Berharap Kebangkitan Kereta Api Sumut dan Aceh

Oleh: H. Kliwon Suyoto

Jalur rel KA di Sumatera Utara merupakan warisan perusahaan KA Swasta di zaman kolonial Belanda bernama NV Deli Spoorweg Maatschapij (NV. DSM). Selain membentang dari Belawan sampai Rantauprapat (288 km) dan Medan – Pangkalan Susu (111 km), juga terdapat jalur simpangan Tebing Tinggi – Siantar (48 km), Kisaran – Tanjungbalai (39 km), Lubukpakam– Bangun Purba (29 km), Medan – Pancurbatu (20 km) serta Binjai – Kuala (30 km).

Dari sejumlah jalur tersebut yang masih beroperasi saat ini adalah Belawan – Rantauprapat, Kisaran – Tanjungbalai, Tebingtinggi– Siantar dan Medan – Binjai. Sedangkan Binjai – Kuala, Binjai – Pangkalan Susu dan Lubukpakam – Bangun Purba sudah tidak beroperasi lagi. Khusus untuk jalur Binjai – Besitang (101 km) kini sedang dalam proses untuk direvitalisasi oleh pemerintah pusat (Analisa, 4 September 2015).

Pada jalur Medan – Rantauprapat, selain beroperasi sejumlah KA Barang pengangkut aneka hasil perkebunan utamanya kelapa sawit, juga beroperasi 8 KA Penumpang kelas Eksekutif dan Bisnis bernama Sri Bilah. Pada jalur Medan – Tanjung Balai beroperasi 6 KA Penumpang kelas Ekonomi bernama Puteri Deli. Untuk Medan – Siantar, beroperasi 2 KA bernama Siantar Ekspres atau SIREKS. Sedangkan pada jalur Medan – Binjai dioperasikan 24 KA Komuter, KRD Sri Lelawangsa, yang dua diantaranya juga beroperasi Medan – Tebing Tinggi Pergi Pulang. 

Selain itu, PT Railink – salah satu anak perusahaan PT Kereta Api – mengoperasikan 40 KA yang menghubungkan City Railway Station (CRS) di stasiun KA Medan ke Airport Railway Station (ARS) di bandara Internasional Kualanamu dengan armada yang disebut Airport Railink Service (ARS). Berupa empat set rangkaian kereta buatan Korea Selatan, terdiri dari 4 kereta per set berkapasitas 172 penumpang. 

Kemajuan KA Sumut dan Aceh

Kalau melihat sekilas memang sulit mengakui adanya kemajuan peranan KA di Sumut dan Aceh saat ini. Terlebih di mata kawula tua seusia penulis, yang pernah merasakan bagaimana peranan KA di Sumut semasa dikelolah oleh NV. Deli Spoorweg Maatschapij. Bahkan sampai era 1970-an, sisa-sisa kejayaan KA Sumut masih dirasakan dengan beroperasinya KA Ekspres Medan – Besitang pp, yang tersambung dengan KA Ekspres Aceh Besitang – Langsa pp. 

Distribusi logistik antara Sumut dan Aceh ketika itu juga banyak menggunakan KA. Walaupun ada perbedaan lebar sepur antara KA di Sumut (1.067 mm) dan KA di Aceh (750 mm), namun hal ini tidak menjadi penghalang gerbong barang milik DSM bisa dinaikkan ke atas gerbong datar (flat Car) KA Aceh. Tetapi yang sering dilakukan adalah bongkar muat di stasiun Besitang untuk penerusannya, baik ke Aceh maupun ke Sumut.

Selain kedua KA Ekspres tersebut, pada jalur Medan – Besitang juga beroperasi KA Campuran yang merangkai gerbong barang dicampur dengan kereta penumpang. Pagi dini hari dari Medan dan Pangkalanberandan diberangkatkan KA Campuran ini menuju Pangkalan Berandan dan Medan. Berhenti dan langsir di Stabat, Tanjung Selamat, bahkan Bukit Putus untuk menarik gerbong ketel isi minyak sawit, serta gerbong isi kayu hasil hutan. 

