Ekspresi Sketsa Agus Koecink

Oleh: Amran Ekoprawoto. Melihat dan  mengama­ti peristiwa, aksi, reaksi, kemu­di­an diungkapkan dalam wu­jud sket­sa. Memberi pengerti­an dan pemaknaan  atas sebuah ungkapan ekspresi spontan dan ar­tistik  dan sebagai  sirat­an visual  dalam be­rkarya se­ni. Perjalanan penjelajahan mampu meng­inspirasikan fi­lo­sofis dalam pencer­mi­nan pe­ngalaman realitas yang me­nam­pilkan ima­jinatif, intuitif dan fantastik.

Sketsa merupakan ungkap­an spontanitas. Eks­presi ter­dalam atas pencitraan obyek da­ri pengamatan, empati atas penghayatan terhadap obyek maupun subyek.

Garis merupakan ungkapan paling hakiki, memiliki pera­nan dalam ungkapan rupa. Mem­beri energi ekspresi de­ngan konsep nilai artistik. Ga­ris-garis sketsa akan mampu me­nun­­jukkan kualitas ekspre­si dari sipem­bua­ta­nya. Garis sketsa adalah hasil penemuan manusia. Suatu abstraksi yang dikembangkan dari suatu pro­ses penyederhanaan dan per­nya­taan faktor visual serta sim­bolisasi ide-ide gra­fis. (Su­lebar Sukarman, 1997).

Sketsa merupakan perpa­duan dari melihat, me­rasakan, menghayati, berpikir, ekspre­si, em­pati serta bersikap. De­ngan begitu sebagai proses penginderaan total dari sese­orang. Bagi pelukisnya  mem­per­lihatkan proses kreativi­tas, tidak terhenti pada satu bentuk saja jua mengembangkan ben­tuk terhadap pene­mua­nya. Ungkapan spontanitas dari ung­kapan kreativitasnya, se­hingga kehadiran sebuah ka­rya sketsa  lebih cendrung pada pengungkapan yang essensi da­ri pada obyek yang ditampil­kan. Spon­ta­nitas yang ekspresi  merupakan hal utama dari ung­kapan seorang pelukis yang meng­han­dalkan rasa dan intui­si.

Dalam sketsa, elemen uta­ma adalah garis  yang menjadi sebagai media dalam meng­ung­­kapkan ekspresi, emosi dan karakteristis. Sketsa, iden­tik dengan garis  sebagai basis utamanya.

Dalam dunia senirupa, ga­ris adalah elemen yang fundamental sebagai bahasa rupa (vi­sual). Garis dalam sketsa, memiliki peran dalam ungka­pan rupa, memberikan energi eks­presi dengan konsep  este­tik dan nilai artistik. Garis mampu memperkuat elemen  plastis, obyek, peristiwa, per­jalanan, realitas, batas.  Garis mampu membangun emosi, pe­mi­kiran dan perasaan. Sti­mulasi dalam ek­sistensi de­ngan kesadaran nilai artistik per­so­nal mengalami penye­garan dengan suasana  re­krea­tif dalam membangun empati dan in­terprestasi.

Adanya kepekaan, keper­du­lian, aksi  reaksi, pros­es ge­netik, lingkungan, etnik, buda­ya dan bangsa. Pengungkapan bentuk mampu mengungkap­kan imajinasi terhadap eksis­tensi dari keberadaan sebuah karya seni. Merujuk pada pe­maknaan, sebagai tranformasi  ung­kapan, dalam mewujud­kan manifestasi dari na­rasi dan pe­ngalaman  rasa  serta  empati.

Keindahan itu adalah rasa. Rasa memiliki  mak­na kehi­dup­an. Setiap benda pada ha­ke­kat­nya memiliki gerak. Yang bergerak itu justru bukan pada benda, tetapi pada diri kita. Ber­gerak sebagai sumber kehidupan. Mem­ba­ngun rasa dalam keseimbangan kehidup­an, sebuah kecerdasan hidup, menjadi ke­har­monisan nilai spiritual dengan kebutuhan  jas­maniah.

