Hakikat Panca dan Asas Sila

Oleh: Elfa Suharti Harahap, S.Pd

Tidak perlu ditanya lagi kata paling dasar dari Pancasila. Dua kata yang berasal dari bahasa Sansekerta, Panca dan Sila memiliki makna berarti sebagai filosofi, ideologi, jiwa dan pandangan hidup. Kedua kata yang dijadikan satu ini menjadi kata pemersatu bangsa dari Sabang hingga Merauke. Panutan sebagai hidup berbangsa membuat Pancasila menjadi lambang yang berpengaruh bagi kehidupan siapa saja di tanah ibu pertiwi. Dasar dari Pancasila telah dipelajari sejak anak-anak bangsa mengenal bangku sekolah. Nilai ini dirasa mendasari dari sikap generasi penerus.

Pancasila pada umumnya hanya dikenal sebagai lima rumusan. Ada lima sendi utama dalam pundi-pundi tubuh Pancasila. Ditelusuri lebih dalam, Pancasila memiliki hakikat dan asas yang jauh lebih memiliki makna saat menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Hakikat panca dan asas dari sila inilah yang sering terlupakan. Hakikat panca merupakan kebenaran dari kelima poin yang benar-benar ada.

Dalam ilmu tasawuf, hakikat merupakan salah satu bagian dari empat tingkatan ilmu, syariat, tarekat, makrifat dan bakikat. Hakikat, sebagai tingkat terakhir dan lanjutan dari makrifat, dimana seseorang berusaha menunjukkan hasil dari makrifat itu ke dalam wujud yang sebenar-benarnya atau pada tingkat kebenaran yang paling tinggi. Hakikat itu baru akan dicapai setelah seseorang memperoleh makrifat yang sebenar-benarnya.

Artinya, hakikat panca seharusnya dapat diwujudkan oleh seluruh masyarakat Indonesia sebenar-benarnya. Masyarakat menanamkan pada dirinya secara penuh bahwa kelima poin merupakan tonggak dari kehidupan bermasyarakat. Seandainya masyarakat mampu menggali kembali hakikat panca yang terkandung didalamnya, tentu tak ada lagi orang yang hidup tersia-sia.

Sebab kita adalah makhluk yang saling menyayangi dan memiliki Tuhan yang Maha Esa.  Ketuhanan Yang Maha Esa adalah kalimat indah yang menunjukkan bahwa bangsa  ini  adalah  bangsa  berketuhanan,  dan  bukan bangsa komunis. Bangsa yang memiliki agama yang diakui oleh negara. Bila kita saling menghormati antar agama, maka tak ada permusuhan karena keyakinan agama yang kita anut. Tak ada lagi pelarangan pendirian rumah ibadah, apalagi saling membakarnya karena merasa agama mereka yang paling benar, seperti  yang selama ini  sering terjadi.

Demikian pula dengan poin kedua yang berbunyi ‘Kemanusiaan yang Adil dan Beradab’. Sudah sangat jelas bukan, bahwa  makna  sila  ini  adalah  mengakui  persamaan derajat, persamaan  hak  dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.  Tindak kriminalitas semakin tinggi beberapa bulan terakhir. Khususnya di Kota Medan, kriminalitas seolah menjadi hal lumrah. Banyaknya korban perampokan dan kriminalitas lainnya merupakan masalah yang patut digarisbawahi sebagai bentuk kurangnya pemahaman hakikat panca kedua.

Saat ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah mulai menjauh dari makna manusia yang beradab. Hanya mementingkan dirinya sendiri atau golongannya. Jiwa kemanusiaannya sudah mulai luntur.  Dimana yang muda sering terlibat  tawuran dan yang tua berebut  kekuasaan.  Seolah-olah manusia Indonesia yang beradab telah berganti menjadi manusia Indonesia tak memiliki hati. Saling curiga dan jauh dari rasa adil kepada sesama. Kita tidak lagi saling menyayangi sebagai makhluk Tuhan yang berakal budi.

Hakikat panca ketiga, yakni ‘Persatuan Indonesia’.  Kita telah diajarkan para pendahulu bangsa akan pentingnya persatuan sebuah bangsa sebagai lambang dari Bhinneka Tunggal Ika. Persatuan menjadi sangat mahal ketika sifat materialistis hinggap dalam diri. Sifat mementingkan diri sendiri membuat persatuan semakin rapuh. Kita tak lagi dipersatukan sebagai sebuah bangsa. Orang Jakarta bilang, “elu-elu, gue-gue”. Kita harus belajar kepada tetua atau pendiri bangsa bagaimana mereka menyatukan  semua komponen bangsa menjadi satu. Itulah  yang  disebut  persatuan Indonesia.

Selanjutnya berbunyi, ‘kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan’. Telah berubah menjadi kekuasaan yang menjerat rakyat. Kekuasaan bukan lagi di tangan rakyat, tetapi ditangan elit penguasa. Para pemimpin tak lagi bijak dan bermusyawarah  dalam  memutuskan sesuatu. Rakyat dianggap seperti kerbau yang bisa dicucuk hidungnya.

Panca terakhir, ‘keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’. Makna terakhir tidak berbeda. Keadilan  sosial belum menyentuh lapisan bawah. Terjadi kastanisasi, baik dalam bidang pendidikan maupun kesehatan. Benar adanya program kesehatan dan pendidikan telah diserukan oleh petinggi negara. Nyatanya dilapangan tidak seindah apa yang diserukan. Sebut saja program BPJS yang tidak berfungsi sesuai fungsinya. Masalah kartu kesehatan pada umumnya terjadi karena kecurangan rumah sakit yang sering berkilah dengan mengatakan kamar yang ditanggung oleh BPJS penuh. Secara tidak langsung, pasien diminta untuk menempati kamar yang kelasnya lebih tinggi, sehingga tanggungan BPJS tidak berlaku.

Masalah lain, adanya perbedaan layanan peserta BPJS dengan pasien umum. Ini dikarenakan ada anggapan kurang mampu bagi pengguna BPJS. Pasien umum biasanya memberikan nilai langsung kepada dokter, sedangkan pasien BPJS memberikan nilai langsung ke rumah sakit.

Kemudian, asas dari sila itu sendiri menjadi dasar hakikat panca. Secara politis, asas-asas yang mencerminkan tekad dan aspirasi sebagai bangsa yang mencapai kemerdekaannya dengan perjuangan terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Mukadimahnya yang berisikan falsafah Pancasila. Sebagai sistem dasar dari kelima panca, sila merupakan jalinan nilai-nilai dasar yang bersatu padu untuk menjadikan Indonesia sebagai negara berlandaskan lima hakikat.

Hakikat dan dasar lima pundi diharapkan mampu mengisi kehidupan masyarakat tanpa memandang gender, sosial, budaya dan lainnya. Para pemuda diminta tidak melupakan hakikat mereka sebagai penerus bangsa dan para orangtua diharapkan mampu memberikan contoh pengimplementasian kelima poin sebagai titik universal tertinggi dalam setiap pembelajaran kehidupan sosial manusia.***

Penulis adalah alumni FKIP UMSU dan Sekretaris UKM-LPM Teropong UMSU Periode 2009- 2010).

()

Baca Juga

Rekomendasi