Oleh: DR.- Ing. Andy Wahab Sitepu.
SELAKU negara agraris Indonesia memiliki penduduk yang banyak berprofesi sebagai petani dan kilang padi. Apalagi negara ini sedang menggalakkan program ketahanan pangan untuk mencapai swasembada pangan. Maka semakin banyak para ahli padi yang terampil dapat mendampingi pemerintah dan masyarakat untuk menentukan keaslian (beras alami) berdasarkan bentuk fisik beras plastik tersebut. Bila perlu, dapat dilanjutkan ke laboratorium untuk memeriksakan sifat-sifat biologi dan kimianya.
Istilah plastik sebenarnya telah lama tak terpisahkan dari kemasan bahan pangan. Namun kini seolah-olah telah merupakan bahan pangan dengan nama beras plastik. Untuk mempermudah identifikasi, yang mana beras asli alami dan yang mana beras plastik, berikut ini diuraikan singkat tentang persamaan dan perbedaan bahan pangan dan bahan plastik sintetik. Plastik (Bahasa Yunani) artinya “yang dapat dibentuk”.
Jadi sudah pasti beras plastik bukan produk asli yang berasal dari tanaman padi. Berkat bahan polimer yang mudah dibentuk, maka istilah plastik bisa dikenal dunia. Bahan polimer ada yang alami dan yang kimiawi/sintetik.
Polimer yang berasal dari bahan alami dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan misalnya zat tepung (karbohidrat) yang juga merupakan kandungan utama beras. Selain itu beras juga mengandung sedikit protein dan lemak. Dalam jumlah yang sangat kecil terdapat mineral dan vitamin. Pada masa generatif tanaman padi menghasilkan malai. Di dalamnya terbentuk suspensi putih yang mengandung mono-/oligosakarida dan juga enzim. Melalui reaksi enzimatik, sakarida-sakarida berpolimerisasi sambil melepaskan molekul air dan membentuk karbohidrat yang kering/keras, agar tahan disimpan.
Seluruh proses pembentukan zat tepung hingga berbentuk bulir-bulir bisa terjadi, berkat adanya kemurahan Tuhan Yang Maha Pengasih. Dengan mekanismus yang sama, karbohidrat terbentuk juga pada jagung, ubi, sorgum, sagu, gandum, dll. yang juga merupakan sumber karbohidrat. Makanya karbohidrat dapat dihasilkan dari berbagai komoditi.
Demikian juga untuk produk-produk yang menggunakan tepung beras sebagai sumber karbohidrat, dapat digantikan atau disubstitusikan sebagian dengan tepung-tepung tersebut di atas, tergantung pada nilai ekonomisnya. Memang lidah biasa berbohong, namun tak bisa dibohong, citarasa dan ciri-ciri khas lainnya akan mengaku sendiri.
Dibandingkan dengan substitusi tepung beras, substitusi bulir-bulir beras lebih rumit. Saat ini belum ekonomis, meskipun teknis bisa direalisasikan. Untuk membuat bulir yang sama dengan bulir beras aslinya dibutuhkan serangkaian unit operasional yang dapat bekerja presis, seperti plastizier, extruder dilengkapi pembentuk bulir beras, pemulus permukaan. Jadi lebih baik tanamlah padi untuk menghasilkan beras.
Tidak Menguntungkan
Sekali pun memakai polimer sintetik sebagai beras plastik, tidak akan menguntungkan karena bahannya akan lebih mahal dari beras alami. Polimer sintetik dihasilkan secara kimiawi. Dengan bantuan katalisator/inisiator dan sejumlah energi barulah monomer sintetik dapat berikatan satu sama lainnya membentuk polimer sintetik.
Agar plastik memiliki sifat lentur dan tidak terlalu kaku, biasanya polimernya diberi lagi zat pelembut yang biasanya dapat menguap. Bukan saja pelembut, sisa monomer yang tidak terpolimerisasi sempurna juga dapat terdesak keluar dari benda plastik.
Berdasarkan sifat polimer sintetik ini, dapatlah kita identifikasikan beras plastik. Baik pelembut maupun sisa monomernya dapat ditandai dengan aroma khas plastik baru ataupun rasa pedih di mata. Tanda-tanda ini dapat diperjelas melalui pemanasan ataupun pembakaran benda-benda plastik tersebut.
Dari uraian di atas jelas terlihat, bahwa untuk memperoleh monomer saja, plastik harus menggantungkan nasibnya pada produk turunan dari hasil fraksinasi gas dan minyak bumi yang membutuhkan investasi proses pengolahan. Padahal industri kimia kini sedang menghadapi krisis bahan bakar dan berusaha untuk memperolehnya dari tumbuh-tumbuhan.
Selain ditinjau dari sifat plastik dan segi ekonomisnya, dapat juga diperhatikan adanya perbedaan beras tersebut sebelum dan setelah dimasak. Mati lampu di tengah malam manusia sakit pun masih mampu mengeluarkan rumput dari mulutnya, ketika makan sayur kangkung yang ditumis terasi pedas. Apalagi plastik, pasti akan keluar sendiri, karena air liur manusia hanya mengandung enzim-enzim yang bertugas untuk mencerna makanan manusia. Berkat enzim pengurai karbohidrat lah manusia dapat membedakan nasi atau plastik.
Berdasarkan uraian singkat di atas, mudah-mudah kita semua bisa tenang menghadapi isu-isu tentang beredarnya beras plastik. Yang perlu kita khawatir mungkin adanya:
Kegiatan mempercantik penampilan beras rusak;
- Pengolahan beras/komoditi lain yang rusak menjadi bahan baku untuk produk lain;
- Pemberian zat kimia berbahaya sebagai pengawet dan untuk meningkatkan selera beli konsumen;
- Beras asli bercampur bahan ikutan yang berbentuk serupa.
Jadi kalau beli beras, pilih lah yang alamiah dan segar serta bebas bahan ikutan. Beras yang segar dapat diketahui dari aroma khasnya, bukan yang diberi pewangi; bening tidak berwarna hingga kekuningan. Semakin kabur, semakin kurang segar. Semakin kecil bintik putih di dalam bulir beras, semakin segar, kering, tidak berkutu. ***
Penulis adalah pakar Bioteknologi, Teknologi Polymer & Reaktor-Katalisator - Universitaet Erlangen-Nuernberg dan pakar Teknologi Proses Pengolahan Pangan- Technische Universitaet Karlsruhe.