“Asalha Puja”

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa

Hari Suci Asalha Puja (Pali)/Asa­dha (Sansekerta), diperingati 2  bulan setelah Hari Raya Waisak, guna memperingati 3 peristiwa penting :

1. Buddha membabarkan Dhamma pertama kalinya kepada 5 pertapa (Pan­cavagiya) di Taman Rusa Isipa­tana, Sarnath dekat Benares pada ta­hun 588 S.M.

2.  Buddha bersama Pancavagiya membentuk Ariya Sangha untuk per­tama kalinya.

3.  Melengkapi  Tiratana/Triratna dengan terbentuknya Sangha (Buddha, Dhamma, dan Sangha ).

Hari Suci Asalha Puja tahun 2015 ini jatuh pada tanggal 30 Juli, dan ke­mudian diikuti sehari setelahnya, ya­itu 31 Juli, merupakan awal masa Vassa bagi para bhikkhu (masa para bhikkhu melakukan retreat untuk melatih dan membina dirinya selama tiga bulan).

Peristiwa suci Asalha merupakan peristiwa yang mempunyai arti yang amat penting, bahkan mempunyai ni­lai keramat bagi kemanusiaan. Se­bab, dengan terjadinya peristiwa Asalha itu­lah, maka sampai saat ini umat Bu­ddha masih dapat mengenal Buddha Dhamma yang merupakan rahasia hi­dup & kehidupan ini; Buddha Dham­ma yang indah pada awalnya, indah pada pertengah­an­nya, dan indah pada akhirnya.

Hari suci Asadha memperingati tiga peristiwa penting, yaitu :

- Khotbah pertama Sang Buddha kepada lima orang pertapa di Taman Rusa Isipatana.

- Terbentuknya sangha Bhikkhu yang pertama.

- Lengkapnya Tiratana/Triratna (Buddha, Dhamma, dan Sangha).

Bagaimana Peristiwa Hari Suci Asalha Puja terjadi?

Buddha menimbang, manusia sa­ngat senang kenikmatan dan menja­u­hi kesengsaraan, tentu sulit mema­hami dhamma yang telah diperoleh-Nya. Brahma Sahampati, penguasa dunia muncul sambil merangkap ke­dua tangannya memohon Buddha agar mengajarkan dhamma dan ber­kata “Ada makhluk-makhluk dengan sedikit debut pada matanya yang akan tertolong dengan mempelajari dham­ma, menyadarkan mereka yang sela­ma ini menganut ajaran keliru.”

Terdorong oleh kasih sayang, Buddha mengamati dunia melihat pel­bagai tingkatan pembawaan dan ke­mampuan para makhluk, lalu berkata “Terbukalah pintu menuju kekekalan, hendaknya mereka yang dapat men­dengar, menjawabnya dengan keya­kinan” (Vin.I, 4-7).

Buddha merencanakan mengajar dan mempertimbangkan prioritas agar orang yang dibimbingNya ber­ha­sil mencapai kesempurnaan dalam waktu singkat. Calon yang cocok ada­lah Alara Kalama dan Uddaka (man­tan guru Buddha), namun mereka te­lah meninggal.  Kemudian Buddha me­milih kelima pertapa teman-Nya dulu di Taman Rusa Isipatana.

Kelima teman seperjuangan petapa pada mulanya tidak percaya kalau Siddhatta telah mencapai penerangan sempurna. Setelah mendengar hal-hal baru yang tidak pernah mereka keta­hui sebelumnya, mereka mau mene­rima petunjuk dari Buddha.  Khotbah yang pertama inilah dinamakan Pe­mutaran Roda Dhamma (Dhamma­cak­kappavattana-sutta).

Buddha memberikan wejangan dengan:

1. Memberi petunjuk agar meng­hindari hal yang ekstrem seperti me­manjakan diri, mengumbar nafsu dan menyiksa diri.

2. Menggunakan jalan tengah (Maj­jhima-patipada) yakni memper­hatikan keseimbangan yang memberi ketenteraman dan menghasilkan pandangan terang.

