Oleh: Wisnu AJ.
Putusan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kejaksaan Agung (Kajagung) dan Ahli Waris Mantan Presiden Alm Soehato beserta Yayasan Bea Siswa Supersemar, yang di keluarkan oleh Mahkamah Agung (MA) 8 Juli 2015 yang memenangkan Pemerintah Indonesia.
Dalam amar putusannya, MA memperbaiki amar putusan yang pernah dikeluarkannya pada tahun 2010, dimana amar putusan tersebut salah ketik. Dalam amar putusan yang di keluarkan oleh MA 8 Juli 2015, memerintahkan kepada Ahli Waris Mantan Presiden Alm Soeharto dan Yayasan Bea Siswa Supersemar harus mengembalikan uang yang terkumpul di Yayasan Bea Siswa Supersemar sebesar Rp 4. 385 Triliun kepada Negara. Akhirnya berbuntut panjang.
Keluarga Cendana dan Yayasan Bea Siswa Supersemar akan mengajukan banding terhadap keputusan MA tersebut. Hal itu dikatakan oleh Hutomo Mandala Putra, atau yang lebih di kenal dengan panggilan Tomy Soeharto putra bungsu Alm Mantan Presiden Soehato. Melalui acun twitternya di dunia maya Kamis 13 Agustus 2015 selang beberapa hari keputusan MA itu menjadi komsumsi umum. Tomy mengatakan “ Tidak ada kata mundur sebelum berperang untuk kebenaran. Malam ini saya nyatakan banding demi harga diri putra putri lulusan terbaik Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)”.
Ciutan Tomy Soeharto di acun twitternya itu, tidak saja menanggapi tentang keputusan MA, Tomy malah mengungkit ungkit tentang dana revolusi serta dana Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI), dimana fublik mengetahui jika kasus BLBI menyeret nama Megawati Soekarno Putri. Kasus BLBI yang di duga merugikan Negara hampir Rp 6 Triliun itu ketika Megawati menjabat sebagai Presiden.
Lantas dana revolusi yang di maksudkan oleh Tomy Soeharto berkaitan erat dengan bung Karno. Presiden pertama Republik ini, rakyat negeri ini sampai saat ini masih bertanya Tanya tentang dana revolusi itu. Dan jika dana revolusi itu memang benar adanya, di mana gerangan dana itu tersimpan, jika dana itu tersimpan di Bank, rakyat negeri ini juga harus tahu di Bank mana uang itu disimpan, didalam negeri atau diluar negeri, dan atas nama siapa uang itu disimpan. Mengenai hal itu sampai saat ini masih merupakan misteri.
Majalah Gatra edisi 12 Agustus 2012 pernah melakukan wawancara dengan Soebandrio, Soebandrio pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri di pemerintahan Orde Lama (Orla ) yang dipimpin oleh Soekarno. Dalam wawancara itu Soebandrio mengaku pengumpulan dana revolusi itu memang benar adanya.
Menurut penuturan Soebandrio yang dikutip oleh majalah Gatra dalam wawancaranya mengatakan presiden Soekarno memutuskan dalam pemerintahan Kabinet Juanda, meminta Menteri Keuangan untuk mengumpulkan dan menyediakan dana revolusi dalam rupiah dan disimpan di dalam negeri. Saat itu menurut Soebandrio keadaan keuangan Negara sangat sulit, dan anggaran belanja para Menteri sangat terbatas. Separoh anggaran belanja Negara dipakai untuk biaya perjuangan merebut Irian Barat (Irian Jaya).
Jika Menteri kehabisan uang dibutuhkan biaya tambahan anggaran belanja. Ini memakan waktu yang agak lama sampai beberapa bulan, ujar Soebandrio. Maka Menteri keuangan di bolehkan oleh Soekarno untuk menjalankan dana revolusi dalam rupiah, dan dalam jumlah terbatas. Setelah dana revolusi ini terkumpul Soebandrio tidak tahu menahu lagi tentang dana itu dan siapa yang menggunakannya. Tutup Soebandrio dalam wawancaranya dengan majalah Gatra,
Menurut catatan sejarah mengenai dana revolusi yang di lansir oleh banyak pihak menyebutkan, dana revolusi itu dibuat berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perpu) No 19 tahun 1960. Isinya antara lain mewajibkan seluruh perusahaan Negara menyetor 5 % profit dari keuntungannya pada pemerintah bagi dana revolusi, termasuk pula perusahaan Belanda yang baru dinasionalisasikan, seperti perkebunan. Dan konon dana itu di simpan di luar negeri. Apakah dana revolusi perpu No : 9 tahun 1960 yang dimaksudkan oleh Tomy, rakyat Indonesia belum menemukan jawabannya.
Sudah Ditutup
Di zaman Orde Baru (Orba) dimana Presiden Alm Soeharto berkuasa, pemerintah sudah menyatakan pelacakan dana revolusi dianggap sudah selesai, sebahagian dana itu sudah diperoleh oleh pemerintah.
