Oleh: Mutia Nasution
“TIAAAA…. nasinya dihabisin!” teriak Mama sebelum Tia berangkat ke sekolah di pagi yang cerah ini. Namun sepertinya perkataan Mama tidak didengarkan oleh Tia sebab Tia sudah mengambil langkah seribu meninggalkan sarapan paginya dengan sisa nasi yang cukup banyak. Mamapun hanya bisa menggelengkan kepalanya Melihat tindakan anaknya.
Di sekolah…
Teett… Bunyi bel tanda jam istirahatpun berbunyi. Para siswa SD dari kelas 1 sampai 6 berhamburan keluar menuju satu tempat yaitu kantin sekolah yang menyajikan berbagai macam makanan yang lezat. Tia bersama sahabatnya Amel juga tak kalah membeli berbagai macam jajanan selera mereka.
“Mel kamu mau jajan apa hari ini?” Tanya Tia sambil terus menoleh kearah makanan penuh warna di hadapannya itu.
“Bakso tusuk saja, kalau kamu Tia?” Tanya Amel sembari menaruh saos merah merona ke bakso tusuk miliknya.
“Aku juga mau bakso tusuk Mel ditambah mie, coklat dan permen yang manis ini Mel.”
“Apa itu tidak terlalu banyak?” Tanya Amel yang heran dengan selera jajanan sahabatnya itu.
“Tidak Mel aku lapar, makanya harus jajan banyak.” Jawab Tia santai.
“Memangnya kamu tidak sarapan Tia?”
“Sarapan kog Mel, cuma tidak habis. Aku tidak selera.”
“Jadi nasi kamu bersisa? kata Mamaku, kita tidak boleh menyisakan nasi dipiring, kata Mama itu berdosa Tia.” Amel berusaha meyakinkan Tia.
“Hmm… habisnya aku tidak selera Mel, lagipula sedikit kok. Aku yakin tidak apa-apa.”
“Hmm… apa iya ya tidak apa-apa kalau sedikit?” Tanya Amel yang ragu.
“Sudah-sudah, mari kita ke kelas.” Tia menarik tangan Amel keluar dari kantin.
Tak terasa jam istirahatpun usai dan kini masuk mata pelajaran IPS. sebagian siswa amat menggemari mata pelajaran yang satu ini sebab mereka mendapat berbagai pengetahuan baik seputar Indonesia maupun mancanegara.
“Anak-anak, kalian tahu kan kalau sebagian besar pencaharian penduduk Indonesia adalah bertani?” tanya Bu’ guru Muti penuh semangat.
“Tahuu… Bu’!” Jawab anak-anak kompak.
“Ya, selain itu sebagian besar wilayah Indonesia adalah persawahan. Oleh sebab itu, kita tidak boleh menyia-nyiakan nasi yang kita makan, kita harusnya bersyukur dan berterima kasih pada para petani sebab mereka sudah susah payah memanennya buat kita agar kita bisa memperoleh gizi yang cukup untuk membangun negeri yang kita cintai ini.” tambah Bu guru Muti.
“Bu’ memangnya kenapa kalau kita sampai membuang-buang nasi?” tanya Tia penasaran.
“Hmm…Tia suka membuang-buang nasi ya?” canda Bu’ guru dan Tia hanya tersenyum sambil menggaruk-garuk kepala.
“Itu perbuatan yang tidak baik ya anak-anak. Nasi yang kita makan itu bisa menangis karena tidak dihabiskan. Kita juga bisa berdosa karena membuang-buang rezeki yang datang pada kita. Kita harus bersyukur mengingat saudara-saudara kita yang kekurangan pangan sampai menderita kelaparan atau gizi buruk diluar sana. Jadi mulai sekarang kita harus menghabiskan nasi yang kita makan ya anak-anak, paham?”
“Paham Bu’ guru!”
Sepanjang perjalanan pulang kerumah Tia terus mengingat berapa banyak jumlah nasi yang telah ia buang. Tia jadi sedih karenanya.
Sesampainya di rumah…
Siang ini rumah tampak begitu sepi, Tia bergegas menuju dapur dan Melihat Mama sedang menghidangkan makanan.
“Ehh… anak Mama sudah pulang mari kita ma…” Belum sempat Mama Melanjutkan ucapannya, Tia sudah berlari kepelukan Mama.
“Ma… Tia minta maaf ya selama ini sering menyisakan nasi, Tia gak mau nasinya menangis lagi ma.” Tia semakin memeluk erat Mama.
“Nah itu baru anak Mama. Syukurlah kalau Tia sudah menyadarinya, kalau Tia masih kenyang kan porsinya bisa dikurangi biar tidak terbuang.”
“Iya ma! Tia janji, tidak akan membuat nasi menangis lagi.” Mama pun tertawa lebar mendengar penuturan putri kesayangannya itu. ***