemuan dimaksud, dihadiri ulama, penyuluh agama Islam, perwakilan Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB), Gereja Kristen Indonesia (GKI), Gereja Kristen Kudus Indonesia (GKKI), mahasiswa, Gereja Methodist, Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
Selanjutnya, pembina masyarakat (Pembimas) Kristen, Pembimas Katolik dari kantor wilayah Kementerian Agama provinsi Aceh, majelis Gereja, Forum Kerukunan Umat Beragama, KPA-PAI, dan para pemuka agama Kristen dalam jabatan pendeta.
Setelah sepakat yang dituangkan dalam berita acara, para tokoh lintas agama itu pun, sepakat menyatakan bahwa identitas IRM di Aceh sangat diragukan karena dari berbagai data yang dihimpun, nama dan identitas yang bersangkutan selalu berbeda-beda.
Semua tulisan IRM yang beredar dalam bentuk buku sangat disesali, karena tidak ada kebenarannya. Para tokoh agama itu akan menyerahkan kepada aparat penegak hukum, untuk diproses sesuai hukum yang berlaku.
Jangan Terprovokasi
Selain itu, disampaikan kepada seluruh umat beragama di Aceh untuk tidak terprovokasi dengan tulisan sebagaimana dalam buku IRM, yang dapat menimbulkan perpecahan kehidupan beragama. “Marilah kita menjaga kerukunan dan keharmonisan hidup beragama yang sudah terjalin. Nama pendeta terbesar di Asia tidak pernah ada dan tidak pernah kami dengar. Karena ajaran Kristen mengajarkan hanya Yesus Kristus yang terbesar,” kata Idaman Sembiring dari GPIB.
Sebelumnya, dalam data yang dihimpun para tokoh lintas agama tersebut, IRM mengaku sebagai mantan pendeta terbesar di Asia (dalam cover buku yang dikarangnya) dan mantan intelejen. Namun setelah diselidiki ternyata bohong.
Akhir-akhir ini, IRM aktif sebagai penceramah di sejumlah daerah di Aceh. Namun isi ceramahnya memuat informasi yang menimbulkan fitnah dan beridentitas palsu. Bahkan, dalam data yang diperoleh para tokoh agama tersebut, IRM menggunakan gelar Profesor Doktor saat mengisi ceramah di Universitas Al-Muslim Bireuen Februari lalu.
Tarmizi yang didampingi pendeta dari sejumlah gereja di Banda Aceh, lebih jauh mengatakan, berdasarkan investigasi mereka, IRM merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas, bukan Profesor. Dalam konferensi pers tersebut, juga turut dihadiri tokoh ulama di Aceh, Abdul Rahman Kaoy.
Abdul Rahman mengakatan tindakan yang dilakukan IRM menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Islam tidak pernah mengajarkan fitnah. (bei)