Isu Penutupan Perusahaan di Kawasan Danau Toba

SP/SB Tolak Penutupan Perusahaan

Porsea, (Analisa). Serikat Pekerja/Serikat Bu­ruh (SP/SB) meminta pihak ek­sekutif dan legislatif di Provinsi Sumatera Utara (Sumut), untuk proaktif menanggapi isu-isu ter­kait tuntutan penutupan se­jumlah perusahaan di sekitar Danau Toba, yang digembar-gemborkan oleh se­kelompok orang tak bertang­gung­jawab, atau ditunggangi pihak asing sebagai upaya black campain, yang berimbas pada ketidak­nya­manan investor dalam beru­saha.

Hal itu diucapkan Wakil Ke­tua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Sumut, Nel­son Manalu, Ketua Serikat Pekerja Nasional Sumut (SPN Sumut), Anggiat Pasaribu dan Ketua Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) 1992 Sumut, Bam­bang He­man­to usai melakukan tin­jauan ke PT Toba Pulp Les­tari (Toba Pulp) dan PT Alleg­rindo, Minggu (24/5).

Tujuan ketiga pengurus seri­kat pekerja/serikat buruh di Su­mut ke Toba Pulp Lestari - Por­sea dan PT Allegrindo di Kabu­paten Simalungun, untuk me­nge­­tahui legalitas sekaligus ope­rasional perusahaan PMA (Pemi­lik Modal Asing) ter­sebut. Juga terkait sarana pe­nge­lolaan limbah yang diisu­kan telah mencemari air Danau Toba, sehingga diminta ditutup.

Tinjauan ke Toba Pulp Les­tari-Porsea, Nelson Manalu, Ang­giat Pasaribu dan Bambang Hermanto diterima Onggung Tambunan sebagai perwakilan managemen. Ketiga pe­ngu­rus serikat pekerja/serikat buruh itu me­nyaksikan langsung dan mem­peroleh informasi oleh ma­najemen Toba Pulp seputar manajemen penge­lo­laan hutan tanaman industri, dan penge­lo­laan limbah industri.

Menurut Nelson Manalu, Wakil Ketua SPSI Sumut, peru­sa­haan yang ditinjau ini memi­liki legalitas yang telah diakui oleh pemerintah dan mempe­roleh berbagai sertifikasi peng­har­gaan standar internasional maupun nasional. "Hasil tin­jauan, kami me­nilai, pengelo­laan limbah pulp sangat baik, semua telah sesuai pro­se­dur, seperti PH air yang diha­sil­kan lim­bah sekitar 7," jelasnya.

Miliki Pengelolaan

Sama halnya ketika perwa­kilan serikat pekerja/serikat buruh ini meninjau operasional PT Allegrindo di Kabupaten Si­malungun. Industri perternakan hewan babi ini, juga memiliki pe­ngelolaan limbah sesuai pro­sedur yang telah ditentukan pe­merintah.

Bahkan, dari penjelasan He­ad HRD PT Allegrindo, Bin­sar Sitepu, mengakui, tidak ada perusahaannya mem­buang limbah ternak ter­sebut ke Danau Toba. "Jarak pe­terna­kan hewan berkaki empat ini sekitar 8 kilometer dari sum­ber air Danau Toba," ucap Nel­son.

Nelson menambahkan, kun­­jungan kerja yang dilaku­kan serikat pekerja/serikat buruh ini demi kepentingan pekerja/buruh. "Karena bela­kangan beredar isu di tengah publik, ada sekolompok orang yang tidak bertang­gungjawab menuntut dilakukan penu­tu­pan bagi perusahaan-peru­sa­haan di sekitar Danau Toba. Kita di sini untuk melihat fak­ta-fakta yang ada di perusa­haan seputaran Danau Toba. Perusahaan ini benar dan ter­buka, maka kami siap mem­be­­lanya demi kepentingan pe­kerja/buruh," cetusnya.

Anggiat Pasaribu meng­ung­kapkan, tuntutan penu­tu­pan itu dinilai ber­muat­an politis, dan berunsur kepenti­ngan dari sekelompok orang ya­ng tidak menginginkan ke­hadiran perusa­haan-perusa­haan di sekitar Danau Toba.

"Seluruh izin dan legalitas ya­ng dimiliki perusahaan di­keluarkan oleh pemerintah. Berarti, telah dilakukan kajian dan analisis dari pemerintah. Jika itu melanggar, ya mana mungkin pemerintah berani mengeluarkan legalitas atau­pun izin-izin operasional mi­lik perusahaan tersebut," ka­tanya.

Indonesia adalah negara yang berlandasan hukum. "Untuk itu, kita se­­rahkan se­mua­nya kepada peme­rin­tah untuk mengkaji dan menga­nalisa yang beredar ke publik ter­kait isu pe­nutupan bagi perusahaan-peru­sahaan di sekitar Danau Toba," ujar­nya.

Menurutnya, jangan isu ini dipo­litisasi maupun diman­faatkan oleh NGO-NGO un­tuk mengacaukan per­eko­no­mi­an Sumut.

"Lebih baik duduk ber­sama men­cari solusi baik itu pemerin­tah, pe­ngu­saha dan elemen masyarakat serta se­ri­kat pekerja dan serikat buruh. Sebab, ini melibatkan orang banyak termasuk di dalamnya nasib pekerja/buruh," jelas­nya.

Lindungi Pekerja

Bambang Hermanto me­nam­bah­kan, kepentingan pi­hak­nya untuk me­lin­dungi pekerja/buruh. "Kalau pe­r­usa­haan ditutup, gimana ke­ber­lang­sungan hidup buruh? Se­per­ti di Toba Pulp tercatat ada se­kitar 6.000 lebih pekerja/buruh. Menjadi pertanyaan, ji­ka ditutup siapa bertang­gung­jawab dengan nasib ri­bu­an buruh yang telah menggan­tu­ng­kan hidupnya di Toba Pulp.

“Begitu juga di PT Alleg­rin­do ada 280 pekerja/buruh, sia­pa yang ber­tang­­gungjawab jika perusahaan ini tutup ope­ra­sional?" tanyanya.

Ketua SBSI '92 menambah­kan, pekerja/buruh akan me­ngas­pirasikan ini hingga ke Ses­neg (Sekretaris Negara), de­ngan harapan jaminan dari pemerintah atas nasib pekerja/buruh terkait isu-isu penu­tu­pan ini.

Tempat terpisah, Managara Manu­rung, mewakili pekerja/buruh di Toba Pulp menga­takan, hak-hak yang didapat te­lah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berla­ku. Seperti upah yang di atas UMK, Asuransi Kese­hatan, Asuransi Ketena­gaker­jaan serta lainnya yang meru­pakan hak pekerja/buruh dibe­rikan perusahaan.

"Kalau ada tuntutan penu­tu­pan itu dengan cara yang ti­dak benar, maka kami akan membela dan mendukung pe­ru­­sa­haan agar tetap berjalan dengan kondusif. Kita siap menjadi garda terdepan mem­bela tempat pekerja/buruh mencari nafkah hidup. Lang­kah pembelaan yang akan kita tempuh melalui cara-cara yang legal sesuai dengan peraturan ya­ng berlaku," ucapnya seraya menegaskan, jangan isu ini dipelintir dan dipolitisasi dari kepentingan sepihak.

Hal senada juga dilon­tar­kan Joni Purba, Ketua PK SB­SI PT Allegrindo. Ia ke­cewa dan menyayangkan isu tersebut. (sug/rel)

()

Baca Juga

Rekomendasi