Oleh: Risya Pramana Situmorang. Problematika guru adalah isu yang tak pernah ada habis-habisnya. Dapat dikatakan bahwa profesi guru selalu berhadapan dengan masalah-masalah yang besar dan penuh dilema. Padahal guru adalah salah satu faktor yang menentukan kemajuan bangsa melalui pendidikan. Sangat disayangkan bahwa di satu sisi profesi guru sebagai profesi yang dianggap sangat mulia namun disisi yang lain masalah yang mendera guru pun tak pernah ada habis-habisnya. Sungguh amat disayangkan bahwa permasalahan yang dihadapi profesi guru pun seakan sulit untuk ditemukan jalan keluarnya.
Sekarang ini, profesi guru sedang menghadapi kebimbangan karena harus menjalani PPG (Pendidikan Profesi Guru). Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 87 tahun 2013 tentang Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan. Permendikbud tersebut menyebutkan bahwa lulusan sarjana pendidikan melalui lembaga pendidik tenaga pendidikan (LPTK) tidak secara otomatis memperoleh izin untuk mengajar atau akta empat. Artinya, setelah lulus menjadi sarjana pendidikan masih ada beban yang dihadapi oleh lulusan sarjana pendidikan untuk menempuh PPG selama satu tahun.
Namun sayangnya, hingga sekarang bentuk pelaksanaan serta instrumen PPG masih belum jelas. Belum adanya kepastian dari pemerintah tentang pelaksanaan dan lembaga penyelengara PPG membuat pada sarjana baru menjadi bingung. Belum lagi tiap tahunnya banyak sarjana pendidikan baru yang diluluskan oleh kampus-kampus LPTK.
Selain itu, program PPG yang ingin dijalankan ternyata tak hanya dapat diikuti oleh peserta yang berasal dari kependidikan/ LPTK tapi juga dari non kependidikan. Kondisi ini yang semakin membuat para sarjana pendidikan dirugikan karena lulusan sarjana pendidikan akan bersaing dengan sarjana non kependidikan. Implikasinya, ruang pekerjaan bagi sarjana pendidikan yang akan semakin sempit. Padahal di sisi yang lain, calon sarjana pendidikan pun membutuhkan kepastian mengenai ketersediaan lowongan kerja ketika hendak menyelesaikan kuliah. Fenomena semacam ini dikhawatirkan akan membuat angka pengangguran semakin tinggi akibat lapangan kerja yang terlalu sedikit.
Bekali dengan Keahlian
Kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah sebenarnya membuat para sarjana pendidikan pun banyak dirugikan. Karena selain tidak dapat langsung menjadi guru, mereka pun harus bersaing dengan lulusan non kependidikan. Padahal, sarjana pendidikan telah mendapatkan pelatihan mengajar di kelas, belajar mata kuliah yang menjurus ke arah pendidikan, serta bekal lainnya yang berbasis kepada peserta didik, sekolah, maupun pembelajarannya.
Bentuk persaingan yang dibuka lebar oleh pemerintah pun semakin nyata. Dalam pelaksanaannya saat ini, keterbatasan kuota penerimaan calon guru bersertifikat di pendidikan profesi guru juga menimbulkan kekhawatiran pada mahasiswa program keguruan dan ilmu pendidikan. Di LPTK negeri baru tersedia asrama untuk menampung sekitar 7.000 mahasiswa, padahal diperkirakan kuota pendidikan profesi guru sekitar 40.000 orang (Kompas, 19 Juni 2015).
Perbandingan kuota penerimaan dan jumlah lulusannya terlalu timpang maka akan masalah baru bagi calon sarjana pendidikan. Karena ketika lulus kuliah maka akan membuat tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi sarjana pendidikan. Untuk itu pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi perlu untuk memperhatikan kondisi ini.
Melihat permasalahan tersebut, sudah saatnya Universitas berbenah diri dengan membekali mahasiswa program pendidikan dengan keahlian lain di luar bidang pendidikan. Saat kuota penerimaan guru terbatas, sarjana pendidikan harus mampu bertahan dengan beralih pekerjaan di bidang lain. Sebab dunia kerja tidak selalu sejalan dengan ilmu yang diperoleh dari perkualiahan.
Untuk itu, mahasiswa program pendidikan harus mampu menggali potensi lain di luar keahlian akademik jurusannya.
Selain itu, mahasiswa program pendidikan pun diharapkan terlibat aktif dalam organisasi dengan melatih jiwa kepemimpinan serta memiliki jiwa wiraswasta.Karena kemampuan tersebut dapat menjadi bekal dalam menghadapi dunia pekerjaan yang menuntut kompetensi pribadi selain akademik.
Universitas sebagai wadah yang menghasilkan calon sarjana pendidikan harus memberi perhatian terhadap pemenuhan pembekalan kompetensi lain. Universitas harus aktif dalam menggelar pelatihan-pelatihan yang dapat menggali kemampuan dan potensi mahasiswa di luar aspek pendidikan secara kontinu.
Universitas harus peka terhadap kondisi yang mendera para mahasiswa bidang program pendidikan saat ini. Program pelatihan kepemimpinan dan pengabdian masyarakat bagi mahasiswa akan membantu mahasiswa dalam menghadapi dunia kerja ketika lulus nantinya. Universitas kemudian harus memberikan sertifikat bagi mahasiswa yang mengikuti pelatihan sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan saat melamar pekerjaan. Persaingan kompetensi dan terbatasnya lapangan pekerjaan akan menjadi tantangan bagi lembaga pendidik tenaga kependidikan untuk benar-benar mempersiapkan mahasiswanya menghadapi dunia kerja.
Penutup
Persoalan bagi calon sarjana pendidikan merupakan tantangan sekaligus perbaikan terhadap dunia pendidikan. Pemerintah harus menjamin pelaksanaan pendidikan berjalan dengan seimbang. Perlunya pembenahan aspek pendidikan profesi guru melalui infrastruktur yang memadai, serta keterlibatan LPTK swasta dalam penyeleggaraan profesi guru dipandang akan memberi kesempatan bagi semua pihak melihat keterbatasan kuota akibat matangnya pendidikan profesi guru. Dalam pelaksanaannya, pemerintah harus menyiapkan dosen khusus yang terlibat dalam pelaksanaan pendidikan profesi guru agar semua lini dalam tataran implementasinya dalam berjalan dengan baik.
Pemerintah pun harus mempertimbangkan kembali kebijakan yang diambil sebab telah merugikan sarjana pendidikan karena dengan PPG satu tahun lamanya, sarjana non kependidikan bisa menjadi guru. Dengan kata lain sarjana non kependidikan telah merebut porsi lapangan pekerjaan sarjana pendidikan. Dengan demikian, perlu adanya solusi alternatif bagi sarjana pendidikan untuk tidak disertakan dalam pendidikan profesi guru karena luarannya sudah jelas yaitu menjadi guru. Karena pendidikan harus dibawa ke arah yang jelas termasuk guru. Semoga. ***
Penulis adalah dosen di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga