Bandeng Presto yang Kaya Gizi

Oleh: Hodlan JT Hutapea

BANDENG adalah sejenis ikan laut, payau, atau air tawar yang hidup di perairan tropis (larva yang lebih be­sar bermigrasi ke perairan pan­tai, air payau, atau air tawar, dan akan kem­bali ke laut setelah matang gonad/ke­­len­jar kelamin). Ikan bandeng (nama La­tin: Chanos chanos) sebelum dikon­sum­si biasa­nya diolah dalam berbagai ben­­tuk seperti direbus (dengan bumbu ku­ning), digoreng, di­asap, dipang­gang, dan di­presto.

Salah satu kendala utama dalam upaya meningkatkan konsumsi ikan ban­deng ada­lah dagingnya yang ber­bau lumpur serta duri-duri halus­nya yang tidak mudah untuk dibersih­kan dari­ bagian da­gingnya. Dengan demi­kian, sangat tidak praktis untuk dikon­sumsi, terutama oleh anak-anak dan golongan lan­jut usia.

Untuk mengatasi masalah tersebut, cara paling praktis untuk mengolah ikan ban­deng adalah dengan dipresto. Di Indonesia, cara pengolah seperti ini memang belum be­gitu populer jika diban­ding­kan dengan pengolahan ikan asin. Padahal, citarasa yang dimiliki ikan bandeng presto lebih enak diban­ding­­kan dengan ikan yang diolah se­cara diasin ataupun dengan cara lainnya.

Cara membuat ikan ban­deng presto cukup sederhana dan mudah, yakni dengan cara memasak ikan bandeng dengan suhu dan tekanan tinggi. Umumnya dilakukan dengan autoclave, press-cooker, atau panci tekan se­­lama 60-90 menit pada te­kan­an se­kitar 1 atm. Proses pemasakan se­perti ini akan menghasilkan tekstur yang sangat lunak, tidak hanya pada daging tetapi juga pada tulangnya.

Karena teknologi peng­olah­an ban­deng presto yang sangat sederhana dan mudah, hasil olahan bandeng pres­to ini dapat diproduksi dalam ber­bagai skala usaha. Skala usaha industri pengola­han bandeng presto dibagi atas skala usaha kecil dengan kua­litas produksi 10-25 kg per­hari, usaha skala sedang de­ngan kapasitas produksi 50-100 kg, dan usaha skala besar dengan kapasitas produksi sebesar 1 ton per hari.

Pengolahan bandeng pres­to mem­pu­nyai beberapa ke­untungan bila diban­dingkan dengan pengolahan ikan asin, yaitu cara pengolah­an­nya sangat se­derhana namun ha­silnya dapat lang­sung di­makan, tanpa perlu dimasak ter­lebih dahulu. Rasanya pun cocok un­tuk selera masyara­kat Idonesia pada umumnya dan dapat dimakan dalam jum­lah yang relatif banyak, sehingga sum­bangan protein­nya cukup besar bagi per­baikan gizi masyarakat.

Pengemasan dan Penyim­panan

Ada dua cara pengemasan ikan ban­deng presto, yaitu pengemasan biasa dan pe­nge­masan vakum. Pertama, cara pengemasan biasa dilakukan dengan meletakkan produk olahan ikan bandeng di atas kertas roti dan karton, kemu­dian dimasukkan ke kantong plastik jenis low density polyethylene (LDPC).

Kedua, cara pengemasan vakum dila­kukan dengan cara produk diletak­kan di atas kertas dari karton kemu­dian dimasukkan ke dalam plastik ni­lon atau polyamide (PA) dan kemu­dian diham­pa-­udarakan dengan meng­gu­­nakan mesin vakum untuk mem­buang sebanyak mung­kin oksigen dari dalam ke­mas­an. Akibat proses ini, pro­duk akan mengalami penyu­sutan bobot sekitar 10 per­sen. Adanya teknik penge­mas­an vakum ini memung­kinkan distribusi bandeng presto dapat dilakukan ke berbagai daerah di luar sentra produksi.

