Oleh: Syafitri Tambunan
INDONESIA, sejak dulu, dikenal dengan nama 'Nusantara' saat Sumpah Palapa terlaksana. Meskipun telah lama waktu berlalu, jejak Nusantara tersebut masih ada di beberapa unsur, salah satunya kekayaan ragam hunian/rumah/kediaman masyarakat tradisional.
Setiap belahan bumi nusantara memiliki bentangan yang khas tiap permukaannya. Kekhasan itu mampu memunculkan karakter berbeda di masing-masing daerah. Termasuk budaya masyarakat saat mendirikan hunian di masa lalu. Mungkin, itu sebabnya pada Sumpah Palapa, ‘Nusantara’ dijiwai untuk menyatukan perbedaan tersebut dalam satu identitas.
Arsitektur Nusantara sendiri berasal dari istilah 'Nusa dan 'Antara' yang mengambil sumber dari sumpah Palapa Mahapatih Gajah Mada dengan arti gugusan pulau-pulau kecil/sedang yang terletak di antara dua benua dan dua samudera. Sementara, proses rancang Arsitektur Nusantara disebut-sebut merupakan oleh-oleh pemikiran rasional dan spiritual masyarakat. Artinya, logika dan keagamaan mempengaruhi proses pendirian bangunan.
Namun, beberapa arsitek Indonesia masih memperdebatkan masalah untuk mengangkat arsitektur lokal dengan berbagai topik seperti arsitektur vernakular, arsitektur tradisional, arsitektur nusantara, arsitektur Indonesia dan masih banyak topik lain. Padahal, bila melihat apa tujuan 'Nusantara', paling tidak, di setiap pulau di Indonesia ada 'benang merah' arsitektur dari hunian satu kelompok masyarakat ke masyarakat lain.
Potensinya ada karena Indonesia memiliki letak strategis dengan garis khatulistiwanya. Sehingga, arsitektur huniannya, mau tidak mau, pasti membicarakan masyarakat dan geografisnya.
Merancang dengan potensi arsitektur nusantara berarti mencari karakteristik arsitektural dari sebuah wilayah geografis pulau-pulau tanpa terbatasi oleh luasnya wilayah satu negara. Untuk Pulau Sumatera Utara saja, ada 'benang merah' ciri khas arsitektur hunian tradisionalnya. Misalnya, banyaknya bangunan vernakular, adanya perpaduan Kolonial Belanda, hingga percampuran Timur Tengah dan Tiongkok mengingat kehadiran bangsa-bangsa tersebut dominan ada di pulau ini.
Akademisi Arsitektur, Ir. Bhakti Alamsyah, MT. Ph. D., menyebutkan karakter ArsitekturNusantara tiap daerah tersebut melahirkan bentuk-bentuk arsitektur baru yang lebih menonjolkan kedaerahannya. "Perkembangan Arsitektur Nusantara di Indonesia, dapat dilihat dari keberadaan langgam di sejumlah daerah. Beberapa di antaranya, Provinsi Bali, Provinsi Sumatera Barat, Yogyakarta, Provinsi Riau dan beberapa provinsi di Kalimantan. Hadirnya karakter tersebut dianggap telah berhasil mengembangkan inovasi arsitektur tradisional menjadi suatu semangat baru berarsitektur yang diwujudkan ke dalam," ucap Dosen Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Pembangunan Pancabudi.
Berdasarkan pengamatannya, Arsitektur Nusantara terus berkembang sangat pesat sejalan dengan perkembangan arsitektur itu sendiri. "Bahkan negeri ‘jiran’ juga menggunakan istilah Arsitektur Nusantara sebagai bagian dari pengkayaan nilai-nilai arsitektur yang berkembang di wilayah tersebut," sebutnya.
Perkembangan
Yang termasuk dalam perkembangan Arsitektur Nusantara, selain arsitektur yang dijiwai oleh arsitektur tradisional, juga dipengaruhi nilai-nilai arsitektur yang datang dari luar seperti kolonial, India, Jepang, Cina dan sebagainya. Hal tersebut bisa tercapai dikarenakan budaya-budaya pendatang telah mengalami asimilasi terhadap arsitektur tradisional.
Sebagai contoh, lanjutnya, Hotel Dharma Deli, Gedung Kantor Pos, Istana Maimun dan Rumah Tjong A Fie merupakan contoh-contoh yang telah mengalami asimilasi terhadap arsitektur tradisional yang ada di Sumatera Utara. "Kalau kita menjelaskan ciri-ciri utama apa saja yang harus ada dalam pemahaman Arsitektur Nusantara. Yang dapat dijawab pertama sekali adalah Arsitektur Nusantara bukan merupakan langgam atau style yang bisa menjadi dasar untuk dituangkan dalam bentuk fisik secara disain," katanya.
Dia menambahkan, belajar dari pengetahuan yang pernah dipelajari sejak sekolah dasar, Nusantara merupakan sebuah setting tempat yang luas, terdiri dari beberapa pulau dan berisikan penduduk dengan latar belakang budaya yang sangat beragam. "Ke-Bineka Tunggal Ika-an yang menunjukkan tempat yang begitu luas dihuni oleh berbagai suku bangsa dengan berbagai latar belakang budaya, namun tetap dalam satu naungan yakni ‘Nusantara’," tambahnya