Mengenal Arsitektur Modern Eropa dan Indonesia

Oleh: Syafitri Tambunan.

Dunia arsitektur, sebenarnya terus berkembang sesuai zamannya. Pernyataan ini dibuktikan dengan hadirnya Arsitektur Modern yang identik dengan perkembangan teknologi.

Di Indonesia, gaya seperti itu mulai dipakai di sejumlah kalangan. Baik itu lembaga swasta ataupun pemerintah, ternyata sering menyelaraskan bangunan sesuai dengan perkembangan.

Arsitek Peranita Sagala ST.MMPP.IAI., kepada Analisa, mengemukakan, sudah banyak negara yang mulai menggunakan gedung setipe dengan gaya modern ini. Di Paris, ada Villa Savoye dengan arsitektur asal Swiss bernama Le Corbusie dan Pierre Jeanneret. Bangunannya tidak tampak banyak menggunakan lantai, hanya dua saja, dasar dan tingkat dua. Namun, vila berarsitektur modern ini sering didominasi pola persegi panjang dan kubus. Hanya sedikit bagian menggunakan pola lain di luar itu. Meski demikian, sekitar vila ini pasti didekatkan dengan area hijau yakni rumput-rumput dan tanaman lain.

Seperti informasi berbagai sumber, villa milik keluarga Savoye, mulai dibangun tahun 1929 - 1939. Bangunan ini juga sempat beberapa kali direnovasi, yakni tahun 1963, 1985, dan 1997. Vila ini sempat dijadikan monumen bersejarah dari Prancis pada tahun 1965. Saat ini, bangunan ini menjadi salah satu monumen penting dari negara Prancis dan mendapatkan perhatian khusus dari Pusat Monumen Nasional di sana.

Ada lagi, ‘Bauhaus’ di Jerman. Dibuat dengan gaya arsitektural modern dengan fungsi utama sebagai sekolah seni di Jerman. Bauhaus dioperasikan pada tahun 1919 - 1933. Penemu pertama dari ‘Bauhaus’ adalah Walter Grup di Weimar. Setelah penemuan bangunan ini, penamaan ‘Bauhaus’ kemudian menjadi bagian dari tipe-tipe bangunan yang fungsinya sebagai sekolah atau tempat mempelajari seni dan desain.

Meski terlambat, Indonesia sebenarnya punya bangunan-bangunan seperti itu di beberapa tahun ini. Salah satunya, di Medan, yakni Gedung Digital Library (Digilib) di Universitas Negeri Medan. Arsitekturnya mungkin saja terinspirasi dari sejumlah bangunan di Eropa tadi.

Saat diperlihatkan bangunan Digilib ini, Peranita membenarkan adanya kemiripan gaya arsitektur modern yang diaplikasikan pada bangunan tersebut. “Kekhasan sebuah gedung berarsitektur modern terlihat dari adanya kaca dalam materialnya. Bangunan Digilib (Unimed), ini memiliki kesan transparan dari material kacanya. Selain itu, sesuai gaya moderen, bangunan ini juga minim ornamen, semuanya sebenarnya bersifat fungsional. Bentuknya juga universal jadi bisa jadi sering dijumpai dimana saja,” ucap Pera.

Meski setipe dengan arsitektur modern, bangunan Digilib tetap memiliki kekurangan. “Tanya dulu apakah kaca tengah itu berguna atau tidak. Sebab, moderen itu umumnya mengedepankan fungsionalnya. Kalau kaca itu tidak ada fungsinya sama sekali, hanya dijadikan ornamen, malan menyimpan semangat dari arsitektur modern itu sendiri,” sebutnya.

Menurutnya, dari beberapa sumber, semestinya, tata ruang antara bagian luar dan dalam juga menyatu. “Harusnya menyatu, harmonis antara luar dan dalam tata ruangnya. Sayang sekali kalau kaca itu tidak bisa dinikmati dari dalam,” katanya.

Jika dilihat dari luar, kaca khusus yang berada di tengah bangunan Digilib menunjukkan fungsi sebagai pemisah ruang. “Bisa jadi kaca yang di bagian tengah (Digilib) dibuat sebagai pemisahan fungsi ruang,” sebutnya.

Meski demikian, ada hal menarik dari bangunan yang secara umum digunakan sebagai tempat penyimpanan buku ini. “Di bagian depan gedung, ada amphiteater (terdapat di sayap kiri luar gedung Digilib). Saya pernah ke sana beberapa waktu lalu dan melihat gedung ini. Tapi tidak terlalu memperhatikan. Ternyata bentuknya menjadi seperti ini (bergaya arsitektur modern),” ucapnya.

Peletakan barang-barang yang berfungsi khusus juga tidak didesain rapi. “Jika dilihat dari gedung, ada kotak-kotak pendingin ruangan (air conditioner/ac) yang tidak rapi desainnya. Artinya, tidak memperhatikan kondisi alam. Sebenarnya, ac-ac tersebut bisa dijadikan pemanis jika tertata rapi. Sayangnya, justru dipamerkan begitu saja,” ujarnya.

Arsitektur modern, ucap Pera, memiliki ciri khusus yakni berjalannya fungsi. Arsitektur modern juga timbul karena kemajuan bidang teknologi yang diperuntukkan manusia untuk sesuatu yang ekonomis, mudah dan bagus. “Misalnya, penemuan dinamit untuk memudahkan menggali lubang, atau mesin untuk mempercepat proses produksi. Penemuan ini berkaitan dengan teknologi yang membuat manusia semakin mudah,” sebutnya.

Jenis arsitektur ini dimulai sebelum Perang Dunia ke I, dengan adanya pengaruh Art Nouveau yang banyak menampilkan plastisitas alam, pengaruh Art Deco, yang lebih mengekspresikan kekaguman manusia terhadpa kemajuan teknologi. “Konsep itu dimanifestasikan dalam media arsitektur, seni, serta gaya hidup,” tambahnya.

()

Baca Juga

Rekomendasi