Walaupun perjalanan nyaris tidak lancar, karena harus berhenti di sejumlah stasiun-Sunggal, Diski, Binjai, Pungai, Kwala Begumit, Kwala Bingai, Pantai Gemi, Stabat, Bukitputus, Tanjung Selamat, Kwala Pasilam, Tanjungpura Halte, Tanjungpura, Balai Gajah, Gebang, Securai, Pangkalan Berandan – namun animo masyarakat untuk menggunakan KA sangatlah besar. Tiga kereta penumpang yang terbuat dari kayu selalu tampak penuh sesak. 

Kini, kereta api hanya dapat dirasakan dan dinikmati masyarakat sepanjang jalur Medan – Rantauprapat, Kisaran – Tanjung Balai, Tebing Tinggi – Siantar, Medan – Binjai dan Medan – Kualanamu saja. Sementara jalur Binjai – Besitang, apalagi Besitang – Langsa, sejak tahun 1980-an sudah tidak pernah lagi melihat kereta api. Hanya sisa-sisa bentangan rel yang masih tampak di beberapa tempat sebagai saksi sejarah, sebagian relnya pun sudah dijarah masyarakat.

Selain itu, layanan KA Sumut dan Aceh masa kini juga kurang merakyat. Kalau di masa lalu pada setiap koridor tersedia KA Rakyat, yang berhenti di setiap stasiun. Kini sudah tidak ada lagi, KA Sribilah yang kelas Eksekutif dan Bisnis hanya berhenti di stasiun-stasiun besar seperti Tebingtinggi, Perlanaan, Kisaran. Begitu juga dengan KA Ekonomi Putri Deli dan Siantar Ekspres, tidak berhenti di setiap stasiun. 

Sumut agaknya masih beruntung dibandingkan dengan Aceh, yang kini hanya memiliki jalur KA sepanjang 12 km dengan tiga stasiun, yaitu: Krueng Geukueh,  Bungkaih dan Krueng Mane. Padahal keseluruhan jalur KA Aceh sebelumnya adalah 486 km dari Banda Aceh sampai Besitang. Ironisnya lagi, satu rangkaian KRDI buatan PT INKA Madiun yang sempat dioperasikan antara Krueng Geukueh,  Bungkaih dan Krueng Mane, kini sudah dihentikan operasinya. 

Progres Kebangkitan KA Sumut

Vice Presiden PT KAI Divisi Regional 1 Sumatera Utara dan NAD, Saridal pernah mengemukakan rencana pembangunan kembali kereta api di Sumatera Utara dan Aceh. Menurutnya, pengembangan jalur KA akan dilanjutkan dari Rantauprapat ke Kota Pinang sejauh 56 km. Studi kelayakan sudah dilakukan tahun 2014, pembebasan lahan ditargetkan selesai tahun 2015, pelaksanaan pembangunan tubuh jalur KA dimulai tahun 2016 dan pertengahan tahun 2017 ditargetkan operasi KA di Sumut bisa menjangkau Kota Pinang.

Selain itu menurut Saridal, juga akan dikembangkan jalur KA antara stasiun Medan sampai Kualanamu dengan pembuatan tubuh jalan KA untuk jalur rel ganda sepanjang 15 km dari km 8 sampai km 23. Tahun 2015 ini akan dikerjakan pemasangan bantalan dan rel, termasuk jembatannya dan pembuatan tubuh jalan KA dari km 6 sampai km 8, sekaligus pembuatan jalan KA Layang (elevated) dari stasiun Medan sampai km 6, dekat fly-over jalan Tol Belmera. 

Penjelasan lain dari Iskandar, yang pernah menjadi staf di Balai Perkeretaapian Sumut – kini bertugas di Ditjen Perkeretaapian, Jakarta – mengatakan bahwa jalur KA ke Pangkalan Berandan juga akan diaktifkan kembali. Tahap awal pada tahun 2015 dikerjakan penggantian rel lama dengan rel baru dari Binjai sampai Stabat. Tetapi di lapangan saat ini sudah dikerjakan pembuatan tubuh jalan KA dari Binjai sampai Pangkalan Berandan. 

