Stop Kekerasan dan Perpeloncoan

Oleh: Suadi.

HARI-hari pertama menjadi siswa baru dan mahasiswa baru di Indonesia terdapat tradisi Masa Orientasi Siswa (MOS) bagi siswa baru di sekolah atau Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek atau frosh week, freshers week, Orientation Week) bagi mahasiswa baru (fresh­man) di perguruan tinggi. Meskipun banyak pengalaman yang tidak terlupakan dalam kegiatan tersebut, namun banyak kegiatan MOS dan Ospek salah kaprah dan malah mencederai semangat pendi­dikan dan nilai-nilai moral. Di anta­ranya perpeloncoan, kekerasan dan senioritas yang kental dengan me­ngin­timidasi siswa/mahasiswa baru.

Bahkan baru-baru ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Men­dik­bud) Anis Baswedan mene­mukan secara langsung di lapangan aksi perpeloncoan MOS di tiga sekolah di Kota Tangerang dalam kunjungan mendadaknya beberapa waktu lalu yaitu di SMKN 4, SMAN 2 dan SMK Yuppentek 1 Tangerang.

Pak Menteri langsung melarang perpeloncoan yang dijumpai berupa pemakaian atribut aneh, tas karung goni, tali sepatu dari tali raffia, kaos kaki warna warni, papan nama (name tag) dari kardus ukuran besar dengan nama lengkap serta mencantumkan nama kakek dan nenek si siswa, kewajiban membawa buah pisang ukuran tertentu, mencopot sepatu, memakai topi dari bola yang diiris tengahnya, kewajiban membawa susu Hilo dan sebagainya.

Padahal kalau mau jujur, hampir semua sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia masih menjalankan tradisi perpeloncoan buslhit tersebut walaupun sudah menyadari bahwa hal tersebut tidak ada sama sekali manfaat dan hubungannya dengan pendidikan si siswa/mahasiswa baru.

Stop Perpeloncoan

Secara umum di Indonesia ajang MOS dan Ospek menjadi pelam­piasan senior mengerjai, membully, memelonco adik-adik kelasnya. Seperti dipaksa memakai atribut aneh, aksesori kepala dan leher yang aneh, topi aneh, ikat pinggang aneh, tas aneh dari goni, diharuskan membawa buah-buahan tertentu, diharuskan membawa nasi dan lauk pauk tertentu, diharuskan melakukan apa yang diminta oleh senior, diharuskan memakai kaos kaki warna tertentu serta disuruh melakukan ini itu yang kadang di luar batas nilai-nilai pendidikan, bahkan kekerasan.

Tentu, bagi orangtua yang susah payah menyekolahkan anaknya dan menghabiskan banyak biaya untuk kebutuhan baju, sepatu dan perleng­kapan sekolah/kuliah, akan kecewa dan marah bila tahu anaknya menjadi objek di sekolah/kampus. Seharusnya momen hari-hari pertama masuk sekolah dan kuliah menjadi momen menstimulasi motivasi dan mental pembelajar, bukan korban tradisi bodoh yang malah tidak bermanfaat apa-apa.

Oleh karena itu, Menteri Pendidi­kan melarang kegiatan ospek/MOS seperti itu. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 55 Tahun 2014 tentang Masa Orientasi Peserta Didik Baru di Sekolah terdapat muatan yang tidak boleh dilanggar saat kegiatan MOS dan Ospek berlangsung. MOS dan Ospek tidak salah, yang salah adalah kegiatan yang ada di dalamnya dan itu harus diperbaiki. Jadi perpe­loncoan dan sejenisnya harus distop dan digantikan dengan kegiatan positif dan edukatif selama masa MOS/Ospek.

MOS dan Ospek Edukatif

Dari singkatan asalnya saja MOS dan Ospek memiliki tujuan inti me­nge­nalkan siswa dan mahasiswa terhadap lingkungan belajar, atmosfer sekolah/kampus, peraturan dan disi­plin serta mengenal tenaga pendi­dik. Dari beberapa sumber di internet, dike­tahui perbedaan besar antara MOS/Ospek di Indonesia dengan di luar negeri. Bila di Indonesia mene­kankan senioritas, kewajiban mem­bawa ini itu serta diharuskan memakai atribut kepala, leher dan baju yang memalukan.

Sementara kegiatan MOS/Ospek di luar negeri penuh dengan kegiatan positif. Seperti tur sekolah, di mana siswa-siswa baru/mahasiswa baru diajak berkeliling dan mengenal seluk beluk lokasi sekolah/kampus yang bakal dihuni untuk belajarnya nanti.

Kemudian kegiatan yang mene­kankan kerjasama/kerja kelompok yang ditugaskan mengerjakan tugas yang ada hubungannya dengan kon­disi lingkungan sekolah dan edukatif disertai game, pertunjukan drama, olahraga, kegiatan sosial, aksi pang­gung serta ekspresi diri.

Setelah itu, kegiatan MOS/Ospek juga diisi penge­nalan segala hal tentang pendidikan seperti durasi pendidikan yang akan ditempuh, peraturan dan disiplin yang akan dijalani serta mengenal profil tempat belajar lebih jauh (visi misi sekolah/kampus, kegiatan ekstrakurikuler, tenaga pendidik, dlll).

Di Australia MOS dan Ospek ditekankan agar mahasiswa mengenal kondisi lingkungan dan atmosfer kampus sehingga nantinya mudah beradaptasi ketika jadwal akademik. Di negara-negara maju MOS dan Ospek lebih diarahkan agar siswa dan mahasiswa baru beradaptasi, siap mental dan siap mengikuti rutinitas belajar dengan disiplin. Di tingkat lebih tinggi di perguruan tinggi, bentuk lain MOS/Ospek adalah Matrikulasi yang memuat beberapa matakuliah yang dipelajari pra-masuk kuliah secara resmi.

Oleh karena itu, pelaksanaan MOS dan Ospek harus diawasi oleh guru, kepala sekolah, orangtua murid serta masyarakat umum. Bila ditemui keganjilan mengarah ke perpelon­coan, kekerasan, intimidasi, maka bisa melaporkan langsung ke pihak berwajib, ke kementerian pendidikan via www.mopd.kemdikbud.go.id atau para orangtua siswa/mahasiswa bersama masyarakat ramai-ramai meminta pihak sekolah/kampus menghentikan kegiatan MOS/Ospek yang tidak sesuai dengan nilai-nilai pendidikan.

Dapat disimpulkan bahwa, MOS/Ospek tidak salah selama kegiatan di dalamnya positif, bermanfaat serta sesuai dengan semangat pendidikan dan nilai-nilai moral.***

Penulis alumnus FKIP UMSU Medan, sedang studi S2 Pendidikan Bahasa Inggris di Unnes, Semarang.

()

Baca Juga

Rekomendasi