Budaya Asing Bukanlah Ancaman

Oleh: Husnul Koriba Hsb. Setiap bangsa memiliki kebudayaan yang lahir berdasarkan kepribadian bang­sa itu sendiri. Namun, antara satu Ne­gara dengan Negara lainnya memiliki persamaan kebudayaan. Hal itu terjadi karena Negara-negara tersebut merupa­kan Negara serumpun atau memiliki per­samaan pandangan hidup pada bidang-bi­dang tertentu.

Kebudayaan asing ialah semua budaya yang ada pada bangsa lain. Budaya suatu bangsa atau Negara merupakan gambaran secara keseluruhan dari masyarakatnya itu sendiri. Budaya yang ada pada suatu bang­sa sangat menyatu dengan masyara­kat­nya. Dengan kata lain, budaya tersebut benar-benar merupakan jiwa dari ma­sya­ra­katnya. Sebagai contoh, Negara Arab Sau­di yang daratannya hampir semua gu­run pasir adalah suatu hal yang biasa bagi warga Negara Arab Saudi, tetapi sesuatu yang asing bagi warga Negara Indonesia.

Tidak ada satu negara pun di dunia ini dapat hidup sendiri. Setiap Negara tentu memiliki kepentingan dengan Negara-negara lain. Hal itu dikarenakan setiap Negara memiliki kelebihan dan ciri khas budayanya masing-masing. Kelebihan dan ciri khas budaya tersebut mau tidak mau harus diambil dan diserap oleh setiap negara.

Penyerapan budaya nonfisik dapat ma­suk melalui berbagai cara, yaitu kun­ju­ngan antarnegara, penyiaran informasi, per­dagangan, hubungan, dan kerja sama yang baik pada bidang-bidang tertentu. Se­dangkan penyerapan budaya secara fisik sering kita kenal dengan istilah im­por. Impor biasanya diawali dengan per­janjian yang dilakukan antara kedua Ne­gara dan kedua Negara tersebut biasanya melakukan pertimbangan-pertim­bangan khusus, dengan menganalisis dampak positif dan negatifnya, yang dilihat dari berbagai aspek.

Negara-negara yang menerima penga­ruh kebudayaan nonfisik dari Negara lain akan sangat sulit untuk dibatasi. Hal itu ka­rena pengaruh tersebut dapat terjadi se­cara terus-menerus dan tanpa disadari, sua­tu bangsa itu sudah berada atau sudah me­miliki kepribadiaan atau karakter yang ber­beda dengan budaya aslinya. Sebagai contoh, di Indonesia, kita dulunya dikenal sebagai Negara yang ramah, sopan-santun, dan berbudi pekerti.

Namun sekarang hal-hal tersebut mulai pudar dan bahkan sudah hilang. Sebagai bukti, di antaranya, bangsa kita sudah mulai terbiasa dengan berbicara kotor, ti­dak sopan terhadap orang yang lebih tua, memberi dengan tangan kiri, per­selisihan antargang, antardesa, an­tar­suku, antar­orga­nisasi, dan lain se­ba­gai­nya.

Namun, meskipun demikian, pada bi­dang-bidang tertentu budaya asing dapat me­mperkaya budaya Indonesia. Bahkan, ke­majuan bangsa Indonesia tidak ter­lepas dari peranan budaya asing. Sebagai con­toh, kemajuan perkembangan ko­sa­ka­ta bahasa Indonesia sangat banyak di­pengaruhi oleh beberapa bahasa asing di seluruh dunia. Tanpa adanya pengaruh ko­sakata asing itu, bahasa Indonesia akan men­jadi sangat miskin dan tidak dapat digunakan sebagai alat komunikasi, teru­tama dalam bahasa ilmu pengetahuan.

Cara penyerapan bahasa asing ke da­lam bahasa Indonesia diatur sesuai de­ngan karakter bahasa Indonesia. Pe­nye­rapan tersebut dilakukan dalam tiga hal, yaitu penyerapan langsung (bank, protein, golf), penyerapan tidak langsung (allergy-alergi, communication-komu­ni­kasi, university-universitas), dan pe­nye­rapan penggunaan istilah atau kata asing (pe­rencanaan-planning, pelayanan-se­vices, pertemuan-meeting).

