Yang Memiliki Arti Khusus

“Fenomena Angka 8”

Oleh: Bhikkhu Aggacitto

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa

DIKALANGAN masyarakat saat ini banyak yang memiliki kepercayaan bahwa “angka 8” memiliki sesuatu arti yang khusus; diyakini angka 8 memiliki pengaruh terhadap sesuatu dampak pada kehidupan, yang banyak diartikan angka delapan memiliki pengarug pada keberuntungan, kesuksesan, keselamatan, kebahagiaan dll. Didalam ajaran Buddha sendiri memang mempunyai nilai keramat, “angka 8” merupakan salah satu bagian dari tahapan yang akan mengubah manusia menjadi manusia yang luhur dan mulia. Tahapan tersebut adalah 'Jalan Berunsur Delapan' (ariya atthangika magga). Atau biasa dikenal sebagai 'Jalan Tengah' (majjhima patipadâ). oleh karena 'Jalan' ini menghindari dan berada di luar cara hidup yang ekstrim, yaitu: pemuasan nafsu yang berlebih-lebihan dan penyiksaan diri; dan sekaligus mengajarkan suatu cara berpikir di tengah tengah yang menghindari kedua kutub pandangan, yaitu pandangan tentang 'kekekalan' (eternalisme, sassata-ditthi) dan 'kemusnahan' (nihilisme, ucchedda ditthi). Dengan ajaran ini kita dapat membedakan antara unsur-unsur mulia dan tidak mulia (ariya-anariya), baik dan buruk (kusala-akusala), berguna dan tidak berguna (attha-anattha), benar dan salah (dhamma-adhamma), tercela dan tidak tercela (savajja-anavajja), jalan hidup yang terang dan jalan hidup yang gelap (tapaniya-anatapaniya); (Anguttara Nikaya V, 274-285).

Jalan Berunsur Delapan bukanlah terdiri atas delapan buah jalan, yang harus diikuti satu demi satu atau dilaksanakan secara terpisah. Jalan Berunsur Delapan ini sebenarnya adalah "satu jalan" yang mempunyai delapan faktor kesatuan di dalamnya. Yang diharapkan dilakukan secara bersamaan, dan tahapan sebagaimana kemampuan yang kita miliki. Jalan Berunsur Delapan tersebut terdiri atas :

1. Pandangan Benar (samma-ditthi)

Pandangan Benar ialah pengertian terhadap segala sesuatu menurut hakekat yang sebenarnya; penyadaran dan penglihatan kedalam Empat Kesunyataan Mulia. Dengan kata lain, langkah yang pertama sekali pada jalan itu dimulai dengan memperoleh suatu pengertian yang jelas terhadap prinsip pokok Buddha Dhamma tentang sifat saling bergantungan yang universal.

2. Pikiran Benar (samma-sankappa)

Pikiran Benar ialah pikiran yang bebas dari hawa nafsu (raga), kemauan buruk (byapada), kekejaman (vihimsa) dan semacamnya; yang diwujudkan dalam bentuk cinta kasih terhadap semua mahluk. Dengan memiliki pikiran benar ini seseorang dapat membebaskan dirinya dari semua pikiran mementingkan diri sendiri, kemauan buruk, kebencian dan kekerasan dalam semua lingkungan hidup, baik individuil maupun sosial.

3. Ucapan Benar (samma-vaca)

Ucapan Benar mencerminkan tekad untuk menahan diri dari ucapan yang tidak benar (musavada); memfitnah (pisunavaca) yang dapat menimbulkan kebencian, permusuhan, perpecahan dan ketidakrukunan antara individu-individu atau golongan-golongan; ucapan kasar, pedas, tidak sopan, jahat dan caci maki (pharusavaca); perkataan-perkataan yang tidak bermanfaat, sia-sia serta pergunjingan (samphappalapa). Sebaliknya, ia adalah "seorang pembicara benar, manusia yang benar, dapat dipercaya, dapat diandalkan, bukan penipu dunia. Bila telah mendengar sesuatu di sini, ia tidak akan menyampaikannya di tempat lain untuk menimbulkan perpecahan dengan orang-orang di sini, atau setelah mendengar sesuatu di tempat lain, ia tidak akan menyampaikannya di sini untuk menimbulkan perpecahan dengan orang-orang di sana. Kerukunan merupakan kunci ketentraman, kedamaian dan kebahagiaan; kerukunan adalah tujuan pembicaraannya. Ia bisa mengucapkan kata-kata yang lembut, enak didengar, menyenangkan, menarik hati, sopan santun dan damai kepada banyak orang. Ia adalah seorang yang berbicara pada saat yang tepat, sesuai dengan kenyataan, tentang kebajikan, tentang Dhamma dan tentang Vinaya. Ia mengucapkan kata-kata yang bernilai." (Majjhima Nikaya, I. 345).

