Keindahan Seni Kaligrafi

Oleh: MH Heikal.

Jika mendengar kaligrafi, tentu kita akan langsung beranggapan tu

lisan aksara Arab atau ayat suci Al-Qur’an. Sebenarnya tak hanya itu, karena banyak tulisan lain seperti Jepang, Cina dan Yunani yang juga memiliki seni visual tersebut.

Kata kaligrafi sendiri di adopsi dari bahasa Yunani yang diambil dari kata “kallos” berarti beauty (indah) dan “graphein” yang artinya to write (menulis) berarti tulisan atau aksara. Lengkapnya ialah tulisan yang indah atau seni tulisan indah. Dalam bahasa Arab kaligrafi sendiri disebut khat yang berarti garis.

Secara istilah dapat diungkapkan, “Calligraphy is handwriting as an art, to some calligraphy will mean formal penmanship, distinguish from writing only by its exellents guality”. Artinya: kaligrafi adalah tulisan tangan sebagai karya seni. Dalam beberapa hal yang dimaksud kaligrafi adalah tulisan formal yang indah. Perbedaannya dengan tulisan biasa adalah kualitas keindahannya.

Secara terminologi pengertian kaligrafi diungkapkan oleh Syaikh Syamsuddin Al-Akfani sebagai berikut: kaligrafi, suatu ilmu memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal. Letak-letaknya dan tata cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun atau apa yang ditulis di atas garis-garis. Bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis, menggubah ejaan yang perlu digubah dan menentukan cara bagaimana untuk menggubahnya.

Bangsa Arab diakui sebagai bangsa yang sangat ahli dalam bidang seni dan sastra. Dalam hal tradisi khat (tulis-menulis) masih tertinggal jauh bila dibandingkan dengan beberapa bangsa di belahan dunia lainnya yang telah mencapai tingkat kualitas tulisan yang sangat prestisius.

Sebut saja misalnya bangsa Mesir dengan tulisan Hierogliph, bangsa India dengan Devanagari, bangsa Jepang dengan aksara Kaminomoji. Bangsa Indian dengan Azteka, bangsa Assiria dengan Fonogram dan berbagai negeri lain sudah terlebih dahulu memiliki jenis huruf atau aksara. Keadaan ini dapat dipahami mengingat bangsa Arab adalah bangsa yang hidupnya nomaden (berpindah-pindah) yang tidak mementingkan keberadaan sebuah tulisan. Tradisi lisan (komunikasi dari mulut ke mulut) lebih mereka sukai. Juga kebiasaan budaya bersyair bangsa Arab pada masa lalu lebih bangga dengan lisan yang pandai bersyair ketimbang menulis indah.

Kebudayaan menulis sangat minim dilakukan. Bahkan beberapa diantara mereka tampak anti-huruf. Tulisan baru dikenal pemakaiannya pada masa menjelang kedatangan Islam dengan ditandai pemanjangan Al-Mu’alaqot, yaitu syair-syair masterpiece yang ditempel di sekeliling dinding Ka’bah di Makkah.

Kaligrafi di Indonesia

Kaligrafi mendapat tempat tersendiri dalam kesenian Islam karena bertujuan memperindah lafal Allah. Kaligrafi di Indonesia dapat ditemukan pada sekitar abad ke-11. Dapat dilihat pada batu nisan makam Fatimah binti Maimun di Gresik, Jawa Tengah yang wafat pada 495 Hijriah/ 1082 Masehi.

Beberapa makam lainnya berdasarkan hasil penelitian tentang data arkeolog kaligrafi Islam, dilakukan oleh Prof. Dr. Hasan Muarif Ambary. Ini juga menandakan masuknya agama Islam ke Indonesia. Huruf Arab yang digunakan dalam bahasa setempat diistilahkan dengan huruf Arab Melayu, Arab Jawa atau Arab Pegon.

Pada abad ke-19 sampai abad ke-20, kaligrafi beralih menjadi kegiatan kreasi seniman Indonesia yang diwujudkan dalam aneka media seperti kayu, kertas, logam, kaca dan media lainnya. Termasuk juga untuk penulisan mushaf-mushaf Al-Qur’an tua dengan bahan kertas deluang dan kertas murni yang diimpor. Kebiasaan menulis Al-Qur’an telah banyak dirintis oleh para ulama besar di pesantren-pesantren semenjak abad ke-16.

Tidak semua ulama dan santri yang piawai menulis kaligrafi dengan indah dan benar. Amat sulit mencari seorang khattat (pembuat tulisan, kaligrafi) yang ditokohkan di penghujung abad ke-19 atau awal abad ke-20. Karena tidak ada guru kaligrafi yang mumpuni dan tersedianya buku-buku pelajaran yang memuat kaidah penulisan kaligrafi. Buku pelajaran tentang kaligrafi pertama kali baru keluar sekitar 1961 karangan Muhammad Abdur Muhili berjudul “Tulisan Indah”. Serta karangan Drs. Abdul Karim Husein berjudul “Khat, Seni Kaligrafi: Tuntunan Menulis Halus Huruf Arab” pada tahun 1971.

Para pelukis Indonesia mempelopori kaligrafi lukis adalah Prof. Ahmad Sadali (Bandung asal Garut), Prof. AD. Pirous (Bandung asal Aceh), Drs. H. Amri Yahya (Yogyakarta, asal Palembang) dan H. Amang Rahman (Surabaya). Dilanjutkan oleh angkatan muda seperti Saiful Adnan, Hatta Hambali, Hendra Buana dan lain-lain. Mereka hadir membawa pembaharuan bentuk-bentuk huruf dengan dasar-dasar anatomi yang menjauhkan dari kaidah-kaidah aslinya. Serta menawarkan pola baru dalam tata cara mendesain huruf-huruf yang berlainan dari pola yang telah dibakukan.

Philip K. Hitti dalam bukunya “History of the Arab” mengatakan, seni kaligrafi mendapat popularitas dan tempat tersendiri dalam kesenian Islam karena tujuan awalnya untuk memperindah lafal Allah. Kaligrafi sepenuhnya menjadi karya seni Islami dan membawa pengaruh pada seni lukis yang dikui banyak kalangan. Melalui karya kaligrafi, seorang Muslim menyalurkan bakat seninya yang tidak bisa diekspresikan melalui representasi objek-objek yang hidup.

Seorang penulis kaligrafi atau kaligrafer menempati kedudukan terhormat dan mulia melebihi kedudukan para pelukis. Para seniman kontemporer di dunia Islam menggali warisan kaligrafi mereka dan menggunakan tulisan kaligrafi atau abstraksi dalam berbagai karya seni mereka. Saya sendiri sangat terpukau dengan keindahan kaligrafi. Beberapa kali saya pernah mengikuti dan memenangkan perlombaan seni kaligrafi. Kini, karya kaligrafi banyak dijadikan koleksi sebagai hasil seni yang sangat dihargai.

Berikut ini kami tampilkan beberapa foto dari lukisan kaligrafi tanpa judul dan teks dari berbagai sumber.

()

Baca Juga

Rekomendasi