Oleh: Liven R.
MEMBAHAS tentang Duan Wu Jie di Indonesia dikenal sebagai Festival Perahu Naga (Dragon Boat Festival)/Peh Cun, dalam bayangan sebagian dari kita tentu langsung terbayang hal-hal yang identik dengan festival ini. Salah satunya bakcang? Ya, tentu saja!
Sebagai salah satu tradisi dalam kebudayaan Tionghoa, festival yang bermula sejak tahun 277 SM ini memiliki sejarah yang mengandung nilai patriotisme tinggi di negara asal leluhur etnis Tionghoa yakni Tiongkok, pada Zaman Negara-negara Berperang (Zhan Guo 475-221 SM).
Patriotisme Qu Yuan
Dalam buku sejarah Shi Ji diungkapkan, pada Zaman Negara-negara Berperang, Dinasti Zhou terbagi menjadi 7 negara bagian. Negara Qin adalah negara terkuat yang sering melakukan agresi militer terhadap 6 negara lainnya; salah satunya negara Chu.
Masa itu di negara Chu terdapat seorang menteri yang amat cakap bernama Qu Yuan. Beliau adalah seorang menteri yang sangat setia kepada raja dan berbakti kepada rakyat, serta memiliki kemampuan untuk menyatukan 5 negara tertindas lainnya untuk bersama-sama melawan negara Qin. Oleh karena kemampuannya itu, beliau sangat disegani, pun dibenci dan diupayakan untuk disingkirkan berkali-kali oleh pejabat lainnya yang berkonspirasi dengan negara Qin pada masa itu.
Dikisahkan, Qu Yuan suatu ketika diusir dari negara Chu bersebab Raja Chu termakan siasat adu domba Raja Qin dan membenci Qu Yuan. Setelah meninggalkan ibukota negara Chu, Qu Yuan menulis sebuah puisi berjudul Li Sao, yang berisi kritikan atas kebobrokan birokrat, kegundahan serta kecintaannya terhadap negara dan rakyat, serta harapannya agar Raja Chu mawas diri. Namun upayanya gagal. Raja Chu (Huai Wang) akhirnya ditangkap dan mangkat di penjara negara Qin, lalu digantikan oleh Raja Chu (Xiang Wang).
Raja Chu Xiang Wang bukan hanya tidak membalaskan dendam kematian raja terdahulunya, dia malah menerima Raja Qin dengan baik dan mulai berpikir untuk menyerah kepada Raja Qin. Hal inilah yang membuat Qu Yuan menentangnya habis-habisan dan menyebabkan dirinya kembali diusir untuk kedua kalinya.
Dalam keadaan putus asa karena merasa tak mampu mempertahankan negara dan menolong rakyat yang dicintainya, Qu Yuan berjalan menuju Sungai Mi Luo dan bunuh diri dengan melompat ke sungai itu.
Rakyat yang mengetahui kabar Qu Yuan melompat ke sungai, berbondong-bondong menuju sungai untuk menolong menteri yang amat mereka kasihi itu. Saat itu adalah bulan 5 tanggal 5 penanggalan Lunar kalender. Para nelayan pun beramai-ramai mengayuh sampan mencari jasad Qu Yuan—di kemudian hari diperingati dengan Festival Lomba Perahu Naga.
Jasad Qu Yuan yang tak berhasil ditemukan, membuat rakyat yang berduka berpikir bagaimana melindungi jasad Qu Yuan agar tak digerogoti ikan dan udang di sungai. Mereka sepakat melemparkan nasi, daging, dan sebagainya (yang dibungkus dengan daun bambu) sebagai pengganti santapan ikan/udang ke sungai di mana Qu Yuan melompat. Inilah cikal-bakal tradisi membungkus dan memakan bakcang pada setiap tanggal kematian Qu Yuan setiap tahunnya oleh masyarakat etnis Tionghoa di seluruh dunia.
Adapun ‘Duan Wu Jie’ memiliki makna: Duan (awal/permulaan); Wu (siang/tengah hari)—kata ini memiliki penggunaan yang sama dengan ‘lima’ pada masa dulu, dan Jie (festival). Jadi, ‘Duan Wu Jie’ bermakna festival pada awal hari kelima bulan kelima Lunar kalender.
