Berguru Kebijakan kepada Nabi Khidir

KEBERADAAN Nabi Khidir diabadikan di dalam Al-Quran, yakni surat Al-Kahfi ayat 65-68. Meskipun disitir secara ringkas, namun hal itu mengisyaratkan bahwa beliau memiliki ilmu yang sangat luas. Salah satu kisah Nabi Khidir yang bernilai sejarah ialah sekelumit pertemuannya dengan Nabi Musa. Dalam peristiwa itu, Nabi Musa yang memiliki kapasitas keilmuan seorang nabi tidak mampu menandingi ilmu makrifat dan hakikat dari Nabi Khidir. Bahkan, Nabi Musa pun sangat ingin berguru kebijaksanaan kepada Nabi Khidir.

Nabi Khidir memiliki banyak keistimewaan yang menakjubkan. Atas izin Allah, Nabi Khidir memiliki kecerdasan yang sangat tinggi. Selain itu, ia juga dapat berjalan di atas air, mampu memiliki banyak rupa, dan memiliki kemampuan berjalan secepat kilat. Nabi Khidir merupakan sosok yang fenomenal dan simbol kebaikan yang tak pernah padam. Di satu sisi, ia merupakan kegaiban yang tidak tersibak, sedangkan di sisi yang lain ia identik dengan berbagai pengajaran dan hikmah. Selain merupakan sosok yang bijak, Nabi Khidir juga merupakan sosok yang suci, baik lahir atau batin.

Imam al-Mizam ash-Shaghir pernah berkata, “Pakaian Nabi Khidir sejatinya tidak pernah rusak (kualitasnya selalu terjaga), baik pakaian atas maupun maupun bawahnya.” Dengan demikian, Nabi Khidir merupakan hamba yang selalu mendapatkan penjagaan dari Allah (halaman 30). Kedekatan Nabi Khidir dengan Allah selalu terjaga, sebab ia merupakan sosok hamba yang sangat taat. Ia lebih banyak menghabiskan waktu untuk berdzikir dan bercengkerama dengan Allah di tengah laut atau di pesisir. Secara simbolik, keteladanan Nabi Khidir menginspirasi umat muslim untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan untuk mengetuk pintu rahmatNya.

Rasulullah Saw. bersabda bahwa gelar “Khidir” diberikan kepada Nabi Khidir karena setiap ia duduk di tanah yang kering, tanah itu berubah menjadi hijau disebabkan karena rerumputan yang tumbuh di atasnya. Jalaluddin as-Suyuthi dalam tafsir Ad-Dur al-Mantsur menukil hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas sebagai berikut,” Sesungguhnya Khidir disebut Khidir lantaran setiap shalat di atas hamparan kulit putih, maka hamparan itu tiba-tiba berubah menjadi hijau.” Nabi Khidir merupakan simbol kesejukan dan ketentraman.

Setiap orang yang hendak diangkat menjadi wali Allah akan dibimbing oleh Nabi Khidir. Dalam Lawaqih al-Anwar, Imam Sya’rani pernah berkata bahwa Khidir hanya akan menemui orang yang memiliki status kewalian. Lebih lanjut, Imam Sya’rani berkata bahwa Nabi Khidir sangat senang menemui seorang murid atau Ahl al-Bidayah (yaitu tingkat awal dari ahli makrifat) lewat mimpi untuk mengajarkan suatu ilmu, karena diketahui murid tersebut lemah untuk bisa bertemu dengan beliau di saat dalam keadaan jaga. Namun, berbeda bagi yang telah mencapai tingkat Kamil al-Makrifat atau Ahl an-Nahayat, maka beliau akan menemuinya dan mengajarkan ilmu kepada mereka langsung dalam keadaan sadar dan terjaga (halaman 38-39).

Meskipun tidak semua orang berkesempatan belajar kepada Nabi Khidir, melalui buku ini pembaca dapat menyelami makna kehidupan yang sebenar­nya. Dengan membaca kisah-kisah, asal-usul, dan keistimewaan Nabi Khidir, umat Islam dapat menemukan untaian pelajaran berharga. Misalnya, dengan menyimak kisah pertemuan antara Nabi Musa dengan Nabi Khidir, pembaca akan mampu mempelajari ilmu tawadhu’. Selain itu, dengan mencermati kisah hidup Nabi Khidir, pembaca pun menjadi termotivasi untuk selalu mendekatkan diri dan hanya memohon pertolongan kepada Allah.

Nabi Khidir juga pernah dikisahkan mendatangi atau bertakziah kepada keluarga Rasulullah Saw pada saat beliau wafat. Dalam sebuah keterangan, dijelaskan bahwa Nabi Khidir mengucapkan salam kemudian berkata, “Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Hanya saja disempurna­kanlah pahala kamu pada hari kiamat. Sesungguh­nya, dalam agama Allah ada pemberi takziah bagi setiap yang terkena musibah. Bagi Allah, ada ganti bagi setiap yang binasa, begitu juga menemukan bagi setiap yang hilang. Kepada Allah-lah kamu berpegang, dan kepada–Nya pula lah mengharap. Sesungguhnya orang yang diberi musibah adalah yang diberi ganjaran pahala.” Mendengar kata-kata itu, Ali bin Abi Thalib meyakini bahwa Nabi Khidir ikut bertakziah pada saat Rasulullah wafat (halaman 171).

Buku ini menghadirkan kisah-kisah inspiratif dan menakjubkan dari Nabi Khidir. Sehingga, pembaca dapat menikmati kisah-kisah fenomenal dari Nabi Khidir sekaligus memetik hikmah kehidupan. Dengan menyelami buku ini, kebijaksa­naan kehidupan dari Nabi Khidir pun akan dapat dengan mudah dihayati. Sehingga, kehidupan pun akan terasa sejuk, tentram, dan kaya akan nilai spiritualitas. Selamat membaca.

Peresensi : Nurul Lathiffah, Alumnus Psikologi UIN Yogyakarta

()

Baca Juga

Rekomendasi