Sejumlah informasi dari Iskandar menyimpulkan bahwa, sampai akhir tahun 2016 kemajuan pesat KA di Sumatera Utara dan Aceh akan dapat dirasakan. Indikatornya, Pertama, KA Bandara akan lebih banyak dan lebih lancar, karena didukung dengan pembuatan jalur rel ganda Medan – Kualanamu, yang sepanjang 6 km relnya dari Medan sampai Fly Over Jl. Tol Belmera di kawasan Perumnas Mandala akan dilayangkan (elevated), sehingga tidak mengganggu lalulintas dalam kota Medan.

Kedua, perjalanan KA ke Pangkalan Berandan akan dibuka kembali, minimal pada tahap awal sampai Stabat, sehingga dimung kinkan perluasan operasi KA Komuter Sri Lelawangsa sampai ke Stabat, berikutnya sampai ke Tanjung Selamat, sampai akhirnya tembus ke Pangkalan Berandan. 

Ketiga, panjang jalur KA ke arah Selatan Provinsi Sumatera Utara akan dikembangkan dari Rantauprapat ke Kota Pinang – Duri – Dumai, walaupun pada tahap awal baru sampai Kota Pinang. Layanan KA Barang semakin memasuki kawasan pedalaman (hinterland), kelapa sawit yang selama ini diangkut ratusan truk bisa dialihkan ke kereta api. Layanan KA Penumpang juga tidak berakhir di Rantauprapat, tetapi bisa berlanjut sampai ke Kota Pinang, bahkan ke depannya bisa sampai Duri dan Dumai. 

Keempat, rel KA yang menghubungkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei dengan pelabuhan Kuala Tanjung, juga segera diselesaikan. Hal ini juga berkonstribusi pada penghematan jarak tempuh menuju ke Belawan, ekspor kelapa sawit dan komoditas hasil perkebunan lainnya tidak perlu lagi melalui Belawan, bisa dari Kuala Tanjung, sehingga menekan biaya pengangkutan dan meningkatkan keunggulan kompetitif ekspor. 

Kita selaku masyarakat di Sumut tentu menyambut gembira atas sejumlah progres kebangkitan KA di Sumut dan Aceh ini. Tetapi kegembiraan kita terkadang redup manakala ada sejumlah pihak yang terkesan “menghambat” sejumlah rencana yang telah dipersiapkan pemerintah. 

Tidak hanya masyarakat yang keberatan untuk membebaskan lahannya, tetapi juga sejumlah Pemerintah Daerah yang terkesan “jalan di tempat” membebaskan lahan. 

Rel KA Sei Mangkei – Kuala Tanjung, sempat tertunda penyelesaiannya menunggu tuntasnya pembebasan lahan. Diharapkan kendala seperti yang terjadi di kawasan Kabupaten Batubara dan Simalungun ini tidak terjadi di tempat lain seperti antara Medan – Kualanamu, Medan – Pangkalan Berandan – Besitang sampai ke Aceh dan Rantauprapat – Duri – Dumai, sehingga rencana pembangunan KA Trans Sumatera segera dapat diwujudkan.

Alangkah indah dan nyamannya, kalau dari Banda Aceh – Pekanbaru, bahkan sampai Bakauheni terhubung dengan angkutan KA. Melalui pengembangan jalur bekas Tram Atjeh, tersambung dengan jalur KA warisan NV. DSM di Sumut, dilanjutkan dengan pembangunan jalan rel baru Rantauprapat – Duri – Dumai – Pekanbaru, terhubung dengan jalur KA di Sumsel, apa yang disebut sebagai Trans Sumatera Railway akan terwujud. 

Kita berharap setelah 70 Tahun usia KA di Indonesia pada 28 September 2015, kebangkitan KA Sumut dan Aceh bisa mengalahkan peran KA di Malaysia... Semoga !***

Penulis adalah pemerhati masalah sosial, ekonomi dan transportasi, tinggal di Tebingtinggi.

()

Baca Juga

Rekomendasi