Oleh: Ali Munir, S.Pd. Salah satu manifestasi destruktif dari tindakan kekerasan dalam keluarga adalah penganiayaan dan penelantaran anak. Pencegahan, deteksi dini dan penanganan secara menyeluruh terhadap anak korban perlakuan tersebut hingga kini masih merupakan tantangan bagi kita semua.
Data statistik menunjukkan, angka kejadian penganiayaan dan penelantaran anak cukup tinggi setiap tahunnya. Meskipun demikian, untuk Indonesia angka ini bukanlah angka kejadian yang sebenarnya di masyarakat, karena para pelakunya adalah mereka yang berkedudukan lebih tinggi dari korban yang masih anak-anak, sehingga untuk kepentingan para pelaku mereka justru sering kali menutup-nutupi adanya kasus tersebut.
Kasus penganiayaan dan penelantaran anak sering terjadi berlangsung kronis dan tidak terdeteksi dalam waktu lama atau diketahui setelah anak menderita akibat yang parah baik secara fisik maupun emosional. Yang dimaksud dengan penganiayaan terhadap anak adalah perlakuan orang dewasa atau anak yang usianya lebih tua dengan menggunakan kekuasaan atau otoritasnya terhadap anak yang tidak berdaya, yang harusnya berada di bawah tanggung jawab dan atau pengasuhannya yang dapat menimbulkan penderitaan, kesengsaraan, cacat fisik, penganiayaan seksual maupun penganiayaan emosional.
Fisik dan Emosional
Tanda-tanda kemungkinan terjadinya penganiayaan fisik terhadap anak antara lain terdapat cedera fisik atau bekas cedera fisik seperti: jejak telapak tangan akibat tamparan, akibat lecutan ikat pinggang, luka bakar akibat sundutan rokok yang menyebabkan luka parut yang bundar simetris, perlukaan yang multipel dengan derajat penyembuhan yang berbeda-beda, berselang-seling antara luka baru dan luka lama. Selain itu mungkin pula patah tulang atau pendarahan pada retina mata anak akibat guncangan.
Umumnya anak tidak langsung dibawa ke rumah sakit, tetapi ada upaya pelaku memberikan pertolongan sebelumnya (bekas perban atau obat luka dan lainnya). Bila kita sempat melihat perilaku dan emosi pelaku sering kali tidak adekuat, seperti: kegelisahan yang dangkal, terkesan dibuat-buat, sikap gugup yang berkali-kali memberi isyarat tertentu kepada anak ketika diperiksa, atau hubungan orang tua dan anak terlihat tidak wajar di mana anak akan merasa ketakutan.
Anak yang mengalami penganiayaan fisik umumnya juga mengalami penganiayaan emosional. Sehingga dapat berpengaruh terhadap perkembangan perilaku dan kepribadiannya. Anak dapat terlihat menjadi pencemas, depresi, rendah diri, atau sebaliknya menjadi agresif atau berperilaku antisosial. Selain terhadap cedera fisik, perlu pula dievaluasi kondisi kesehatan jiwa anak. Anak-anak yang menderita gangguan kejiwaan seperti hiperaktif, autisme, retardasi mental dan gangguan tingkah laku lebih rentan terhadap perlakuan kekerasan oleh orang tua.
Penganiayaan emosional lebih sulit untuk dideteksi. Karena tidak sejelas penganiayaan yang lain. Juga tidak mudah untuk menentukan kapan seseorang anak dianggap mengalami penganiayaan emosional, karena sikap tertentu dari orang tua dalam banyak budaya masih dianggap sebagai bagian dari pendidikan dan latihan disiplin. Seperti orang tua yang memarahi anaknya, memukuli dengan sabetan sapu lidi, mengurung anak di kamar mandi, dan lainnya.
Seorang anak dikatakan mengalami penganiayaan emosional bila secara persisten anak menjadi korban kemarahan, kebencian, penghinaan dan ancaman dari orang tua yang mengakibatkan anak terdeprivasi dari kebutuhan akan perhatian, cinta dan kasih sayang dari orang tua. Anak yang mengalami penganiayaan emosional sering memperlihatkan gangguan fisik dan intelektualnya terhambat. Anak dapat menunjukkan perilaku bahwa dirinya telah dianiaya atau menyangkal cerita yang telah diungkapkan sebelumnya. Selain itu anak memperlihatkan ketakutan yang berlebih terhadap orang tua, tidak lari ke orang tua untuk meminta dukungan, memperlihatkan tingkah laku agresif, dan menarik diri secara ekstrem dari pergaulan teman-teman sebayanya. Selain itu umumnya mereka juga kesulitan bergaul atau membaur dengan teman sebaya (bersosialisasi), terlalu penurut atau pasif, agresif terhadap orang lain, menderita gangguan tidur, anak sering terbangun pada malam hari, menghindari kontak mata, sampai perilaku mencederai diri sendiri.
Pada kasus penelantaran anak, kita akan menemukan kekurangan gizi tanpa ada dasar organiknya, kekurangan cairan atau dehidrasi, luka atau penyakit yang dibiarkan tidak diobati, tidak mendapat imunisasi dasar, pakaian lusuh dan kotor, serta kulit kotor tidak terawat.
Anak yang secara kronis ditelantarkan dapat menunjukkan sikap akrab dengan siapa saja, dengan orang asing yang belum dikenalnya sekalipun. Sebaliknya, bisa juga menunjukkan sikap tidak responsif secara sosial, bahkan dengan situasi sosial yang dikenalnya. Karena tingginya risiko gejala psikiatri pada anak yang dianiaya atau ditelantarkan, diperlukan suatu pemeriksaan psikiatrik yang lengkap, kemudian diikuti terapi yang tepat.
