Di masa kini, tidak mudah bagi para istri untuk menjadi kekasih sejati. Kemajuan zaman bahkan menjadi penguji kesetiaan cinta. Terlebih, di era kesetaraan gender ini, banyak kaum perempuan yang menafsirkan bahwa perceraian dengan suami merupakan solusi dari rumah tangga yang goyah. Kenyataannya, justru para perempuan lebih berani mengajukan gugat cerai dengan alasan sang suami dilanda ujian secara finansial, sehingga kehidupan keluarga sangat kekurangan.
Padahal, seringkali Tuhan memberikan ujian dalam pernikahan agar ikatan cinta semakin erat. Seharusnya, pernikahan tiada mengenal kata bosan. Di dalam pernikahan yang membahagiakan, anakanak pun akan tumbuh dengan sejahtera. Sehingga, sudah seharusnya para istri belajar untuk menjadi kekasih sejati, yang selalu mendampingi suami dengan cinta sejati.
Mendampingi suami dengan hati yang gembira akan mendatangkan keberkahan demi keberkahan. Tak akan pernah adan benihbenih kekeruhan dalam kehidupan rumah tangga jika seorang istri memperlakukan suami layaknya kekasih sejati yang benarbenar mengisi hatinya. Tak akan ada benihbenih kebosanan dalam kehidupan rumah tangga jika seorang istri memperlakukan suaminya layaknya cinta yang diberikan seorang ibu kepada anaknya, selalu abadi, hingga kapan pun (halaman 11).
Istri yang mampu menyejukkan hati suami ibarat permata yang sangat mahal. Kehadirannya mampu menyejahterakan keluarga, memiliki kesabaran, ketabahan, dan kecerdasan cinta yang hakiki. Dalam setiap ujian kehidupan, sosok istri sejati selalu mampu memposisikan diri sebagai sahabat, kekasih, dan ibu bagi para suami. Seorang istri semestinya mampu menjadi pelipur lara suami. Ia pun harus pula menjadi istri yang taat.
Ketaatan kepada suami adalah wujud dari rasa cinta yang bersemi di dalam dada. Cinta itu suci dan abadi. Karena itu, tak mungkin ketaatan seorang kekasih (istri) kepada suami berakhir dengan kebosanan. Ketika cinta menjadi landasan, maka adanya ketaatan bukan lagi menjadi tuntutan, namun kesenangan mutlak antara istri dengan suaminya (halaman 36). Begitulah, para istri seharusnya menaati sang suami dengan penuh cinta, bukan karena terpaksa. Sebagai figur sahabat, seharusnya seorang istri mampu menjadi sahabat terbaik di atas ranjang. Selain itu, hendaknya istri menemani suami dalam urusan agama, mengatur harta suami dengan sebaikbaiknya, dan selalu berkomunikasi kepada suami tentang segala hal. Istri yang mampu menjadi sahabat suami merupakan sumber kebahagiaan dalam mahligai suci bernama pernikahan.
Agar tidak bosan, sebaiknya istri menghibur suami dengan humorhumor. Dengan humor, suasana menjadi tidak menjemukan. Istri yang memiliki selera humor tentu akan lebih disayang suami. Berdasarkan penelitian, humor penting untuk membangun dan mempertahankan kemampuan seseorang secara positif menanggapi tugas keayahbundaan dan tantangan hidup lainnya (halaman 103104)
Terdapat banyak sikapsikap sederhana istri yang mampu membuat suami bahagia. Beberapa sikap itu antara lain, tersenyum, mendoakan suami, memberikan ekspresi kerinduan, berhias hanya untuk suami, dan merespon positif setiap pembicaraan suami. Sebaliknya, sikap- sikap yang dapat membuat bahtera rumah tangga menjadi karam antara lain, menolak keinginan suami, bertengkar dengan suami, dan marah, dan lain sebagainya. Selain itu, sikap istri yang dapat menenangkan suami ialah memberikan cinta yang keibuan.
Menjadi istri sekaligus ibu berarti mengedepankan kasih sayang yang tulus. Menjadi istri sekaligus ibu berarti memberikan cinta tanpa pamrih. Tak ada keluh kesah dalam mendampingi suami. Bahkan, andai suami pernah berbuat salah, dimaafkannya selalu tanpa harus menunggu ucapan maaf dari suaminya (halaman 141). Salah satu tips untuk menjadi istri sekaligus ibu ialah, menjalani peran dengan keikhlasan.
Ketika menghadapi kecemasan suami, istri yang menyejukkan hati mampu meredam gejolak batin pasangan jiwanya. Pada posisi inilah, seorang istri diuji. Mampukah ia menentramkan hati suaminya? Sudah seharusnya, seorang istri peka dan terampil menyikapi tekanan psikologis yang dihadapi suami.
Buku ini memberikan suplemen pengetahuan bagi para istri untuk lebih hatihati dalam memposisikan diri. Renunganrenungan inspiratif dipaparkan dengan bahasa yang halus, puitis, namun tetap saintifik. Sehingga, sangat cocok dijadikan referensi dalam memperbaharui kualitas pernikahan secara lebih positif. Selamat membaca.
Peresensi: Nurul Lathiffah, Alumnus Psikologi UIN Yogyakarta