“Pelimpahan Jasa, Apakah Bisa Diterima?”

Patidana atau pelimpahan jasa, Chau Tu bagi sebagian Buddhis mungkin masih mem­bingungkan. Apakah benar jasa atau kebajikan yang kita perbuat dapat dilimpahkan dan bisa diterima kepada leluhur atau makhluk lain? Tindakan ini sangat bermanfaat bagi mereka yang terlahir dialam Peta (Paradattupajivika Peta), yang memang sedang membutuhkan jasa dari sanak keluarganya. “Seperti air mengalir dari dataran tinggi kedataran yang rendah, de­mikian pula hendaknya jasa yang diper­sembahkan (Oleh Kerabat atau keluarga) di­alam manusia ini dapat ikut dinikmati oleh pa­ra makluk (Peta). Seperti air dari sungai me­ngalir mengisi lautan luas, demikian pula dengan jasa-jasa ini dapat ikut dinikmati oleh para Peta” (Tirokudda Sutta, Khuddaka Pa­tha, Khuddaka Nikaya, Sutta Pitaka, Tipi­taka).

 Didalam Khuddaka Patha.7  juga dijelas­kan mengenai “Kewajiban Dhamma untuk keluarga telah ditunjukkan, bagaimana puja dilakukan bagi orang yang telah meninggal, bagaimana para bhikkhu diberi kekuatan, dan betapa besar jasa kebajikan anda untuk mereka yang membutuhkannya.” Disamping menjelas­kan mengenai pelimpahan jasa kepada mereka yang telah meninggal Buddha juga menuturkan mengenai kewajiban seorang anak kepada orang tua yang telah meninggal didalam Sigala­vada Sutta, yakni: “Seorang anak harus me­nun­jang dan membantu orangtua, memeli­hara kehormatan dan tradisi keluarga, men­ja­ga warisan, mendedikasikan jasa kebajikan dan melimpahkan jasa kebajikan kepada orangtua yang telah meninggal.”

Pattidana atau Pelimpahan Jasa

Seorang Brahmana yang bernama Janussoni bertanya mengenai manfaat persembahan bagi mereka yang telah meninggal, apa mereka me­nikmatinya? jawab Buddha, ada yang menikma­tinya, ada yang tidak. Mereka yang terlahir di alam-alam surga, neraka, binatang, tidak men­dapat manfaatnya. Hanya di antara hantu (peta). ada yang membutuhkan persembahan dari ke­turunannya, Persembahan bagi orang yang su­dah meninggal tidak akan sia-sia, karena hantu lain dapat ikut menikmati. Ada 4 jenis peta/hantu, yaitu Paradattupajivika-peta :menikmati jasa yang telah dilimpahkan oleh seseorang, Khupapipasika-peta :selalu kelaparan dan kehausan, Nijjhamatanhika-peta :selalu ke­panasan, dan Kalakancika-peta :sejenis Asura.

Merujuk di dalam Tirokudda-sutta Khu­ddaka Patha, Khuddaka Nikaya, Sutta Pitaka, Tipitaka mengungkapkan bahwa di luar din­ding, dipersimpangan jalan, di muka pintu, me­reka pulang ke rumah. Di alam peta tidak ada pertanian,peternakan, perdagangan, pertukaran uang.

Mereka mengharapkan persembahan ma­kanan dan minuman, dan berdoa agar keturu­nan­nya panjang usia. seseorang yang memberi persembahan, mengingat kembali apa yang per­nah mereka lakukan.

“Semoga jasa-jasa ini me­limpah kepada sanak keluarga yang telah me­ning­gal. semoga sanak keluarga berbahagia,” Bila persembahan diberikan kepada Sangha, manfaat yang dipe­roleh jauh lebih besar.

Pelimpahan jasa disebut pattidana, dapat dila­kukan kapan saja. Paritta yang dibaca me­muat doa agar jasa-jasa kebajikan terbagikan kepada para makhluk tanpa batas. Mengetahui pelimpahan dana kebajikan ini, hendaknya mereka bersyukur dan para dewa memberita­kan.

Di dalam Bhuridatta Jataka, Khuddaka Nikaya telah disabdakan oleh Buddha menge­nai bagaimana cara untuk menghormati dan menghargai jasa leluhur, disertai dengan mem­beri persembahan. Persembahan dengan melibatkan makhluk lain, makanan, hasil bumi yang dilemparkan ke dalam api pemujaan, me­rupakan praktik takhayul/kebodohan. Ada seorang brahmana yang bernama Kutandanta memohon petunjuk Buddha mengenai cara yang terbaik untuk melakukan ibadat dengan mempersembahkan makhluk lain. Menurut tradisi, manusia melakukan ritual dengan meli­batkan makhluk-makhluk lain untuk mengam­bil hati dewa agar doanya bisa terkabul. Buddha dengan tegas menolak cara-cara yang meli­batkan makhluk bernyawa.

Dengan selalu mengucapkan “Idam Vo Natinam Hotu Sukhita Hontu Natayo dan Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta” yang artinya semoga timbunan jasa ini melimpah pada sanak keluarga, semoga sanak keluarga berbahagia dan semoga semua makluk turut berbahagia. Kondisi positif ini akan lebih baik jika kita ucapkan terus menerus dengan didu­kung suatu tindakan yang baik. Setiap apa yang kita lakukan ucapkan kalimat itu dengan penuh kesadaran, dengan niat baik yang betul-betul muncul dari hati kita yang murni.

Kesimpulan

Pattidana adalah ungkapan rasa bhatti kita kepada para leluhur yang telah meninggal, dengan harapan mereka bisa mengenal perbu­atan baik dan ikut menikmati (bermudita citta) atas kebahagiaan tersebut. Orang yang telah melakukan pelimpahan jasa tentunya akan se­ma­kin banyak mendapatkan manfaat karena me­reka juga telah mengisi dirinya sendiri de­ngan perbuatan-perbuatan yang baik. Perbu­atan-perbuatan itu adalah modal utama kita se­mua untuk bisa menuju arah sasaran atau target kita yang sesungguhnya.

Perbuatan itulah yang menumbuhkem­bangkan nilai-nilai luhur kita dalam mening­katkan kualitas batin. Pelim­pahan Jasa/ Pat­tidana ini harus kita lakukan untuk mem­buk­tikan kepedulian kita terhadap makhluk lain sekaligus memperkaya diri dengan perbuatan-perbuatan baik untuk menen­tukan kehidupan yang akan datang. Untuk pelimpahan jasa di Indonesia Theravada Buddhist Centre Cemara Asri – Medan pada tanggal 12 September 2015 pukul 19.00 wib.

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta. Semoga semua makhluk turut berbahagia.

()

Baca Juga

Rekomendasi