Oleh: Jekson Pardomuan.
Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya. Dengan jalan itu mereka akan melakukannya dengan gembira, bukan dengan keluh kesah, sebab hal itu tidak akan membawa keuntungan bagimu.- Ibrani 13 : 17.
Taat dan tekun, adalah dua kata yang sering disampaikan dalam firman Tuhan. Orang-orang yang taat dan tekun seperti dituliskan dalam Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru hidupnya sangat diberkati oleh Tuhan. Orang yang tidak taat dan tidak tekun dalam mengikut Tuhan, selalu ada ganjaran yang diberikan Tuhan kepadanya.
Di dalam Alkitab ada banyak contoh Nabi, pemimpin dan orang-orang pilihan Tuhan yang sangat taat dan tekun dalam menjalankan perintah Tuhan. Adakalanya, disaat kita memutuskan untuk tetap taat mengikut pemimpin kita dan tekun dalam menjalankan perintahnya, selalu saja ada orang yang iri hati dan dengki dengan sikap kita. Sama halnya dengan ketaatn kita mengikut Yesus, selalu saja ada tantangan yang siap menghadang kita di depan.
Iri hati, dengki dan fitnah seringkali menjadi tantangan terberat kita. Jika mengalaminya sendiri, kita akan tahu bahwa rasanya sangat tidak enak menghadapi fitnah. Rasa cemburu yang berlebihan dan iri hati sepertinya sudah mendarah daging dalam kehidupan manusia sehingga pembunuhan karakter lewat tuduhan-tuduhan keji bisa dilemparkan dengan mudahnya, hanya karena merasa iri pada keberhasilan orang lain. Bertolak dari realita tersebut, kita belajar dari kisah Daniel yang mengalami hal serupa.
Daniel adalah pribadi yang taat kepada Allah dan tekun berdoa. Dari kisahnya di dalam kitab Perjanjian Lama, kita dapat membaca bahwa ia biasa berdoa dengan berlutut dan memuji Allah sebanyak tiga kali sehari. Ada atau tidak ada kegiatan, sibuk atau tidak sibuk, ia tetap berdoa dengan disiplin. Tidaklah mengherankan jika Daniel dikatakan sepuluh kali lebih cerdas daripada semua orang berilmu di seluruh kerajaan (Daniel 1:20) dan diketahui memiliki roh yang luar biasa (Daniel 6 : 4).
Kecerdasan Daniel melebihi 120 wakil raja dan dua pejabat tinggi lainnya. Empat kali terjadi pergantian raja, namun Daniel tetap bertahan dalam jabatannya. Hal itu membuktikan bahwa Daniel memang berbeda. Kebiasaannya berdoa ternyata bisa berdampak sangat besar di dalam dirinya. Melihat kesuksesan seperti itu, mulailah para pejabat tinggi dan wakil raja merasa dengki dan iri hati, lalu mencari-cari kesalahan Daniel.
Namun dalam Alkitab disebutkan bahwa mereka tidak mendapatkan kesalahan apa pun. Beberapa kali musuh-musuhnya berusaha mencelakakannya, bahkan beberapa kali Daniel dan teman-temannya berhadapan dengan kematian. Lalu apakah Daniel gentar dengan semua itu, lalu berbalik meninggalkan Allah? Tidak! Ia tetap tenang dan berdoa memohon kepada Allah. Ketika ia hendak dicelakai, ia tetap beriman teguh kepada Tuhan, sehingga bukannya mengalami celaka, tetapi dengan luar biasa ia dapat menyaksikan kuasa Allah yang dahsyat dan ajaib. Orang banyak pun melihat bahwa Daniel diselamatkan karena kepercayaannya yang penuh kepada Allah.
Datanglah kepada Tuhan
Ketika kita menghadapi masalah, tuduhan, atau fitnah, ke mana kita pergi mencari jawaban? Sering kali kita mengandalkan kemampuan diri sendiri yang terbatas. Sering kali kita tidak sabar, dan akibatnya tersandung untuk memilih alternatif-alternatif instan yang menyesatkan.
