PUTRI Ashraf Pahlavi, saudari kembar dari Shah Iran yang terakhir dan terkenal karena memiliki kemampuan diplomasi serta insting politiknya yang tajam, meninggal dalam usia 96 tahun pada Kamis pekan lalu. Menurut penasihatnya, Robert F Armao, sang putri meninggal karena "usia lanjut". Menurut Armao, Putri Ashraf meninggal dalam tidur di rumahnya di Eropa, namun dia tidak bersedia menyebutkan nama negara demi alasan keselamatan keluarga almarhumah.
Sang putri adalah sekutu dekat dan pendukung utama saudara kembarnya, Shah Mohammed Reza Pahlavi, yang tersingkir pada revolusi 1979 dan kekuasaan kerajaan digantikan oleh pemerintahan Repubik Islam.
Menurut dokumen sejarah CIA, sang putri juga memainkan peran krusial dalam kudeta militer dengan bantuan Inggris dan Amerika untuk menggulingkan Perdana Menteri Mohammed Mossadegh pada 1953 dan mengembalikan saudaranya ke singgasana kerajaan. Putri Ashraf dikenal sebagai "pribadi yang sangat tangguh dan tokoh feminis yang sangat kuat," ujar Andrew Cooper, dosen hubungan Amerika-Iran di Columbia University.
Perjuangannya untuk hak-hak perempuan dan anak-anak membuat dirinya memiliki banyak pengagum di kalangan generasi muda Iran, tandas Cooper, yang juga menulis buku tentang kerajaan Iran.
Sedangkan Armao, yang mengaku telah menjadi penasihat putri selama hampir 40 tahun, menggambarkannya sebagai seorang diplomat berprestasi, yang membangun hubungan Tiongkok dengan Iran, dan menjabat sebagai kepala delegasi Iran di PBB selama lebih satu dekade.
Dia meninggalkan seorang putra, Pangeran Chahram Pahlavi; lima cucu; dan sejumlah cicit. Putra keduanya, Shahriar Pahlavi, dibunuh di sebuah jalan di Paris pada 1979.
Revolusi Islam
Tahun 1979, sejarah besar terjadi di Iran. Revolusi Islam pecah. Pada 16 Januari 1979, Shah Iran, Mohammad Reza Pahlevi terpaksa hengkang dari negaranya, mengakhiri kekuasaannya selama lebih 37 tahun (16 September 1941 -11 Februari 1979). Dia adalah raja terakhir di Persia.
Sistem monarki berakhir. Iran menjadi Republik Islam yang dipimpin oleh Ayatollah Ruhollah Khomeini.
Pagi itu, bersama istrinya, Ratu Farah, Pahlevi meninggalkan Teheran dan terbang ke Aswan, Mesir. "Tiga anak mereka sudah diterbangkan lebih dulu ke Amerika Serikat." demikian dilansir dari BBC.
Semasa berkuasa, Pahlevi menjalin kedekatan khusus dengan negara Barat seperti Amerika Serikat (AS) dan Inggris. Kedekatan tersebut membuat para pemimpin Islam Iran geram. Mereka menyebut apa yang dilakukan Pahlevi sama saja 'mem-Baratkan' Iran.
Salah satu yang paling menentang apa yang dilakukan Pahlavi adalah Bapak Revolusi Islam Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini. Melihat ancaman dari Khomeini, Pahlevi memutuskan mengambil tindakan represif.
Dia menculik semua pendukung Khomeini. Termasuk sejumlah mahasiswa dan cendekiawan. Namun aksi yang dinamai Pahlevi sebagai 'Revolusi Putih' ternyata menjadi bumerang bagi dirinya.
Masyarakat kelas menengah Iran merasa tidak puas dengan apa yang dilakukan Pahlevi. Revolusi Putih yang dianggap hanya memberi keuntungan keluarga kerajaan, para kaum darah biru.
Pada 8 September 1978 kerusuhan besar pecah di Iran. Ribuan orang jadi korban luka dan tewas. Kejadian ini memicu perlawanan lebih besar dari pendukung Khomeini.
Dua bulan sesudah kejadian berdarah tersebut. Ribuan massa memenuhi jalanan Iran, simbol berbau Barat dihancurkan.
Khomeini semakin di atas angin setelah 11 kelompok militer Iran memutuskan bergabung ke kubunya. Kelompok militer tersebut melancarkan serangan ke loyalis Pahlevi. Serangan tersebut membuat rezim kerajaan Iran runtuh. Pahlavi pun memilih kabur demi menyelamatkan dirinya.
Pahlevi akhirnya menjadi pelarian dan buronan utama Iran. Beberapa negara dia kunjungi. Di tahun 1979, Pahlevi memilih menetap di Negeri Paman Sam sembari melaksanakan pengobatan kanker.
Mengetahui Pahlevi ada di AS, warga Iran marah besar. Ujung dari revolusi Iran ditandai penyerangan Kedubes AS yang mendapat restu dari Khomeini.
Tragedi mewarnai hidup keluarga Shah Iran di pengasingan. Putrinya, Leila Pahlevi, bunuh diri pada usia 31 pada 2001. Sepuluh tahun kemudian, pada 4 Januari 2011, giliran putra bungsunya, Reza Pahlevi ditemukan tewas bunuh diri dengan senjata api di Kota Boston, Amerika Serikat. (rtr/nyt/es)