Cambuk Bagi Orang Tua
Kejadian yang dialami oleh Angeline ini kiranya dapat menjadi pelajaran yang berharga bagi semua orang tua yang ada didunia ini. Jangan sembarangan untuk menyerahkan anaknya untuk diasuh oleh orang yang belum dikenal betul bagaimana karakternya. Ketika orang tua tersebut susah alangkah baiknya anak tersebut diserahkan ke panti asuhan yang resmi untuk diasuh.
Angeline merupakan wujud anak belia kecil yang diserahkan ke keluarga margareta karena keluarganya hidup dalam kesusahan. Ternyata keluarga tempat mereka menitipkan Angeline bukanlah keluarga yang baik seperti yang mereka harapkan. Memang tidak semua keluarga yang anaknya dititipkan mengalami kejadian seperti yang dialami oleh Angeline. Ada juga keluarga yang baik dan memang bertanggung jawab terhadap anak yang diserahkan kepada mereka.
Hendaknya bagi orang tua yang lain harus selektif dalam menitipkan atau memberikan hak asuh atas anak mereka. Kisah Angeline sekali lagi penulis gambarkan sebagai kasus yang harus benar-benar menjadi pelajaran bagi para orang tua. Anak bukan media untuk disiksa, mereka merupakan anugrah Tuhan yang harus dirawat dan disayangi.
Kejadian Angeline ini harus menjadi cambuk bagi semua orang tua di negeri ini agar menyayangi anak yang dikaruniakan kepada mereka meskipun kondisi kehidupan ekonomi mereka pas-pasan. Anak harus menjadi cambuk bagi semua orang tua untuk bekerja keras terkait pemenuhan kebutuhan hidup. Menitipkan, memberi hak asuh kepada orang lain kiranya menjadi alternatif terakhir.
Angeline yang begitu polos terkubur dengan memeluk bonekanya kiranya menjadi perenungan bagi segenap orang tua untuk senantiasa bersemangat untuk berusaha memberikan kasih sayang kepada setiap anak-anaknya. Kondisi negeri yang susah jangan sampai membuat kita sebagai orang tua juga susah. Kita senantiasa harus menjadikan anak sebagai pemacu semangat bagi kita untuk berusaha. Kiranya jangan ada lagi Angeline lain yang mendapatkan perlakukan dan tragedi serupa yang sangat memilukan. Ibu Angeline begitu berduka dan bersedih ketika melihat kondisi anaknya yang terbujur kaku. Tetapi apapun ceritanya semua sudah terlambat. Angeline sudah berada bersama sang Pencipta ditempat yang maha tinggi. Kini tinggal kenangannya yang hendaknya menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk mengubah sikap, karakter, dan pola hidup kita kearah yang lebih baik dan waras.
Pentingnya Pengawasan dan Kepedulian
Hakekat manusia sesungguhnya merupakan makluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lain. Manusia tidak akan bisa hidup sendiri tanpa dibantu oleh orang lain disekitarnya. Kejadian Angeline ini sesungguhnya berlarut-larut karena tetangga yang ada disekitar rumahnya pun tidak ada kepedulian terhadap kejadian-kejadian yang sesungguhnya mengandung misteri untuk diselidiki.
Dikatakan tetangga sering mendengar suara marah-marah, berteriak-teriak, anak menangis dan sebagainya. Seharusnya hal tersebut menjadikan mereka bisa saja menegur atau menanyakan terkait hal tersebut. Tetapi kenyataannya tidak, sampai akhirnya Angeline yang senyumnya begitu manis harus merasakan nasib yang sungguh-sungguh malang. Karenanya kejadian Angeline ini kembali mengingatkan kita untuk lebih saling peduli lagi terhadap sesama kita. Tidak ada salahnya untuk bertegur sapa bahkan melaporkan sekiranya ada tindakan-tindakan yang tidak manusiawi dan tidak sepantasnya dilakukan.
Kepedulian terhadap sesama menjadikan kita bisa saling mengawasi satu dengan yang lain dalam kehidupan kita. Karenanya kepedulian sangat harus mulai kita motivasi untuk berkembang. Karena kepedulian ini membuat kehidupan bermasyarakat akan semakin damai dan berjalan dengan harmonis.
Kejadian Angeline kembali penulis tegaskan jangan sampai terulang kembali. Jangan gara-gara ketidakpedulian kita terhadap tetangga yang ada disekitar kita, ada kejadian yang seharusnya tidak terjadi menjadi terjadi. Mari ditengah-tengah repotnya dan minimnya waktu kita, kita peduli dan melakukan pengawasan terhadap apa yang terjadi disekitar kita.
Selain itu, kepada organisasi-organisasi Anak diharapkan juga melakukan pengawasan terhadap anak-anak yang diberikan hak asuhnya kepada orang lain. Ini bisa menjadi program baru bagi Komisi Anak untuk mengawasi anak-anak yang dititipkan secara kekeluargaan. Kepada pihak keamanan juga harus ada kepedulian juga untuk mengawasi perkembangan anak yang ada didaerah pelayanan mereka.
Hendaknya kejadian yang dialami oleh Angeline memberi petunjuk kepada kita untuk lebih bijaksana lagi dalam segala hal terkhusus memberikan perhatian kepad anak. Angeline, dirimu sudah tenang diatas sana. Hendaknya bisa menjadi pemberi tuah bagi orang tua lain di seluruh negeri. ***
Penulis adalah Penggiat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat di Politeknik Unggul LP3M Medan