Oleh: Azmi TS. BUKAN seorang pelukis realisme sejati namanya, kalau tak mampu menggambarkan detail seluruh objek dengan sapuan kuas yang nyaris tanpa cela. Sang pelukis banyak mengungkapkan sisi kehidupan di ibukota metropolitan, sehingga dia digelar juga sebagai pembela kaum urban.
Tak cukup dengan predikat itu, dia juga maestro melukiskan tentang seni pertunjukkan tari terutama lengang-lenggok gadis Bali. Dede Eri Supria tak hanya dikenal jagoan memindahkan objek ke bidang kanvas mirip hasil fotografi. Juga menegaskan simpul lukisan realisme. Hal itu terlihat pada gegap gempita ‘tarian dan penari Bali’ semakin meneguhkan namanya dalam arus gaya klasik dari para pendahulunya.
Gerakan-gerakan gemulai tubuh, hentakan kaki bunyi gemerincing sipenari itulah yang terpampang dalam karya lukisan realisme Dede Eri Supria (DES). Dia dikenal jagoan menggarap objek menjadi hidup. Lukisannya gegap gempita tarian dan penari Bali ini, menegaskan namanya dalam arus gaya klasik dari para pendahulunya. DES dikenal cukup teliti dalam soal detail obyek yang dilukiskannya, sehingga sulit menemukan perbedaan hasil lukisan dengan fotografi.
Perhitungan yang tepat dan jitu soal anatomi, posisi, drapery dan komposisi warna bisa tervisualkan karena kemampuan luar biasanya. Kemampuan yang sudah diasahnya puluhan tahun itu memunculkan karya spektakuler tentang lukisan tarian Bali. DES pernah belajar di ASRI, tapi tak selesai ini, termasuk paling setia pada satu gaya saja. Beberapa lukisan tentang kaum urban (pendatang) meneguhkan namanya di mata kolektor dalam negeri juga mancanegara.
DES adalah putra kelahiran Jakarta pada tanggal 29 Januari 1956 sudah kenyang dengan kehidupan keras di ibukota. Karena kemampuan ekonomi ayahnya seorang guru yang pas-pasan, itu pula menggembleng mental dan spiritualnya bisa bertahan hidup. Tak mengendurkan tekadnya untuk hidup dari lukisan, kata anak ketujuh ini. Soal ukuran lukisan DES rata-rata besar bisa mencapai dua, hingga tiga meteran lebih. DES memburu objek lukisannya, tak hanya mengandalkan instingnya saja. Kemanapun dia pergi pasti didampingi kamera.
Berbekal kamera yang dia digunakan untuk merekam setiap kejadian di lapangan dan seterusnya dia menyelesaikan di galeri (sanggarnya). Menafsir lukisan penari Bali, DES tergambar cermin makna baru dalam menggarap karya realisme. Lukisan ‘tarian dan penari Bali’ karya DES bisa menunjukkan gaya realisme Indonesia belum sepenuhnya tercerabut. Suguhan gerakan penari bagaikan mengenang kembali kejayaan selama berabad-abad, saat ini realisme sudah sampai menuju puncak populeritasnya.
Potret penari Bali di balik lukisan Dede bukan visual fisik saja, tapi ada fenomena unik dari seorang perupa yang bergaya realisme era sebelumnya. Dari beberapa perupa yang sering menampilkan realisme ‘tarian penari Bali’ seperti; Sudarmadji, Josephine Linggar, Hasim, dan Omar Yahya. Membedakan DES dengan perupa di atas adalah soal teknik, pengemasan, dan materialnya. Teknik penghalusan sapuan kuas lukisan, penataan figur-figur, dan warna karya DES lebih hidup bahkan sanggup melampaui hasil fotografi.
Lukisan penari Bali karya DES meliputi: “Siap Tampil, Siap Pentas, Persiapan Terakhir, Persiapan Menari dan Sebelum Pertunjukan”. Lukisan bisa mengungkapkan eksotisme Busana pada;“Penari Legong I, II dan III, Penari Oleg Tambulilingan dan Keindahan Penari Bali”. Kemewahan busana penari Bali terlihat pada: “Tarian Gebyar, Tarian Sang Jenderal dan Tarian Kecak”. Lukisan bernuansa Bali DES dibuat tahun 2000 hingga 2014, dengan ukuran di atas satu meter lebih, menyiratkan simpul arus realisme ke puncaknya.
DES sosok perupa kelas wahid Indonesia, bisa mengantarkan realisme, hingga sampai ke puncaknya. Kerapian ujung bulu kuas selalu diperbaharuinya agar dapat menggoreskan warna biarpun sehelai rambut misalnya. Guratan kuas-kuas itu menopang permainan cahaya (kilauan warna) melebihi kekuatan sinar hasil olahan dari kamera (tustel). Lukisan potret penari Bali DES tak hanya menampilkan kekuatan utama realisme, tapi bisa menimbulkan tafsiran tentang ragam tarian Bali.
Seni pertunjukkan daerah Bali memang mendapatkan keistimewaan bagi maestro realisme ini. Dengan pengalaman DES melukis dan pameran puluhan tahun menambah deretan perupa realisme papan atas di Indonesia. Terutama caranya mengeksplorasi seni pertunjukkan itu tersalin persis dalam lukisannya.
DES sengaja memanfaatkan kepekaaan intuisinya. Beragam lukisan itu masih tetap pada koridor Realisme. Hasil guratan kuas DES terlihat lebih apik dan artistik. Suatu pilihan tematik yang cukup cerdas dan memukau ketika menatap lukisan itu.
Lukisan realisme gaya DES, rasanya sulit ditemukan kekurangannya. Sepatutnya lukisan potret penari Bali karya DES ini menjadi ranah baru untuk mengungkapkan simpul tentang minimnya maestro perupa realisme. Keaslian tarian Bali memang milik leluhurnya, tetapi DES menegaskan simpul itu agar tak menjadi eksklusif lewat lukisan. Lukisan itu sudah puluhan jumlahnya dilukis oleh DES didasari atas kekagumannya pada ketahanan masyarakat Bali dari pengaruh negatif ke dalam seni pertunjukkannya.