(Mimpi) Kota Medan sebagai Kota Metropolitan!

Oleh: Andryan, SH., MH.

Kota Medan pada tanggal 1 Juli 2015 genap berusia 425 tahun (1590 - 2015). Dengan hari jadinya yang dapat dikatakan lebih dari empat abad lamanya, maka sangat wajar apabila kota Medan menjadi salah satu kota besar bersejarah di Indonesia. Sebagai kota legendaris, kota Medan sudah tentu pula menjadi pusat tujuan para wisatawan mancanegara untuk berbagai maksud seperti melakukan penelitian/observasi benda bersejarah maupun hanya untuk berekreasi. Itulah, kota Medan yang memang memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan kota-kota besar lainnya di negeri ini.

Kota Medan juga tidak terlepas oleh sang ikon bernama Guru Pattimpus, yang menurut sejarahnya adalah salah seorang pendiri kota Medan. Meskipun kota Medan telah menginjakan hari jadinya yang tergolong uzur, tetapi kota Medan hingga kini masih diselimuti oleh beragam permasalahan kota yang melanda daerah kesultanan deli tersebut.

Ya, berbicara kota Medan tidak hanya melihat dari sisi sejarah keindahan kota, tetapi juga terlihat permasalahan kota Medan yang telah dikatakan sangat klasik dan hingga kini masih terus membayangi kota multi etnis itu tanpa adanya penyelesaian yang konkrit.

Beragam permasalahan klasik tersebut apabila dikalkulasikan dapat menjadi 1001 masalah, diantaranya masalah pelayanan distribusi air bersih yang setengah hati, kemacetan lalu-lintas yang kian parah, banjir yang terus membayangi, drainase yang tidak berfungsi, papan reklame yang tidak ber-estetika, jalan bak kumbangan kerbau, penyalahgunaan trotoar, jembatan penyebrangan yang hanya sebagai pajangan.

Hal itu masih dari segi fasilitas dan infrastruktur, belum lagi tingkat kejahatan yang kian tinggi serta komitmen pemimpin daerah yang hanya peduli terhadap pendirian bangunan pusat perbelanjaan modern, dibandingkan dengan benda-benda bersejarah yang kian terabaikan di kota Medan.

(Mimpi) Kota Metropolitan

Beragam masalah klasik tersebut tentunya menjadi bagian dari kota Medan yang terus bermimpi untuk menjadi sebuah kota Metropolitan. Kota Metropolitan dapat didefinisikan sebagai suatu kawasan yang merupakan aglomerasi dari beberapa kota yang berdekatan dan terkait dalam satu sistem kegiatan sosial ekonomi, termasuk prasarana dan sarana penunjangnya, dengan satu kota utama berperan sebagai inti dan kota-kota lainnya sebagai satelit.

Secara demografis bahwa kota Metropolitan berpenduduk besar dan mempunyai kepadatan tinggi yakni diatas 1 juta jiwa. Pada umumnya kota Metropolitan juga menjadi pusat kegiatan ekonomi seperti industri, jasa dan finansial dan terkait dengan sekitarnya.

Kota Medan memang sebagai salah satu kota dalam kategori Metropolitan di tanah air. Hal ini tercermin dari jumlah penduduk kota Medan yang berjumlah melebihi dari 2 juta jiwa. Tidak hanya dalam segi jumlah penduduk saja, melainkan dalam hal kegiatan ekonomi juga sebagai salah satu yang terbesar di republik ini karena bersebrangan dengan dua negara tetangga, Malaysia dan Singapura.

Meskipun kota Medan telah masuk dalam klasifikasi sebagai kota Metropolitan, tetapi dari segi sarana dan infrastruktur, kota Medan masih terlalu dini dikatakan sebagai kota Metropolitan. Jika saja dibandingkan dengan kota Metropolitan lainnya di Indonesia seperti DKI Jakarta ataupun kota Surabaya, maka kota Medan masihlah harus bermimpi lebih lama lagi untuk dapat menyandang sebagai kota Metropolitan.

Untuk mencapai mimpi menjadi kota Metropolitan, kota Medan tentunya haruslah belajar dari kedua kota yang telah lama menyandang sebagai kota Metropolitan. Bahkan, oleh kedua kota Metropolitan tersebut, sebuah kota tidak hanya membangun sarana dan infrastruktur, melainkan juga dalam mengelola daerah untuk menghasilkan pendapatan daerah yang tinggi.

Hal inilah yang tidak dimiliki oleh kota Medan dalam membangun kota Metropolitan. Kota Medan hanya disibukkan dalam membangun pusat-pusat perbelanjaan modern, tetapi lalai dalam menjaga dan merawat sarana dan infrastrukturnya. Bahkan, yang lebih kronisnya lagi, pemimpin di kota ini juga telah mengabaikan bangunan-bangunan bersejarah yang menjadi salah satu ikon kota Medan.

Terabaikannya bangunan-bangunan dan tempat bersejarah di kota Medan memang juga telah menjadi masalah klasik, meskipun pemimpin daerah ini telah silih berganti. Bangunan dan tempat bersejarah yang menjadi saksi sejarah di kota Medan telah berubah fungsi menjadi pusat kuliner yang hanya dinikmati oleh kalangan dan kelas tertentu saja. Tidak hanya perubahan fungsi, tetapi juga ada sebagian diantaranya bangunan bersejarah yang telah berpindah kepemilikan kepada pihak swasta. Inilah yang menjadi gambaran konkrit, mengapa kota Medan hingga kini masih setengah hati disebut sebagai kota Metropolitan.

Komitmen Pemimpin Kota Medan

Beragam masalah yang terus menyelimuti kota Medan sesungguhnya bukanlah sebagai kutukan, tetapi justru telah menjadi bola salju karena tidak adanya komitmen pemimpin kota Medan dalam mengatasi masalah tersebut.

Telah menjadi rahasia umum, apabila pemimpin kota Medan hanya disibukkan dalam membangun citra dirinya dan mengabaikan penyelesaian terhadap masalah tersebut. Memang benar, kota Medan dalam waktu belakangan ini telah berulangkali meraih gelar prestesius seperti Piala Adipura, Piala Wahana Tata Nugraha (WTN) ataupun menyandang predikat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap kondisi keuangan kota ini. Akan tetapi, apalah arti piala prestesius tanpa adanya bukti nyata terhadap pembangunan kualitas dari daerah tersebut.

Tidak adanya komitmen pemimpin di kota Medan dapat terlihat dari masalah-masalah klasik tersebut yang terus membayangi kota Medan. Padahal, dalam sepuluh tahun terakhir saja, kota Medan telah silih berganti pemimpin, tetapi bukannya menyelesaikan masalah melainkan kembali menambah masalah kota Medan.

Setidaknya, komitmen pemimpin daerah ini sangat diharapkan agar kota Medan segera berbenah diri untuk menjadi kota Metropolitan yang sesungguhnya, bukan justru hingga saat ini terus bermimpi untuk menjadi kota Metropolitan..!!***

Penulis adalah masyarakat Kota Medan/ Alumnus FH.UMSU.

()

Baca Juga

Rekomendasi