3. Memahami Empat Kebenaran Mulia : memahami duka, asal mula du­ka, lenyapnya duka dan jalan mele­nyapkan duka.

4. Memahami prinsip jalan tengah yang disebut juga Jalan Mulia Ber­unsur Delapan.

Terbentuknya Sangha pertama kali­­nya di dalam Agama Buddha

Kondanna yang pertama kali ber­hasil menjadi Sotapanna, mendapat julukan Annata-Kondanna, yang arti­nya telah mengerti dhamma, kemu­dian memohon kepada Buddha untuk ditahbiskan menjadi bhikkhu. Bertu­rut-turut, Vappa dan Bhaddiya me­nyu­sul Mahanama dan Assaji  setelah mempelajari khotbah dhamma beri­kut­nya, mereka berhasil mencapai Ara­hat.

Selanjutnya, bersama dengan Pan­cavagiya Bhikkhu tersebut, Buddha membentuk Sangha Monastik atau Ariya Sangha Bhikkhu (Persaudaraan Para Bhikkhu Suci) yang pertama tahun 588 Sebelum Masehi .

Manfaat Hari Suci AsalhaPuja bagi Semua makhluk

Bagi seorang dhammaduta, perlu memiliki semangat misioner sebagai­mana Buddha katakan kepada 60 sis­wa yang berhasil menjadi Arahat un­tuk membabarkan dhamma. “Pergilah mengembara demi kebaikan orang ba­nyak,  membawa kebahagiaan bagi orang banyak atas dasar kasih sayang terhadap dunia, untuk kesejahteraan, keselamatan dan kebahagiaan para dewa dan manusia.”

Selain itu seorang dhammaduta da­pat membabarkan dhamma dan mengajak umat untuk menguji dham­ma sendiri sejalan dengan tradisi atau latar belakang seseorang terhadap il­mu pengetahuan modern tanpa ke­inginan mendapat pengikut atau me­ng­ubah keyakinan yang sudah dianut seseorang, berbagi pengalaman cara  mengatasi penderitaan hidup, melu­ruskan pandangan yang salah, mem­bersihkan noda pikiran/batin,  me­ninggalkan hal-hal yang buruk atau menyedihkan, berusaha untuk bang­kit serta bersemangat hingga menca­pai sukses kembali, mencapai pence­ra­han dan kebahagiaan.

Bagi seorang perumah tangga atau awam  dapat belajar dhamma, mem­praktikkan dhamma (ehipassiko) da­lam setiap aspek kehidupan sehari-ha­ri agar menjadi  umat Buddha yang cer­das,  sejahtera,  bijaksana, bahagia dan memberikan manfaat kepada orang lain.

Belajar ajaran Buddha memiliki be­­berapa aspek yaitu: Mengetahui atau mengingat (pariyatti),  melaksa­na­kan (paripatti) dan mencapai  pe­nem­busan (pativedha).

Ibarat seorang penderita sakit, yang tidak bisa sembuh apabila hanya mengetahui, mengingat dan meng­u­cap­kan resep-resepnya tanpa membe­li obat dan meminumnya. Demikian halnya dengan belajar Buddha dham­ma, kita perlu menguji kebenaran dham­ma dari  Empat Jalan Mulia dan Jalan Tengah Beruas Delapan ke da­lam problem kehidupan kita sehari-hari.

Proses dan pengalaman memprak­tikkan dhamma serta memperoleh ha­silnya  itulah yang  nantinya yang akan menguji dan menambah keya­kinan kita terhadap Buddha dhamma serta memberikan kebijaksanaan ke­pada kita untuk menjadi orang yang lebih tabah, lebih baik, lebih simpati, lebih welas asih, lebih sadar, lebih cerdas, lebih sejahtera dan lebih ber­bahagia.

Sabbe satta bhavantu sukhitatta. Semoga semua makhluk turut ber­bahagia

()

Baca Juga

Rekomendasi