Untuk penyimpanan ikan bandeng pres­to dapat dilaku­kan dengan dua cara, yaitu penyimpanan pada suhu ruang dan penyimpanan pada suhu dingin (lemari es). Pe­ngemasan vakum dan pe­nyim­panan pada suhu dingin atau suhu rendah dapat mem­perpan­jang daya tahan sim­pan bandeng presto.

Daya tahan bandeng presto yang di­kemas dengan cara biasa dapat men­ca­pai 2 hari pada suhu ruang dan 4-7 hari pada suhu rendah (lemari pen­di­ngin). Sedangkan ban­deng presto yang dikemas dengan cara vakum bisa di­sim­pan selama 20 hari pada suhu ruang dan 27 hari pada suhu rendah.

Daya tahan bandeng presto juga di­tunjang oleh peng­gunaan bumbu da­lam proses pengolahannya. Jenis dan jumlah bumbu yang diguna­kan sangat be­ragam di antara produsen satu de­ngan yang lainnya tergantung ciri khas bandeng presto dari setiap produsen.

Secara umum, bumbu yang digu­na­kan adalah ga­ram, bawang putih, ba­wang merah, jahe, kunyit, laos, ke­tumbar, biji kemiri, daun je­ruk purut, daun salam, cabai, asam, jinten, pe­nye­dap rasa, garam, dan sedikit benzoat (kurang dari 2 % bobot ikan) sebagai pengawet.

Kandungan Gizi

Kualitas bandeng presto sangat di­tentukan oleh kua­litas bahan baku, yaitu kese­garan dari bandeng. Ciri-ciri ban­deng segar adalah (1) ma­tanya ce­mer­lang, kornea be­ning, pupil hitam dan kem­­bung, (2) insang berwarna me­rah tua, cerah, dan tidak berbau me­nyim­pang, (3) ada­nya lendir alami me­nutupi ikan yang bening dan baunya khas bandeng, (4) sisiknya melekat kuat dan mengkilap, serta tertutup len­dir jernih, (5) sayatan daging cerah dan elastis.

Mengkonsumsi bandeng presto akan lebih memberi­kan keuntungan dibandingan produk olahan bandeng lain­nya. Komposisi gizi utama dari bandeng presto adalah protein yang men­capai 26,5 persen, sedangkan kadar le­mak sangat rendah yaitu ha­nya sekitar 6,4 persen. Untuk produk peri­kanan, kompo­nen protein meru­pa­kan kom­ponen kedua terbesar setelah air, tetapi mempunyai posisi penting da­lam peranannya sebagai penyum­bang zat gizi.

Untuk lemak, bandeng pres­to sa­ngat sedikit me­ngan­dung kolestrol di­bandingkan dengan lemak hewani lain­nya. Hal ini sangat baik un­tuk kese­hatan karena jika kolesterol berle­bih dapat meng­akibatkan terjadinya pe­nyumbatan pembuluh da­rah dan pe­nyakit jantung ko­roner.

Selain kaya protein, ban­deng presto juga mengan­dung sejumlah vitamin dan mineral. Vitamin yang ba­nyak ter­dapat pada bandeng presto adalah vitamin A dan D yang merupakan vitamin larut lemak. Bandeng presto juga cukup mengandung mineral karena dapat dima­kan bersama-sama sirip, tu­lang dan durinya yang telah lunak.

Bandeng presto pun me­ngandung mineral iodium, besi, dan selenium. Zat-zat gizi tersebut bermanfaat un­tuk men­cegah berbagai pe­nyakit akibat ke­ku­rangan zat gizi mikro dan pe­nya­kit degeneratif.  Mengingat begitu be­sar nilai gizi dari ikan bandeng presto, maka tak ada salah­nya kita mencoba se­bagai salah satu sumber protein dan mineral al­ter­natif.

()

Baca Juga

Rekomendasi