Tradisi yang Menyertai Duan Wu Jie:
1. Makan Bakcang
Kata ‘bakcang’—berasal dari dialek Hokkian, secara harfiah berarti cang (penganan dengan gumpalan nasi ketan) yang berisi bak (daging). Dalam perkembangannya, cang tak hanya berisi daging, telur, jamur, dan sebagainya, namun juga dapat diisi hanya sayur-sayuran/vegetarian (disebut chaicang), pun yang tak berisi, biasa dimakan dengan srikaya atau gula (disebut kicang).
Bentuk bakcang yang dibungkus dengan daun bambu yang panjang (biasanya daun direbus dahulu agar bebas kotoran dan bakteri) serta diikat dengan tali, memiliki bentuk dan ukuran yang tak selalu sama antara satu pembuat dengan pembuat yang lain, maupun oleh sub-etnis Tionghoa yang satu dengan yang lain. Jadi tidaklah mengherankan jika kita melihat adanya bentuk bakcang yang pipih, maupun lonjong. Namun umumnya bakcang berbentuk limas segitiga.
2. Lomba Perahu Naga
Duaribu tahun lebih sejak kematian Qu Yuan, Lomba Perahu Naga selalu diadakan setiap tahunnya dan merupakan tradisi yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat di Tiongkok Daratan, Hongkong, dan Taiwan. Dalam skala besar, lomba ini bahkan diikuti oleh peserta mancanegara yang datang dari Eropa dan Amerika.
Bukan lagi demi mencari jasad Qu Yuan, namun tujuan Lomba Dayung Perahu Naga dewasa ini lebih kepada perwujudan semangat kekompakan beregu dan melatih kekuatan fisik dan mental.
3. Mandi Tengah Hari dan Memberdirikan Telur
Terlepas dari kisah kepahlawanan Qu Yuan yang melatarbelakangi perayaan Duan Wu Jie, festival ini dikenal juga dengan sebutan Festival Duan Yang—oleh umat Konghucu, yang mana merupakan hari pemujaan, bersujud, dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut kepercayaan, pada Hari Duan Yang, Tuhan (Tian) akan melimpahkan rahmatNya yang paling besar kepada semua makhluk pada saat Matahari bersinar paling terang dan berada pada posisinya yang tepat di atas khatulistiwa, yakni pada pukul 11.00 -13.00.
Oleh karena itu, menjadi tradisi yang turut menyertai Festival Duan Wu Jie/Duan Yang adalah mandi/menampung air tepat pada tengah hari, yang dipercaya akan menyembuhkan berbagai penyakit dan memberi berkah.
Profesional Muda, ada pun permainan yang menarik pada tanggal 5 bulan 5 Lunar kalender adalah kita dapat memberdirikan telur mentah di atas tanah. Lho, kok, bisa?
Fenomena ini dapat terjadi disebabkan pada tanggal ini Matahari berada tepat di atas garis khatulistiwa, sehingga gaya gravitasi Bumi menjadi lemah. Itu sebabnya telur dapat berdiri di tanah. Fenomena telur dapat berdiri sendiri sesungguhnya pun dapat dipraktekkan pada saat terjadi gerhana Matahari dan Bulan; akibat gaya tarik dari Matahari dan Bulan yang meningkat. Nah, jadi, telur bisa berdiri pada Hari Duan Wu Jie bukan karena adanya kekuatan mistis ataupun karena kehadiran roh Qu Yuan, ya?! Hahaha!
Karena dukungan fenomena alam yang ada, maka memberdirikan telur pun turut menjadi bagian dari Festival Duan Wu Jie setiap tahunnya.
Selain bernama Festival Duan Yang, Duan Wu Jie juga dikenal dengan berbagai sebutan: Shi Ren Jie—Festival Penyair (mengenang kepenyairan Qu Yuan), Wu Yue Jie (Festival Bulan Lima), dan sebagainya. Nah, dengan sebutan apa Anda biasa menyebut festival ini? Bersama dalam keharmonisan, sambil terus mengenang dan meneladani sifat kepahlawanan dan cinta tanah air Qu Yuan, kita sambut Duan Wu Jie 2015!
* Juni 2015
*Penulis adalah tenaga pendidik; pengarang buku-buku pelajaran Bahasa Mandarin