Oleh: Jan Roi A Sinaga
Resah rasanya melihat tayangan-tayangan televisi saat ini, karena hampir 14 jam penyiaran dalam sehari (meskipun ada yang siaran hingga 24 jam), program acara yang ditayangkan sangat jauh dari kata memberi pendidikan, pengetahuan, sumber referensi bagi seluruh lapisan masyarakat. Walaupun ada beberapa televisi yang hanya menyajikan berita dan pengetahuan, namun tetap saja masyarakat terbuai dengan siaran-siaran televisi yang menyuguhkan sinetron ataupun tayangan yang bisa dibilang diluar daya nalar manusia, bahkan ada tayangan yang kembali menayangkan siaran mengenai pesugihan-pesugihan dalam alur cerita sinetronnya. Hal ini merupakan program yang sangat menyesatkan pengetahuan masyarakat, yang semakin terlena dengan tayangan yang tidak berbobot sehingga melupakan masalah bangsa dan Negara serta peliknya kehidupan saat ini.
Bukan satu atau dua kali KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) menegur pihak televisi swasta yang terus-terusan menayangkan program yang dianggap kurang mendidik, akan tetapi melihat rating atau jumlah penonton yang meningkat, pihak televisi swasta tersebut seakan acuh tak acuh akan sikap KPI tersebut, apalagi dengan naiknya rating, maka jumlah pendapatan akan semakin besar. Karena tidak bisa dipungkiri, televisi swasta hidup melalui iklan, dimana semakin tinggi rating suatu program, maka harga iklan per sekali tayang akan melambung tinggi, dan secara otomatis, pemasukan bagi pihak televisi akan semakin besar. Mungkin hal inilah yang menyebabkan jumlah episode sinetron di Indonesia memecahkan rekor dunia, bahkan ada satu sinetron disalah satau TV Swasta terbesar di Indonesia, episode sinetron tersebut hingga 1000-an episode. Bisa dibayangkan perbedaan yang sangat jauh dengan sinetron dari Korea Selatan yang juga digandrungi penikmat drama tanah air, yang paling banyak hanya sampai 20-an episode per judul film nya. Sungguh aneh, namun demi uang semua bisa dijalankan, namanya juga bisnis.
Peran Pemerintah dan Masyarakat
Pemerintah melalui KPI sudah sering, bahkan terlalu sering menegur TV Swasta yang kerap menayangkan program-program yang tidak masuk daya nalar manusia tersebut, akan tetapi disinilah keanehan itu terlihat. Sudah ditegur, mengapa malah semakin panjang episode nya? Sehingga masyarakat ber asumsi jangan-jangan Pemerintah juga sudah ikut berbisnis didalam nya. Karena jika pemerintah tegas, tayangan-tayangan yang dianggap bisa merusak citra dan pola pikir dari anak-anak jaman sekarang sebaiknya langsung dihentikan. Namun kenyataannya, program TV tersebut masih tetap jalan, bahkan semakin ngawur alur ceritanya.
Sinteron yang ditampilkan sangat berbeda dengan sinetron dari luar negeri. Jika drama dari Korea menampilkan sisi percintaan orang dewasa, paling tidak anak SMA, dari Turki menampilkan masalah rumah tangga, sinetron di Indonesia lebih sadis dengan menampilkan percintaan yang dimulai dari anak SD. Adalagi sinteron yang menampilkan “manusia berubah jadi hewan”, dan yang lebih mengagetkan dalam alur cerita sebuah film terdapat intrik dari pesugihan, Babi Ngepet, dan memburu makhluk halus. Sungguh diluar daya nalar manusia saat ini. Mengapa tayangan seperti itu masih tetap tayang, permasalahan utama bukan hanya pada pihak pengelola TV Swasta, melainkan seluruh stackeholder yang terkait didalamnya, baik itu pemerintah, maupun lapisan masyarakat.