4. Perbuatan Benar (samma-kammanta)

Perbuatan Benar berarti mengembangkan kelakuan bermoral, mulia dan damai, yang dapat diwujudkan dengan melaksanakan Pañcasila Buddhis dalam aspek negatif dan posotifnya; yaitu tidak melakukan penderitaan bagi makhluk lain atau pembunuhan, melainkan mengembangkan cinta kasih dan kasih sayang terhadap semua mahluk; tidak melakukan pencurian atau pengambilan barang sesuatu yang tidak menjadi haknya, melainkan melaksanakan kemurahan hati dan kedermawanan (Caga); tidak melakukan perbuatan-perbutatan asusila atau melakukan hubungan yang salah, melainkan melaksanakan kesucian dan pengendalian diri; tidak mengumbar ucapan-ucapan yang tidak benar, melainkan melaksanakan kejujuran dan kesetiaan; tidak minum-minuman yang memabukkan, atau obat-obat bius, melainkan meningkatkan kewaspadaan. Na jacca vasalo hoti, na jacca hoti brahmano, Kammana vasalo hoti, kammana hoti brahmano. "Bukan karena kelahiran seseorang menjadi tidak mulia atau hina, Bukan karena kelahiran seseorang menjadi mulia, Tetapi perbuatan atau tingkah lakulah yang menentukan seseorang hina atau mulia." (Vasala Sutta, Sutta Nipata.136)

5. Penghidupan Benar (samma-ajiva)

Penghidupan Benar berarti menghindarkan diri dari memperoleh penghasilan atau mata pencaharian yang menyebabkan kerugian orang lain, penipuan, penghianatan, pemerasan seharusnya tidak dilakukan. Lima bentuk perdagangan yang seharusnya dihindari, yaitu: memperdagangkan senjata, mahluk hidup, daging, minum-minuman keras (termasuk obat-obat bius) dan racun (Anguttara Nikaya, III. 153)

6. Usaha Benar (samma-vayama)

Usaha Benar mempunyai dua segi. Dalam segi negatifnya adalah suatu kemauan yang kuat untuk mencegah timbulnya keadaan-keadaan demikian yang telah ada dalam batin. Dalam segi positifnya adalah suatu kemauan yang kuat untuk menumbuhkan dan mengembangkan keadaan-keadaan batin baik dan sehat yang belum ada, dan meningkatkan serta menyempurnakan keadaan-keadaan demikian yang telah ada dalam batin. Dengan dua seginya yang telah dituliskan di atas, Usaha Benar terdiri atas empat macam : usaha untuk menahan diri, usaha untuk meninggalkan, usaha untuk membangun dan usaha untuk memelihara (Anguttara Nikaya, II.83).

7. Perhatian Benar (samma-sati)

Perhatian Benar berarti melatih diri agar benar-benar sadar, penuh perhatian dan waspada terhadap kegiatan-kegiatan tubuh (kaya), perasaan-perasaan indera (vedana), kegiatan-kegiatan pikiran (citta), dan ide-ide, konsepsi-konsepsi dan semua gejala batin (dhamma). Kesadaran adalah jalan menuju kekekalan; kelengahan adalah jalan menuju kematian. Orang yang sadar seolah-olah tidak akan mati, Tetapi orang yang lengah seperti orang yang sudah mati (Appamada Vagga; II-21 ).

8. Konsentrasi Benar (samma-samadhi)

Konsentrasi Benar berarti pemusatan pikiran yang ditujukan pada obyak yang baik, sehingga batin mencapai suatu keadaan yang lebih tinggi dan lebih dalam. Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut : "Bebas dari nafsu-nafsu indria dan pikiran jahat, ia memasuki dan berdiam dalam Jhâna pertama, di mama vitakka (penempatan pikiran pada obyek) dan vicara (mempertahankan pikiran pada obyek) masih ada, yang disertai dengan kegiuran dan kebahagiaan (piti dan sukha). Dengan menghilangkan vitakka dan vicara, ia memasuki dan berdiam dalam Jhâna kedua, yang merupakan ketenangan batin, bebas dari vitakka dan vicâra, memiliki kegiuran (pîti) dan kebahagiaan (sukha) yang timbul dari samâdhi. Dengan memasuki serta berdiam dalam Jhâna ketiga, ia meninggalkan kegiuran, hanya berdiam dalam ketenangan, penuh perhatian, benar-benar sadar, dan ia merasakan tubuhnya dalam keadaan nikmat. 

Dengan menyingkirkan perasaan bahagia dan tidak bahagia, meninggalkan pikiran gembira dan sedih, ia memasuki dan berdiam dalam Jhâna keempat, keadaan yang benar-benar seimbang dan penuh perhatian murni, di mana kebahagiaan dan kesedihan tidak dapat menyentuh batinnya".

Hal-hal yang telah disebutkan di atas adalah delapan unsur dari Jalan Tengah seperti yang diterangkan dalam Kitab Suci Tipitaka (pâli). Agama Buddha menganggap Jalan Berunsur Delapan ini sebagi satu-satunya jalan untuk menuju lenyapnya dukkha- Nibbâna. Mengenai Jalan Berunsur Delapan ini Sang Buddh bersabda : "O..para bhikkhu, apabila dibandingkan dengan hal-hal lain yang bersyarat (sankhata dhamma), Jalan Berunsur Delapan adalah yang terbaik di antara mereka. Barangsiapa yakin terhadapnya, ia memiliki keyakinan dalam hal yang terbaik; dan barangsiapa memiliki keyakinan dalam hal terbaik, akan memperoleh hasil yang terbaik" (Anguttara Nikaya, II. 44).

()

Baca Juga

Rekomendasi