Rina dan Kreasi Batik Motif Sumut

 

Oleh: Dedy Hutajulu.

TERBIASA mengekor dosennya ikut workshop telah 'menjerumuskan' Rina Mulyani (23), mahasiswa Seni Rupa Unimed ke lembah cinta perbatikan Sumatera Utara.

Siang itu, seusai menuntaskan salat zuhur, wanita muda kelahiran Lhokseumawe, Aceh itu mojok di teras jurusan seni rupa FBS Unimed. Wajahnya bersih dan segar meski menjalani puasa. Ia lalu berpindah ke pondok di depan pelataran FBS.

Duduk bersila sembari menceritakan tentang arah hidupnya yang membelok ke dunia perbatikan. "Saya sering ikut Pak Wahyu  kalau lagi workshop. Dari situ saya penasaran gimana caranya membatik," ujarnya.

Rasa penasarannya yang tinggi menggiringnya untuk terus mencari tau bagaimana membatik, melukis pakai canting, menyusun pola dan menyiapkan pakaian jadi. Demi memuaskan dahaganya akan ilmu perbatikan, mahasiswa angkatan 2011 itu kemudian makin rajin ikut workshop dan menjadi pengunjung rutin sanggar  Wahyu.

Wahyu Triadmojo yang biasa disapa Pak Wahyu adalah ketua Jurusan Seni Rupa Unimed. Ia bergelar doktor. Ia sungguh familar dengan aneka rupa seni rupa. Ia amat menggandrungi seni sampai-sampai ia mendirikan sanggar seninya sendiri sebagai sarana berkesenian sekaligus wadah untuk belajar seni rupa bagi siapa pun yang berminat.

Di sanggarnya itu pula Rina 'terjebak' lalu memutuskan mencintai batik hingga hari ini. Putri pasangan Gamal dan Masinah itu makin hari kian mencintai batik. Ia bahkan sedang menggali motif-motif batik khas Sumatera Utara. Teranyar ia memodifikasi motif batik khas Simalungun dan Toba.

Batik bermotif khas Simalungun atau Toba hasil modifikasinya itu pernah diganjar dewan juri sebagai juara 2 dalam lomba desain motif batik yang digelar Pemko Medan pada hari Koperasi Nasional, Juni 2014 silam.

Tak sampai di situ,  batik modifikasinya itu bahkan telah beberapa kali dipamerkan di sejumlah workshop yang diselenggarakan di hotel-hotel elit di Medan. I a memamerkan  kain panjang 2 meter dengan batik bermotif Simalungun.

Rina tergolong anak yang gigih dan kreatif. Semenjak mencintai batik di awal semester tiga, hingga kini ia telah menorehkan 20 jenis motif batik karya modifikasinya sendiri. Dan ia belum juga berhenti. Amunisinya masih melimpah. "Saya masih akan mencoba desain baru," pungkasnya.

Ia mengaku sangat senang bisa belajar membatik, menciptakan pola baru, memakai canting, atau melahirkan desain-desain baru. Dengan membatik ia makin mengagumi kehebatan daya cipta nenek moyang kita di masa lalu, yang menorehkan aneka rupa seni perbatikan.

Lewat membatik, ia juga belajar melatih kesabarannya sekaligus ketelitiannya. "Saya sangat senang bisa mengalami proses membatik dan menghayati kedalamam desainnya. Ini budaya kita yang adiluhung yang terus dilestarikan," katanya.

Belakangan ini ia makin rajin memodifikasi motif-motif batik. Namun target dia sebenarnya menggali motif-motif lain khas daerah-daerah di Sumut yang masih terpendam. Ia berhasrat bisa menggali lebih banyak untuk kemudian dibumikan sehingga orang tahu kekayaan budaya  dan kehebatan daya cipta nenek moyang orang Sumatera. "Saya berharap suatu saat punya butik khusus batik buatan saya sendiri," pungkasnya.

()

Baca Juga

Rekomendasi