Tayangan tersebut tidak akan tayang jika tidak ada pemasukan bagi pihak TV Swasta, yang mana pemasukan berasal dari iklan yang tayang setiap sinetron tersebut ditampilkan. Dan besaran dari biaya iklan yang dibayar pihak perusahaan, tergantung dari rating siaran yang ditampilkan TV tersebut, dimana tingkat ratingnya diketahui dari seberapa banyak yang menonton tayangan tersebut. Sehingga, yang berperan besar dalam menghidupkan tayangan-tayangan yang tidak mendidik seperti itu adalah masyarakat, terkhusus kepada kalangan remaja saat ini.
Yang lebih memprioritaskan waktu untuk menonton sinteron daripada keingintahuan akan berita kondisi Negara ini dan dunia internasional, atau menambah pengetahuan budaya dan kerajinan yang ditampilkan TV lain. Bukan bermaksud promosi akan TV yang lebih condong dengan program berita dan kajian budayanya, namuan khawatir akan pola pikir anak muda saat ini terbuai oleh sinetron yang ditontonnya, sehingga kehidupan lebih tidak masuk akal. Munculnya genk motor atau kelompok-kelompok disekolah tidak bisa dipungkiri ada peranan dari sinetron yang mereka tonton, anak SD yang sudah mulai lirik-melirik kekasih juga akibat dari sinetron yang ditonton, karena melalui sebuah tontonan, ada perubahan DNA yang ikut berbaur dengan apa yang dilihat. Sehingga bisa dipastikan, pemuda yang peduli akan negaranya akan semakin sedikit karena tayangan yang tidak berbobot yang ditampilkan oleh TV.
Sudah waktunya pemerintah melalui KPI bersikap tegas kepada TV yang masih menyiarkan program yang tidak mendidik, bisa dengan cara membatasi jumlah episode, atau bahkan penghentian program tayang jika tayangan tersebut dianggap tidak lagi menghibur dan mendidik. Peran orang tua juga sangat vital dalam masalah ini, karena yang paling tahu akan tingkahlaku anaknya hanyalah orang tua. Batasi jumlah anak menonton program siaran yang tidak bernilai, arahkan kepada siaran yang lebih mendidik dan merangsang cara berfikirnya mengenai ilmu pengetahuan dan tentang kondisi Negara ini.
Sarana Mendidik
dan Sumber Referensi
Beberapa media TV saat ini memang sudah berada jauh dari jalurnya sebagai sarana pendidikan dan sumber referensi bagi masyarakat, meskipun ada beberapa TV swasta yang tetap mempertahankan eksistensi nya sebagai pemberi informasi nomor satu di Negara ini yang sifatnya mendidik dan memberi referensi. Namun melihat kondisi mental dan cara berfikir rakyat Indonesia yang sangat gampang terpengaruh akan hal-hal yang gaul, yang sedikit malas mengetahui berita nasional dan internasional, ada baiknya media TV memberikan program-program siaran yang mendidik, menjauhkan siaran yang tidak membangun daya pikir mereka. Kita semua sadar, bahwa sinetron atau drama sangat penting dalam hidup kita, karena tidak mau terlena dengan peliknya kehidupan saat ini, mungkin sinetron lah satu-satunya yang menjadi hiburan dihati masyrakat. Namun, mari belajar menayangkan program sinetron dan drama dari Negara lain, dimana mereka lebih menampilkan kekeluargaan, pendidikan, ketimbang masalah percintaan dan kehidupan purbakala. Jangan racuni rakyat dengan tayangan-tayangan yang tidak mendidik, hanya demi meraup rupiah yang besar semata.
Pihak media TV sudah saatnya memfilter setiap usulan program yang masuk, memangkas jumlah episode, dengan tujuan memberi cara berfikir baru kepada masyarakat yang menonton tayangan tersebut. Saling bekerja sama antara media TV, Pemerintah dalam mengawasi program siaran, dan Masyarakat membantu dalam memilah siaran yang layak untuk ditonton oleh keluarga dan anak-anak. Hal inilah yang sangat diharapkan lapisan masyarakat, tayangan yang fresh, sumber informasi dan referensi, dan yang terpenting menjadi media pendidik bagi masyarakat luas Indonesia. Sehingga pola pikir bangsa ini bisa menjadi lebih baik, karena dibantu tayangan-tayangan yang berkualitas. ***
Penulis adalah Wiraswasta, Pemerhati Sosial.