Sering kali kita malah semakin jauh dari Tuhan. Kisah Daniel selayaknya membuka mata kita bahwa ada kuasa luar biasa di balik ketekunan kita berdoa. Seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus dalam Roma 5:3-4, bahwa dalam menyikapi kesengsaraan seharusnya kita tetap mengucap syukur kepada Allah, karena kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji, dan tahan uji menimbulkan pengharapan.
Tuhan sanggup melepaskan kita dari hal apa pun, bahkan yang paling tidak mungkin sekalipun menurut logika manusia. Tuhan kita adalah Allah yang dahsyat dan ajaib. Ketika menghadapi masalah, fitnah, jebakan dan sebagainya dari orang-orang yang dikuasai iri hati, datanglah kepada Tuhan dan berdoalah. Mintalah hikmat dan pertolongan-Nya.
Firman Tuhan di dalam Alkitab juga mencatat, bahwa berulang kali rakyat Israel memberontak terhadap Musa. Jelas, ini menunjukkan ekspresi kekecewaan dan ketidakpercayaan terhadap pemimpin pilihan Tuhan. Padahal melalui nabi besar itu, mereka sudah menyaksikan mukjizat-mukjizat Tuhan. Ya, bangsa Israel tercekam ketakutan saat menyaksikan nyawa setiap anak sulung Mesir direnggut. Mereka takjub menyaksikan Laut Merah dibelah sehingga mereka yang berjumlah sekitar dua juta orang itu dapat berjalan menuju seberang, akhirnya luput dari kejaran pasukan Firaun.
Sesungguhnya, Tuhan tidak pernah membiarkan umat yang dikasihi-Nya itu menderita. Ketika haus, Tuhan menyediakan air minum. Ketika lapar, Tuhan menurunkan hujan roti (manna) dari langit. Ya, tak seorang pun dibiarkan Tuhan binasa karena kehausan dan kelaparan. Perbuatan ajaib Tuhan selalu datang tepat pada waktunya. Hanya bangsa itu tak sudi menahan diri. Alih-alih bersyukur, mereka malah menista Tuhan. “Makanan hambar ini kami telah muak,” ujar mereka.
Mereka juga mempersoalkan kepemimpinan Musa. Mereka mengatakan, akan mengangkat seorang pemimpin yang membawa pulang ke Mesir. Sekali waktu, Musa tak dapat lagi menahan diri. Ia begitu sedih. “Akukah yang mengandung seluruh bangsa ini dan akukah yang melahirkannya...?” (Bilangan 11:12). “Aku sendiri tidak dapat memikul tanggung jawab atas seluruh bangsa ini, sebab terlalu berat bagiku.” (Bilangan 11:14).
Kisah bangsa Israel yang dilepaskan Tuhan dari perbudakan Mesir sungguh relevan dengan kehidupan kita pada masa kini. Siapakah kita? Sebagai pengikut Kristus, kita adalah orang-orang yang telah menerima anugerah Tuhan. Kita telah dibebaskan dari perbudakan dosa dengan darah Kristus. Kalau nyawa anak-Nya yang tunggal itu rela dikorbankan bagi kita, lalu apa arti sekadar makanan dan minuman? Raja Daud mengatakan, “Jika aku melihat langit-Mu buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kau tempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?” (Mazmur 8:4).
Kita patut belajar taat seperti Musa. Kenapa ia begitu konsisten dengan sikapnya sekalipun nyawanya menjadi taruhannya? Rahasianya adalah Musa betul-betul mengenal Tuhan. Firman Allah kepada Musa, “Aku adalah Aku” (Keluaran 3:14). Artinya, tiada yang sebanding dengan-Nya. Tuhan adalah Tuhan. Ya, Tuhan adalah Maha Pencipta. Maha Pengasih. Dahsyat dan ajaib perbuatan-Nya. Lalu, siapakah kita dihadapan Tuhan ? Apakah kita telah taat dan tekun dalam segala perkara ? Amin.