Kreativitas hanya berpijak pa­da eksplotasi per­sonal da­lam penjelajahan khasanah pen­ciptaan, memiliki orientasi identitas diri. Em­pati menjadi stimulus untuk menampung ge­taran  emosi melalui ekspe­ri­men secara to­talitas dalam ber­karya.

Kedekatannya pada obyek me­rupakan se­buah  komunika­si rasa, yang saling erat da­lam sebuah empati. Pemahaman dan pe­ngem­bangan kreativitas dan imajinatif merupakan kon­templasi kekuatan jiwa (spritu­al) terhadap kepekaan akan nilai-nilai kebenaran yang mem­bentuk sikap dan pemak­naan.

Agus Koecink, Lahir di Tu­lungagung, 31 De­sember 1967. Pendidikan Sekolah Tinggi Ke­senian Wilwatikta Su­rabaya, Jurusan Seni Rupa Murni. Agus mengungkapkan em­pa­tynya atas sebuah peris­tiwa spiritual. Di­jabarkan da­lam kesan ungkapan yang de­ko­ratif melalui  figur-figur se­derhana. Men­ci­rikan sebuah ke­khasan.

Pada sketsanya  Wanita Sem­bahyang, ber­diri tegak di depan latar  dengan membawa Hio. Terungkap kepolosan eks­presinya untuk me­lakukan persembahan. Suasana hening seakan memberi makna keku­a­tan spritual. Sajian ter­hampar serta sosok patung meyim­bol­kan para de­wa. Di latar be­lakangi dengan  lampu lampi­on berjajar, memaknai sebuah sumber cahaya. Cahaya kehi­dupan dari ka­um­nya untuk me­nyampaikan persembah­an­nya.

Garis-garis sketsa Agus Koecink sederhana tetapi me­nyiratkan kelincahan dalam ung­kapan bentuk yang seder­hana. Mampu mengungkap­kan imajinasi terhadap eksis­tensi dari keberadaan sebuah karya senirupa. Merujuk pada pemaknaan sebagai tranfor­ma­si  ungkapan  dalam mewu­jud­kan manifestasi dari narasi dan pengalaman rasa serta  em­pati.

Garis-garis ini juga untuk menggambar, karena mereka me­nekankan eksistenssi ob­yek-obyek dimensional. Me­re­­ka muncul di balik bentuk-ben­tuk. Membuat suatu ruang kosong, untuk diisi dengan mo­zaik bidang warna. Hal ini secara gradual menciptakan ben­tuk dan mengasumsikan as­pek tiga dimensi benda-ben­da (The Functional Line in Painting, Aaron Berkman , 1957, 62).

Dengan garis minimal mampu meng­ung­kapkan se­bu­ah ekspresi. Adanya emosi, di­namika, bentuk, dimensio­nal dari keruangan yang diwu­judkan sebuah garis.

Hal dengan karya sketsa Se­orang Perem­puan  bersim­puh dalam sembahayang. Agus meng­ungkapan  seorang perempuan duduk ber­simpuh memegang Hio menghadap Altar, pe­nuh dengan sesajian. Perempuan itu me­natap tajam,  sedang pada bagian  belakang­nya tergambar gunung, kelen­teng, jejeran ru­mah pemuki­man. Seakan memohon  ke­mak­mu­ran, ketentraman, kea­manan dan kesejukan.

Karya-karya sketsa Agus Koecink, meng­gambar ten­tang kegiatan spiritual  masya­ra­kat Tionghoa. Dengan ung­kapan sederhana, ber­kesan dekoratif, tetapi kekentalan nilai spi­ritual tersirat dengan kuat.

Sketsa adalah gurat ekspre­si  dan  pikir, dilandasi dengan keinginan menuangkan pera­sa­an tanpa sebuah tendensi tertentu. Dia begitu me­ngalir bersamaan mengalirkan emo­si, pe­rasaan dan penjelajahan kreativitas. Mengu­tamakan  garis sebagai ungkapan  ter­dalam, pada sebuah pemakna­an sebagai karya seni. Ini  mencitrakan sebuah pemak­naan kehidupan ma­nusia,  da­lam hidup dan kehidupannya.

Penulis; pemerhati senirupa  tinggal dan menetap di Bogor

()

Baca Juga

Rekomendasi