Medan, (Analisa). Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan IV kapasitas 3x30 megawatt (MW) segera dibangun di Desa Tangga dan Desa Lubu Rappa, Kecamatan Aek Songsongan, Kabupaten Asahan.
“Peletakan batu pertama pada Agustus mendatang. Kami mengharapkan langsung dihadiri Presiden Joko Widodo. Kami sudah menyampaikan surat kepada Bapak Presiden soal ini,” sebut Kabag Humas PT Berkat Bina Karya, Ramli Asshiddiqi SH didampingi Direktur Keuangan M Fauzan Habib Parinduri ST dalam jumpa pers di Medan, Rabu (22/7).
Dia menjelaskan, proyek senilai Rp3 triliun itu diperkirakan selesai dalam waktu dua tahun sejak peletakan batu pertama. “Direncanakan pekerjaan seluruhnya selesai pada 2017,” ucapnya.
Menurutnya, perusahaan sudah memulai mengurus perizinan dari 2005. Semua prosedur diikuti. Untuk sampai pada tahap akhir ini, pihak perusahaan sudah menggelontorkan Rp50 miliar.
Sampai saat ini, lanjutnya, mereka sudah mengantongi segala perizinan. Termasuk izin pinjam pakai kawasan hutan untuk PLTA Asahan IV seluas 165,49 hektare. Izin ini sesuai Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal nomor 34/1/IPPKH/PMDN/2015 tanggal 17 Juni 2015.
“Setelah keluar izin pinjam pakai hutan lindung dari BKPM ini, maka kami mengurus izin mendirikan bangunan (IMB) dari Bupati Asahan. IMB sudah diterbitkan 7 Juli 2015,” tambahnya.
Sekarang, lanjut Ramli, mereka masih menunggu sertifikasi bendungan dari Kementerian Pekerjaan Umum. “Kami sudah 8 kali mengikuti sidang di balai bendung. Mereka juga sudah turun ke lokasi proyek. Sudah tidak ada masalah,” ungkapnya.
Reboisasi
Ditambahkan, sebagai konsekuensi pemakaian hutan lindung untuk lokasi proyek, mereka dibebankan untuk mereboisasi lahan seluas 179,5 hektare sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.1154/Menhut-V/RHL/2015 tanggal 24 April 2015. “Dalam tiga tahun ini, kami harus selesai melaksanakan rehabilitasi daerah aliran sungai di Desa Tormatutung dan Lumban Dolok, Kecamatan Bandar Pulau, Asahan sesuai keputusan tersebut,” sebutnya.
Ramli mengaku, berbagai liku perizinan dan prosedur tersebut tak jadi persoalan. Namun yang paling lama, penerbitan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang mencapai dua tahun. “Untuk Feasibility Study (FS) dan Detail Engineering Design (DED) kami menggunakan konsultan dari ITB,” jelas Ramli.
Jika proyek ini jalan, pihak perusahaan segera break event point (BEP) dalam waktu 12 tahun. “Kami perkirakan dalam 12 tahun sudah BEP setelah dikeluarkan 60 persen cicilan modal dan 20 persen biaya operasional. Ini kalau harga sepuluh ribu rupiah per kWh,” sebutnya.
Dia berharap, masyarakat khususnya di kawasan proyek mendukung penuh pembangunan PLTA Asahan IV ini. “Soal lahan, walaupun di kawasan hutan lindung, tapi sudah ditanami sawit dan karet oleh masyarakat. Tanaman itu kami ganti untung. Sekarang sedang diinventarisir tim dari Kabupaten Asahan berapa yang harus perusahaan ganti,” jelasnya.
Untuk pengerjaannya, tambah Ramli, mereka sudah mengantongi kesepakatan dengan kontraktor asal Tiongkok yakni dari Powerchina Xibei Engineering Cooperation Limited. Mereka juga menyiapkan alternatif kontraktor dari Jerman yakni Evinta Project Management, Gamgh Germany. “Untuk kontraktor asal Tiongkok, kami sudah ada MoU,” ucapnya.
Dia melanjutkan, pembangunan pembangkit ini setidaknya menggunakan 100 tenaga kerja. “Sesuai perjanjian, 60 tenaga kasar dari pekerja lokal,” tambahnya.
Ditanya ke mana dijual listrik yang dihasilkan, menurut Ramli, sebagai swasta murni, mereka bebas menjual listrik apakah ke PT PLN (Persero) maupun ke BUMN lainnya seperti PT Inalum (Persero) ataupun ke Sei Mangkei.
“Tergantung negosiasi harga nanti apakah kami jual ke PLN ataupun ke Inalum,” ungkapnya. (nai)