Oleh: Mahjijah Chair.
BOCAH 10 tahun itu dengan setia menanti dan penuh harap akan kedatangan perempuan muda, cantik berambut panjang yang sedang Kuliah Kerja Nyata (KKN) profesi dokter di Desa Manambin, Kotanopan yang kini menjadi Kabupaten Mandailing Natal.
Namun, wanita yang sudah seperti sahabat baginya itu, tak kunjung tiba. Padahal, wanita itu juga sudah berjanji akan kembali ke kampung halamannya yang jauh dari pusat Kota Medan. Waktu bergulir, wanita yang disapa Namboru itu tak juga ada. Hampir setiap petang, si bocah menanti di daerah bukit, tempat biasa mereka bersenda gurau sambil memanggil, Namboru...Namboru Ika.
Hingga akhirnya, bocah itu pun meninggal dunia karena diare akibat masih buruknya pelayanan kesehatan ketika itu, dengan membawa pengharapan tak kesampaian bertemu Namboru.
Siapakah wanita yang telah memberi harap kepada bocah hingga akhir hayatnya itu? Dialah Dr dr Elmeida Effendy,MKed.KJ,SpKJ (K) yang kini menjabat Ketua Program Studi Ilmu Kedokteran Jiwa FK USU. Tanpa sengaja membuat bocah tersebut menunggu hingga akhir hayatnya itu bukanlah sesungguhnya.
Itu hanya bagian kecil dari peran yang dilakoninya saat menjadi pemeran utama Film Janji Namboru berdurasi 1,5 jam besutan Sutradara Almarhum Z Pangaduan Lubis, yang diproduksi TVRI bekerjasama dengan Fakultas Sastra USU.
“Jujur secara pasti kenapa dan apa alasannya saya yang dipilih menjadi pemeran utama film itu, saya lupa,” ujar ibu satu putri dan satu putra ini saat berbincang-bincang di sela kesibukannya sebagai dokter spesialias jiwa yang bertugas di RSUP H Adam Malik.
Namun yang pasti, wanita kelahiran Leiden, Belanda, 1 Mei 1972, berpostur 170 centimeter itu aktif sejak kecil. Sejak usia 6 tahun, wanita berdarah Padang, Melayu, akrab disapai Mici ini, yang sejak kecil bercita-cita menjadi dokter spesialis jiwa itu, aktif berlatih balet. “Ketika itu, orangtua memang mengarahkan ke saya. Ada dua pilihan ketika itu, berlatih piano atau balet. Akhirnya balet yang saya pilih, karena saya lebih suka balet. Kalau berlatih piano agak ribet,” tuturnya yang terlahir sebagai anak tunggal ini.
Percaya Diri
Sejak Taman Kanak-Kanak, Mici sudah sering tampil di hadapan orang banyak. Pengalaman inilah yang menempanya lebih percaya diri lagi terjun ke dunia model. “Aktif di model ya sejak SMP,” kata alumni Sekolah Harapan Medan sejak TK hingga SMP ini.
Setelah berkecimpung sekian lama di dunia model, kerja kerasnya terjawab saat ia duduk di bangku SMAN 1 Medan dan menjadi mahasiswi di Fakultas Kedokteran USU. Putri Suzuki Tahun 1991, Best Catwalk Piala Rahadian Yamin di Jakarta tahun 1992 dan Best Calkwalk tahun 1993 di Medan, berhasil dikoleksi. Demikian pula prestasi model di tingkat internasional.
Mici yang hobi mengunyah cokelat dan telah menanggalkan dunia model di lembar sejarah masa remajanya itu, hingga kini masih terus dipadati rutinitas. Selain dosen FK USU, dia juga tercatat sebagai instruktur di sekolah kepribadian John Robert Power, host di TVRI Medan dalam program kesehatan dan narasumber di salah satu stasiun radio di Medan.
“Model sudah ditinggalkan. Dan sekarang beralih jadi jurinya model atau event model seperti, Putri Indonesia, seleksi wilayah Sumut, juri Putri Muslimah baru lalu,” ‘pungkasnya sambil tersenyum.