Alunan gendang dari musik pengiring, dan riuhan tepuk tangan penonton kembali terdengar saat beberapa seniman kembali naik ke panggung utama, dari balik panggung, terlihat beberapa pelakon sibuk menata kembali riasan wajahnya, dan ada pula yang berdiskusi tentang improvisasi dialog agar lebih menghibur. Para pelakon ini usianya sudah tidak muda lagi, yang paling muda adalah Tri Hartono yang kini menginjak usia 43 tahun, Tri adalah anak ketiga dari Ketua Kesenian Ketoprak Dor, Jumadi yang kini usianya juga sudah sepuh, 65 tahun.
Malam itu, Kamis 31 Desember 2015. Jumadi dan 11 anggotanya mendapat undangan untuk menghibur masyarakat Kota Medan demi mengisi malam pergantian tahun, malam itu juga Kesenian Ketoprak Dor Jawa-Deli telah membumi selama hampir 40 tahun.
Ketoprak Dor dulunya pada zaman penjajahan dikenal sebagai lawakan selingan. Belanda pada zaman itu sangat senang dengan pekerja dari Pulau Jawa, selain teliti, pekerja jawa dikenal rajin, dan patuh pada tuannya. Sehingga lonjakan pekerja jawa pada massa itu tidak bisa ditekan jumlahnya.
Karena perkumpulan dan rasa kebersamaan yang kuat, saat itu timbullah inisiatif para pekerja untuk menghibur diri mereka saat melepas lelah untuk bermain dan memerankan ketoprak.
Di Sumatera Utara, khususnya untuk warga Langkat dan Binjai. Ketoprak Dor mulai dikenal pada pertengahan tahun 70an, lawakan yang berisi cerita masyarakat jawa seperti "Tiga Putra Kembar", "Anak Durhaka", "Joko Bodo", dan "Raden Panji" dikemas dan diperankan oleh beberapa tokoh, dan diiringi musik. namun karena banyak nya jenis hiburan masyarakat kini, Ketoprak Dor seakan terseok melawan gencarnya berbagai hiburan tadi.
"Kalau dulu kami seminggu itu bisa tiga hingga empat kali nampil, karena mengisi acara kawinan, atau acara khitanan, pokoknya laris lah, kalau sekarang jenis hiburan kan sudah banyak, tapi kami berupaya untuk tetap eksis dalam menghibur masyarakat " ucap Jumadi.
Gempuran jenis hiburan perkotaan tersebut membuat beberapa seniman Ketoprak Dor harus berfikir keras untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda, agar bisa dinikmati masyarakat modern.
"Kami bertekad untuk tetap eksis, dan tidak mau tunduk pada zaman, semoga kedepan ada generasi baru untuk menyepuh kembali semangat Ketoprak Dor, "tutur Jumadi. (Qodrat Al-Qadri)











