WAJAH para wanita dan para gadis remaja bisa dilihat di mana saja di seluruh Mesir. Mereka memperkenalkan diri tapi tidak termasuk usia mereka, begitu juga pekerjaan atau pendidikan mereka. Mereka hanya memperkenalkan diri melalui cerita kehidupan sehari-hari mereka. Cerita itu mengingatkan mereka bahwa diri mereka akan selalu menjadi warga negara kelas dua di tengah-tengah masyarakat Mesir.
Nazra yang tergabung dalam Feminist Studies mengorganisir penyelenggaraan salah satu peluncuran albumnya untuk memberikan kepada sembilan gadis sebagai saluran yang tepat untuk bisa menjangkau sesama perempuan, dan berbagi pemikiran perjuangan utama yang kaum wanita hadapi di Mesir.
Langsung dari jalan Talaat Harb dan di tengah-tengah gedung Rawabet Theatre, tampak sejumlah wanita muda berusia antara 15 hingga 32 tahun naik panggung dan menyanyikan enam lagu yang berbeda yang mengandung penanganan semua aspek kehidupan kaum wanita.
"Nazra selalu berusaha memadukan seni dengan isu-isu sosial dan feminisme, saat ini hanya sebagian saja yang ia kaitkan antara pemuda dengan inisiatif artistik," kata Fatma Mansour, manajer di proyek Nazra.
Sebagai advokat untuk hak-hak perempuan, Nazra mengadakan lokakarya penulisan kreatif Juli lalu dalam upaya membantu kaum wanita yang berasal dari latar belakang yang berbeda untuk mengungkapkan realitas kewanitaan modern di Mesir.
"Album ini dimulai dengan penulisan lokakarya yang diberi judul album "Arosty", "My Doll", yang diselenggarakan oleh Nazra untuk membahas hal-hal yang kami dengar dalam masyarakat kami yang bertujuan hanya stereotip orang tanpa alasan yang rasional.
Pada awal lokakarya, kami menghabiskan waktu beberapa hari untuk menulis tentang tema ini sampai kami mencapai kesepakatan menulis lagu kolaborasi yang akhirnya kami rekam dalam album," kata Dina Ahmed, salah seorang peserta.
Organisasi tersebut, bersama dengan para peserta, memilih untuk mengubah kata-kata mereka menjadi lagu dalam upaya untuk bisa sampai kepada masyarakat secara luas dengan cara halus tapi efektif.
Lebih Cepat
"Hal-hal yang berhubungan dengan musik cenderung mencapai masyarakat lebih cepat lewat alam bawah sadar mereka. Kami memiliki Mayam, Esraa dan Marina yang sudah terkenal dan berkecimpung baik dalam membawakan lagu-lagu beraliran rap dan solo," kata Hagar Ramadhan, salah satu peserta termuda, karena dia baru berusia 15 tahun pada saat workshop itu diselenggarakan.
Menurut Ramadhan, tujuan utama lokakarya adalah untuk menulis lagu dan aksi teatrikal yang menyelam ke pokok permasalahan. Oleh karena itu, acara rilis album tidak hanya mencakup trek tetapi juga berbagai aspek lain. Tiga pemain, Mayam Mahmoud, Esraa Saleh, dan Marina Samir, tampil menjelaskan berbagai kisah dan pengalaman pribadi.
"Salah satu hal besar mengenai workshop ini adalah ada delapan gadis yang turut berpartisipasi usianya bervariasi antara 15 dan 32 tahun, dan kami semua duduk bersam a-sama untuk membicarakan semua hal yang kami dengar untuk digunakan," kata Ahmed.
Prosesnya memerlukan waktu rata-rata 19 jam selama tiga hari berturut-turut, di mana kontributor membuka satu sama lain dan berbagi cerita mereka yang paling pribadi bersama dengan beberapa insiden yang mereka temui atau rasakan sendiri.
"Kami tidak hanya bercerita, kami juga berbagi cerita tentang teman-teman kami, apakah perempuan atau laki-laki. Kami berinteraksi dengan segala lapisan orang dan kami juga mendengar dari mereka hal-hal yang mengganggu wanita. Kami semua memiliki kepentingan di masyarakat dan telah berpartisipasi dalam berbagai lokakarya di mana kami mendengar dari orang-orang tentang perjuangan mereka," kata Ahmed.
"Bent El-Masarwa", yang dapat diterjemahkan sebagai "Putri dari Mesir", adalah sebuah album berisikan enam lagu yang membahas segala sesuatu dari obsesi lokal mengenai keperawanan, pembatasan tradisional, memaksa perempuan untuk melepaskan hobi mereka, pelecehan, dan cara pria memandang pasangannya.
Lagu-lagu itu semuanya dalam bahasa Arab, namun masing-masing mencakup gaung yang berbeda dan berbagai istilah untuk mewakili berbagai sektor, dari hulu ke hilir di Mesir.
Namun, salah satu tembang "Anta Al Kamel" ("Anda manusia sempurna"), merupakan sisi lain dari cerita. Tidak seperti album, yang satu ini mengadopsi sudut pandang laki-laki dengan asumsi dan stereotip yang solid yang harus wanita hadapi.
Cerminan
"Segala sesuatu yang oleh kaum perempuan hadapi saat ini adalah cerminan dari apa yang orang hadapi, itu adalah reaksi yang berseberangan," kata Ramadhan.
Keberhasilan malam itu jelas dalam ukuran penonton, yang berinteraksi dengan kinerja sempurna. Meskipun lagu-lagu itu telah dirilis secara online beberapa hari sebelum acara, masyarakat sudah tahu liriknya karenanya mereka turut bernyanyi bersama dengan penyanyi. Selain itu, karena penonton yang hadir membeludak,tiga wanita tersebut juga turut tampil ketika pertunjukan berlangsung.
"Keberhasilan terbesar kami sekarang adalah bahwa banyaknya orang yang telah mendengar album kami. Gagasan utama kami adalah kenyataan bahwa kami masih mampu mengekspresikan pikiran kami dan kami masih bisa berbicara, yang mungkin bisa memecahkan beberapa masalah. Meskipun demikian, hak-hak perempuan dan pelecehan adalah masalah abadi yang perlu diperbaiki tahun ini," kata Ramadhan.
"Bent El Masarwa" hanya satu bagian dari berbagai proyek Nazra yang bertujuan untuk menyebarkan kesadaran dengan cara berjiwa bebas, terlepas dari keuntungan keuangan. Acara ini terbuka untuk umum sementara CD album didistribusikan secara gratis.
"Idenya adalah untuk memperluas komunitas kami dan menciptakan interaksi antara orang-orang yang tidak terlibat dalam kasus feminisme, apakah secara akademisi atau jurisdiksi, tetapi memiliki kecenderungan untuk tahu lebih jauh tentang sasaran tujuan, yang tidak seperti biasanya dilakukan melalui kegiatan seni kami," kata Mansour. (dne/esc/ny/ar)