Penyaringan Budaya Asing

Setiap budaya asing yang akan masuk ke dalam kebudayaan Indonesia harus me­lalui penyaringan atau filterisasi. Alat penyaringan pertamanya adalah Pan­casila dan alat penyaringan kedua adalah Un­dang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Seperti yang kita ketahui, batang tu­buh UUD 1945 terdiri dari 16 bab 37 pa­sal, yang terbagi menjadi lima bagian. Pertama, bentuk dan kedaulatan Negara ter­dapat dalam pasal 1. Kedua, lembaga te­rtinggi Negara terdapat dalam pasal 2 dan 3. Ketiga, lembaga tinggi Negara terdapat dalam pasal 4, 15, 16, 18, 19 , dan 22. Keempat, unsur-unsur kesejah­te­raan Negara terdapat dalam pasal 23, 29, 31, dan 37. Kelima, unsur-unsur pe­me­rintahan Negara terdapat dalam pasal 17, 24, 25, 26, 28, dan 30, serta dilengkapi dengan 4 pasal aturan peralihan dan 2 ayat aturan tambahan.

Alat penyaringan ketiga adalah perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun pemerin­tahan daerah. Jadi, isi Pancasila, UUD 1945, dan perundang-undangan menjadi to­lak ukur apakah budaya asing dapat di­terima atau tidak.

Pengaruh Kebudayaan Asing

Apa pun yang terjadi pada masa lalu, ma­sa kini, dan masa mendatang, baik di dalam maupun di luar negeri, sudah ba­rang tentu memiliki pengaruh terhadap ke­hidupan manusia. Hanya saja, ada pe­ngaruh positif yang lebih banyak di­bandingkan dengan pengaruh negatif atau malah sebaliknya.

Secara manusiawi, manusia akan lebih memilih hal-hal yang membawa penga­ruh positif dalam kehidupannya. Semua fak­ta-fakta yang terjadi di dalam ke­hidupan dapat diambil manfaatnya,. Se­ba­gai contoh, heroin sekalipun berman­faat di bidang medis untuk keperluan pem­biusan. Namun, jika heroin di­sa­lah­gunakan akan menjadi malapetaka bagi kehidupan manusia. Jadi, kebudayaan asing membawa dua pengaruh.

Pertama, pengaruh positif. Pada saat ini, teknologi bukan lagi menjadi hal yang baru bagi masyarakat Indonesia. Se­tiap orang sudah dapat mengakses informasi dari seluruh penjuru dunia melalui internet dengan alat bantu laptop atau komputer yang hampir semua orang sudah memilikinya. Akibatnya, ma­sya­rakat sudah bisa mengakses kemajuan dan menjadikannya sebagai tradisi atau kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari.

Ada beberapa pengaruh positif berupa ke­majuan yang diterima dari Negara-negara asing, yaitu kemajuan teknologi tanpa  batas, terjadinya industrinisasi di semua bidang, produk­tivitas manusia semakin meningkat, munculnya profesi­ona­lisme baru, peningkatan perekono­mian individu/ keluarga/ Negara, mudah mendapatkan informasi, memperkaya bu­daya bangsa, alat komunikasi menjadi efek­tif, mela­hirkan budaya baru, pe­ngalihan tenaga manusia menjadi tenaga mesin, dan lain sebagainya.

Kedua, pengaruh negatif. Dampak ini dia­kibatkan oleh kebudayaan asing yang ma­suk tanpa adanya kontrol yang baik. Beberapa dampaknya yaitu merubah arah ideologi Pancasila, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri, hi­langnya identitas bangsa, terjadinya ke­senjangan sosial, munculnya sikap individualisme, mele­mahkan budaya sen­diri, mengagungkan budaya asing, per­saingan perdagangan, persaingan te­naga kerja, terjadinya akulturasi budaya dunia, dan lain sebagainya.

Untuk mengantisipasi pengaruh ne­gatif tersebut, marilah kita senantiasa me­numbuhkan semangat nasionalisme kita, menanamkan dan mengamalkan ni­lai-nilai Pancasila, menanamkan dan me­lak­sanakan ajaran agama, memahami dan mengamalkan budaya bangsa, mene­gak­kan supremasi hukum, menjadi selektif ter­hadap pengaruh globalisasi, dan mem­batasi perkem­bangan baru.

Semoga dengan demikian, kita akan le­bih terhindar dari pengaruh negatif ma­suknya budaya asing yang belakangan ini sudah mulai memudarkan jati diri bang­sa kita. Ingat, budaya asing bukanlah an­caman. Serap yang baik dan tolak yang bu­ruk. Insya Allah kita akan menjadi bang­sa yang hebat, teladan bagi seluruh umat. Aaamiin… ***

Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Sumatera Utara (USU)

()

Baca Juga

Rekomendasi