Oleh: AKBP Drs Safwan Khayat, M.Hum. Jujur saja, Senin siang kemarin otak ku cukup berat dengan beban pekerjaan. Rapat Koordinasi (Rakor) dengan instansi terkait, diskusi dengan tokoh pemuda dan masyarakat, dan kunjungan kerja ke berbagai pihak, sudah menjadi sarapan, makan siang dan makan malam bagi diriku. Sendi-sendi tulang mulai terasa ngilu dan mata pun agak sedikit lelah. Kebetulan ada waktu senggang, langsung ku arahkan setir bulat mobil yang biasa ku kenderai menuju warung yang kerap dikunjungi.
Assalamu alaikum..! teriak ku. Sontak pengunjung warung itu berdiri sambil menjawab salam ku. Lucunya, Atok Alang lagi asyik menarik kopi hitam panasnya terbatuk-batuk menyambut sapaan salam ku. Hukk..!! Hukkk..!! Huaaakk..!! Alaikum Salam, sahut atok Alang.
Aku duduk di samping atok Alang, sambil bersalaman ku buka ucapan pembuka. Apa kabarnyo Atok ? tanya ku. Yahh..beginilah kalau sudah tuo, sahut atok Alang. Tapi sehat atok kan ? tanya ku lagi. Sehat orang tuo la, sambut atok pada ku.
Kami bercanda, berseloro dan bergurau dengan seluruh pengunjung warung. Kebetulan pemilik warung juga orang Melayu pesisir. Mereka cukup akrab dengan ku, sebab aku juga bagian dari komunitas budaya itu. Sebagai Ketua Majelis Adat Budaya Melayu (MABMI), mereka sangat menghargai ku. Mereka lakukan itu bukan karena aku seorang ketua, tapi karena seorang sahabat yang tak berjarak dan berbatas bergaul dengan mereka.
Aku kaget bukan kepalang, saat itu atok Alang menyodorkan sebuah surat kabar ternama di kota Medan ini. Ada sebuah tulisan berukuran besar telah menjadi headline judul berita di Koran itu. Pekerjaan ku yang full time, hampir-hampir “tak sempat” aku membaca Koran. Tapi aku terperangah si atok Alang menunjukkan judul berita itu, dan meminta pendapat ku.
Kami pun berdialog dengan menggunakan logat kampong Melayu pesisir versi si atok Alang (Maaf ya Pembaca Harian Analisa, dialog ini sekedar obrolan warung bergaya kampong Melayu).
Koq bisa begini ya tok Alang, ujar ku. Ontah la, aku pun takojut membaco nyo, heran atok Alang. Macam mano menurut pak Safwan, kalau Katuo tu di tahan KPK, tanya atok Alang pada ku. Macam mano lagi, mungkin ini cobaan dari Allah SWT, kata ku.
Tapi kalau Katuo tu ditahan, macam mano Sumut ini, tanya atok Alang lagi. Kita lihat sajo nanti, mudah-mudahan ado yang terbaik jalan keluarnyo, sahut ku dengan enteng.
Tak di duga, datang seorang sepuh Melayu yang baru pulang dari pasar berdagang nasi lomak. Usianya sebaya dengan atok Alang yang sudah sedikit uzur. Mungkin tahun depan genap usia mereka berdua 70 tahun. Namanya Haji Mahmudin, biasa di sapa dengan uwak Ngah. Orangnya kocak (suka bercanda) dan bicara ceplas-ceplos (tanpa basa basi).
Datang kau Ngah ? sambut atok Alang. Yo la, ku tengok ado pak Safwan ni, singgah la aku ! timpal uwak Ngah. Duduk kau sini, dokat pak Safwan, sila si atok Alang.
Kami pun berbincang sambil tertawa. Maklum saja, uwak Ngah ini orangnya lucu, dan banyak kombur nya (suka cerita aneh dan lucu).
Macam mano munurut kau Ngah berita di Koran ni, tanya atok Alang. Kau ni Alang, aku pulo kau tanyo, ini ado pak Safwan, sambut uwak Ngah sambil menunjuk jari tepat di kumis ku. Sudah ku tanyo dio, tapi jawabnyo ini semua cobaan Allah SWT, ketus atok Alang. Botul la itu, apo lagi ? sahut uwak Ngah.
Maksud ku, kalau Katuo itu di tahan KPK, macam mano Sumut ini ke depan, desak atok Alang. Rasakan la dio, aku pula yang memikirkan Sumut ini, nasib ku pun tak bisa terpikirkan ku, ketus uwak Ngah. Kau Ngah, aku serius, tapi kau beseloro pulo, tekan atok Alang.
Aku terus amati dialog mereka. Aku hanya bisa tersenyum, tersipu dan sesekali tertawa melihat tingkah mereka berdua. Dialog orang kampung ini benar-benar membuat otak ku yang tadi berat menjadi ringan. Tulang ku yang tadi linu menjadi bergairah. Lelah ku hilang, kini muncul semangat karena diguncang canda uwak Ngah.
Atok Alang sejak tadi terus ingin tahu nasib daerah ini. Dia ingin menemukan jawaban yang tegas bagaimana kelanjutan siapa memimpin Sumut ini.
Bingung aku, ungkap atok Alang. Kenapo pulo kau bingung, sahut uwak Ngah. Iyo la, kalau Katuo di tahan KPK, siapo pula yang melanjuti kepemimpinan ini, penasaran atok Alang. Alaang..Alaang!! yang payah la kau, tak ado Katuo, ya Wakilnyo pengganti, tegas uwak Ngah.
Oww begitu, heran atok Alang. Iyo laa Alaanggg…!!kesal uwak Ngah. Nanti congkel-congkel orang pulo wakilnyo itu, macam mana tu, resah atok Alang.
Sudah la Alang, tak ado manusia yang sempurna. Tak ado manusia yang samo seperti Rasulullah SAW. Kalau terus-terus begini kito, saling mencari kesalahan, tak ado pulo manusia yang tak bersalah. Bisa jadi orang yang mencongkel-congkel wakilnyo itu, dia pulo yang perlu di congkel, petuah uwak Ngah.
Macam mana menurut pak Safwan, cocoknya yang ku sampaikan itu, serang uwak Ngah pada ku. Begitulah sebaiknya kita, harus saling memahami, saling mengerti dan saling menghargai, ujar ku pada kedua sepuh ini. Nah..kan botul kata ku, ujar uwak Ngah. Aponyo botul, timpal atok Alang. Ya itu tadi la, tak ado Katuo, Wakilnyo jadi laa…!!!
Kami pun tertawa sambil berdiri membubarkan diri kembali ke aktifitas masing-masing. Aku pun berpamitan sambil mengucapkan kata Assalamu’alaikum. ***
Penulis, Ketua MABMI Kota Medan, Kabid Rehabilitasi BNN Provinsi Sumut.