Ibarat sebuah film, adengan pelacakan dana revolusi yang menjadi sorotan masyarakat sejak akhir 1986 telah berakhir meski dengan segudang pertanyaan. Layar telah di tutup lampu gedung tempat pertunjukan berlangsung sudah di nyalakan, para penonton pun sudah bubar.
Menteri Sekretaris Negara waktu itu Moerdiono mengatakan pemerintah berpendapat persoalan masalah dana revolusi selesai sampai disini. Hal itu dikatakannya kepada wartawan di gedung utama Veteran Jakarta. Alasan pemerintah menutup kisah perburuan dana revolusi, pemerintah tidak menemukan bukti bukti baru tentang dana tersebut. Yang ada hanyalah analisis dari banyak pihak yang tidak didukung oleh bukti dan fakta.
Bahkan Kajagung waktu itu Singgih, yang juga hadir dalam memberikan keterangan pers mendampingi Mensekneg mengatakan fakta yang ada hanya berdasarkan analisis berita. Menyiarkan berita burung, kata Singgih bisa meresahkan masyarakat. Setiap pemberitaan yang tidak disertai bukti akan kena sanksi hukum. Kata Singgih mengancam.
Kini persoalan dana revolusi itu muncul kembali, setelah MA mengabulkan PK yang dilakukan oleh Kajagung sebagai mewakili pemerintah. Pada tanggal 20 Pebruari 2015, Tomy Soeharto menulis di acun twitternya, bahwa dana revolusi itu sudah digunakan oleh partai tertentu. Sebahagian dana itu sudah dipergunakan untuk pembangunan perbaikan usai perang. Sisanya dibawa oleh anak kesayangan dan dipergunakan untuk kenderaan pribadi.
Tuwetan Tomy ini jelas mengundang pertanyaan public. Apakah benar dana revolusi yang seharusnya di kembalikan kepada Negara, betul betul sudah dicairkan. Apakah anak kesayangan yang dimaksudkan oleh Tomy adalah anak kesayangan Bung Karno? Karena Tomy tidak menjelaskan secara rinci dalam tuwetannya itu.
Jika menelisik perjalanan dana revolusi itu adalah atas perintah Soekarno, tak pelak lagi asumsi public tentu mengarah kepada Megawati Soekarno Putri sebagai anak kesayangan yang dimaksudkan oleh Tomy Soeharto. Dan partai yang dimaksudkan oleh Tomy adalah Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP). Karena PDIP lah partai yang di ketuai oleh Megawati.
Bahkan Tomy dalam tuwetannya juga mengeluarkan ancamannya untuk melakukan buka bukaan mengenai dana revolusi dan kucuran dana BLBI. Agar rakyat Indonesia tahu dan turun kejalan untuk mempermasalahkan itu.
Apa yang dikatakan oleh Tomy Soeharto nampaknya bukan merupakan gertak sambal. Hal itu bisa terbaca dari kegiatan kegiatan yang di lakukan oleh Tomy Soeharto belakangan ini. Tomy kini sedang melakukan geriliya untuk membangun kepercayaan public terhadap trah Cendana melalui organisasi massa yang di bentuknya.
Pemerintah Harus Netral
Menyikapi persoalan dana revolusi yang kembali mencuat kepermukaan, setelah sekian lama terkubur dalam ingatan masyarakat, pemerintah harus bertindak netral dan bijaksana. Siapapun tahu bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah pekerja partai dari kandang banteng yang nota bene adalah kader PDIP. Peranan Megawati Soekarno Putri untuk menjadikan Jokowi sebagai Presiden cukup besar. Dan hal ini tidak terbantahkan.
Walaupun pemerintah Orba telah menyatakan menutup tentang kisah dana revolusi, namun saat ini persoalan dana revolusi itu kembali muncul, maka di harapkan pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Jokowi untuk memerintahkan Kajagung untuk kembali mengusut dana revolusi itu. Sama seperti yang dilakukan oleh Kajagung terhadap dana Yayasan Beasiswa Supersemar. Karena kedua dana tersebut, baik itu dana Yayasan Beasiswa Supersemar, maupun dana revolusi, adalah uang rakyat yang harus dikembalikan kepada rakyat melalui Negara.
Sekalipun nantinya ada keterlibatan Megawati Soekarno Putri disana seperti yang disebutkan oleh Tomy Soeharto dalam tuwetannya di dunia maya. Pemerintah harus bersikap adil dan transparan, jangan seperti ungkapan pribahasa melayu “Tepat dimata dipejamkan, tepat diperut dikempiskan “ hukum adalah panglima, hukum harus ditegakkan sekalipun langit akan runtuh. Karena dari dua dana tersebut rakyat sangat membutuhkannya.
Pertanyaannya sekarang, beranikah pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi untuk memerintahkan para penegak hukum, seperti Kajagung Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut keberadaan dana revolusi yang sampai saat sekarang masih menjadi misteri ?.
Ditengah gonjang ganjingnya prekonomian dan politik di tanah air. Rakyat menantikan keberanian pihak pemerintah untuk mengusut dana revolusi itu. Agar semuanya menjadi jelas dan tidak menjadi fitnah yang berkepanjangan. Semoga!.
***