Kebudayaan dalam Pandangan Muhammadiyah

Oleh: Fatmin Prihatin Malau

SEJARAH berdirinya Muhammadiyah di Yogyakarta, ketika itu kehidupan di kota Yogyakarta dikuasai kaum priyayi. Hegemoni kultural keraton juga pelopor gerakan kebudayaan dengan konsep kemajuan peradapan.

K. H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah berasaskan Islam dengan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Sebab seni merupakan fitrah manusia dan Islam merupakan agama fitrah.

Seni memiliki ragam yakni senisastra, senisuara, senimusik, senirupa, teater dan lainnya. Seni pun menjadi bagian dari budaya manusia. Seni bersentuhan dengan hati dan memahami hidup dengan hati dan Agama Islam mengajarkan umat untuk membersihkan hati. Jagalah hati agar kamu selamat dunia dan akhirat. Melalui seni dan budaya membangkitkan seorang hamba lebih dekat dengan Sang Pencipta.

Film berjudul “Sang Pencerah,” diceritakan K. H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah memberikan keteladanan tentang seni kala itu. Satu adegan dalam Film “Sang Pencerah,” K. H. Ahmad Dahlan begitu piawainnya memainkan Biola. Ketika itu seorang kiai tidak biasa memainkan biola.

Sebelum Indonesia merdeka, seni dan budaya sudah berkembang di Indonesia. Berbagai budaya tarian daerah, lagu daerah, adat budaya dari berbagai etnis. Seni dan budaya banyak bertentangan dengan ajaran Agama Islam sebab tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.

Di daerah berdirinya Muhammadiyah, Yogyakarta, melekat kuat nilai-nilai budaya keraton. Muhammadiyah tumbuh dan berkembang pada budaya kraton. Sebab memiliki seni dan budaya serta kebudayaan yang kokoh.

Hal ini satu bukti, Muhammadiyah memiliki pandangan yang baik terhadap seni dan kebudayaan. Dari dahulu sampai kini Muhammadiyah di seluruh Indonesia, tidak pernah bermasalah dengan seni dan kebudayaan di daerah manapun Muhammadiyah itu ada.

Kehadiran Muhammadiyah menjadikan seni dan kebudayaan tumbuh dan berkembang, selaras, serasi dan sejalan dengan pergerakan Muhammadiyah. Bukan hari ini saja, tapi sejak Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta pada 18 November 1912.

Tegas Terhadap Kebudayaan

Dari awal berdiri sampai kini, konsep seni dan kebudayaan dalam Muhammadiyah itu tegas dan jelas, sehingga tidak menimbulkan permasalahan. Muktamar Muhammadiyah di Banda Aceh 1995, secara khusus Majelis Tarjih Muhammadiyah membahas masalah kebudayaan dan kesenian.

Majelis Tarjih Muhammadiyah mengeluarkan keputusan tentang Kebudayaan dan Kesenian. Karya seni hukumnya Mubah (boleh), selama tidak mengarah dan mengakibatkan fasab (kerusakan), dharar (bahaya), isyyan (kedurhakana) dan ba’id ‘anillah (terjauhkan dari Allah).

Berdasarkan keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah, pengembangan kehidupan seni dan budaya dalam pandangan Muhammadiyah sejalan dengan etika atau norma-norma Islam. Seni dan budaya sejalan dengan norma-norma Islam seperti senirupa. Hukumnya Mubah, untuk kepentingan sarana pengajaran, ilmu pengetahuan dan kepentingan sejarah.

Hukumnya bisa menjadi haram. Bila senilukis dan patung itu memiliki unsur isyyan (kedurhakaan) dan kemusyrikan. Begitu juga dengan senisuara atau seni vokal, senimusik (Instrumental), senisastra dan seni pertunjukan pada dasarnya Mubah. Menjadi haram bila melanggar norma-norma agama Islam dalam mengekspresikannya.

Dalam pandangan Muhammadiyah, seni dan kebudayaan harus memberikan manfaat yang baik. Menumbuhkan kasih sayang, perasaan halus dan bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Menjadikan seni dan kebudayaan itu sebagai media dakwah.

Seni dan kebudayaan merupakan penjelmaan rasa keindahan dalam jiwa setiap manusia. Sudah membudaya dan dirasakan oleh manusia dalam perjalanan hidupnya, harus dipelihara dan disalurkan dengan baik. Sesuai dengan ketentuan yang diatur Allah SWT karena Allah SWT juga maha indah dan mencintai keindahan.

Fitrah Manusia

Pada dasarnya Islam tidak memberikan teori penjelasan terperinci. Tentang seni dan kebudayaan, tidak mengajarkan secara detail tentang seni dan estetika. Seni dan kebudayaan merupakan fitrah dari setiap manusia, sehingga manusia itu lebih mengetahuinya.

Islam mengajarkan tentang norma-norma yang harus ada dalam seni dan kebudayaan. Hal ini sesuai dengan Hadits Nabi Muhammad SAW, “Antum a’lamu bi umuri dunyakum.” Artinya, “Kalian lebih mengetahuai urusan dunia kalian.”

Urusan seni dan kebudayaan adalah urusan manusia sebagai manusia yang berakal dan berbudi. Untuk mencapai tujuan yang berakal dan berbudi, harus sejalan dengan norma-norma agama.

Pandangan Muhammadiyah tentang seni dan kebudayaan, merupakan urusan dunia dari setiap manusia. Pada dasarnya seni dan kebudayaan itu hukumnya Mubah (boleh) karena dalam kaidah fikih disebutkan “al-ashlu fil mu’amalah al-ibahah” maksudnya hukum yang kuat dalam perkara mu’amalah adalah boleh. Hukum Mubah berlaku sepanjang seni dan kebudayaan, sesuai dengan norma-norma Agama Islam.

Keputusan Muktamar Muhammadiyah tentang seni dan kebudayaan sangat jelas. Berbudaya atau berseni merupakan fitrah dari setiap manusia. Bila merupakan fitrah dari setiap manusia maka hukumnya Mubah. Berdasarkan hukum Mubah, Muhammadiyah sangat mendukung dalam perkembangan seni dan kebudayaan.

Meskipun Muhammadiyah sangat mendukung, pandangan Muhammadiyah sangat tegas. Harus tetap memerhatikan nilai-nilai dan norma-norma ajaran Islam. Tidak bisa ditawar, harus dilakukan agar jangan sampai melampaui batas.

Pandangan Muhammadiyah tentang seni dan kebudayaan tegas menjadi strategi dakwah. Dakwah kultural, berdakwah dengan berupaya menanamkan nilai nilai atau norma-norma Islam. Dalam seluruh dimensi kehidupan dengan memerhatikan potensi manusia sebagai mahluk budaya. 

Penulis Dosen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan dan mantan Sekretaris Majelis Kebudayaan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara.

()

Baca Juga

Rekomendasi