Pekanbaru, (Analisa). Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bengkalis akan mengusulkan rumah adat Suku Sakai di daerah Sobanga Desa Kusumbo Ampai, Kecamatan Mandau sebagai objek wisata baru di Provinsi Riau.
"Rumah adat ini pasti akan dicari oleh peniliti dan wisatawan," kata Penjabat Bupati Bengkalis Achmadsyah Harofie pada peresmian rumah adat Suku Sakai di Desa Kusumbo Ampai, Selasa, (19/1).
Suku Sakai merupakan salah satu masyarakat adat asli di Provinsi Riau yang tersebar di sejumlah kabupaten, yaitu Kampar, Bengkalis, Indragiri hulu, dan Siak. Mereka tergolong Melayu Tua (Proto Melayu) yang awalnya hidup nomaden dengan bergantung pada hasil hutan.
Orang Sakai terbanyak berada di wilayah Desa Kesumbo Ampai Kecamatan Mandau, Bengkalis, berjarak sekitar 180 kilometer dari Kota Pekanbaru.
Mereka kini memiliki rumah adat baru yang dibangun oleh perusahaan industri hutan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (IKPP) dan PT Arara Abadi (Arara) dari grup APP-Sinar Mas Forestry.
Rumah adat tersebut dibangun kembali untuk menggantikan rumah adat lama yang kondisinya sudah rusak berat.
"Karena itu mari kita ajak anak-cucu kita untuk melestarikan budaya ini agar tempat ini bisa bercerita tentang sejarah nenek moyang kita. Harapan kami agar kearifan lokal ini bisa dilestarikan," katanya.
"Suku Sakai sekarang bukan suku yang terpinggirkan. Sudah ada yang jadi lurah, camat, dan bahkan bisa jadi gubernur," lanjut Achmadsyah Harofie.
Direktur IKPP, Hasanuddin mengatakan nilai kebudayaan yang tinggi merupakan hal penting yang harus dipelihara sebagai kekayaan negara yang dapat dibanggakan secara internasional, sehingga rumah adat Sakai adalah salah satunya yang perlu dilestarikan.
Rumah adat tersebut berdiri di lahan seluas sekitar 1,3 hektare di lokasi lama dan menggunakan konstruksi lebih kuat karena menggabungkan kayu dan besi. Pembangunan rumah adat tersebut menghabiskan biaya sekitar Rp1 miliar.
Selain itu, ia mengatakan tingkat deforestasi yang semakin tinggi di Indonesia merupakan hal penting bagi perusahaan, sehingga dengan adanya rumah adat Sakai yang salah satu fungsinya sebagai tempat pendidikan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai konservasi dan kehidupan yang berkelanjutan.
"Program ini diyakini dapat memberikan keuntungan bagi setiap pihak. Pada akhirnya, dengan berjalannya program ini dapat membuat hubungan yang berkesinambungan antara perusahaan dan Suku Sakai baik saat ini maupun di masa mendatang," katanya.
Ketua Adat (Bathin) Sakai, M. Yatim, mengatakan rumah adat yang berbentuk rumah panggung itu merupakan kekayaan budaya bagi warga Sakai. Tempat itu juga berfungsi sebagai museum karena berisi beragam peralatan dan peninggalan Suku Sakai, seperti baju dari kulit kayu, foto kehidupan masyarakat Sakai tempo dulu, alat musik, peta tanah adat, hingga keris kuno.
"Kami menggunakan rumah ini untuk dapat saling berbagi ilmu, melatih kesenian khas adat Sakai dan mempererat hubungan persaudaraan kami. Kami berharap agar perusahaan dapat terus memelihara dan mendukung kelestarian budaya kami di masa depan, sehingga tercipta hubungan yang berkesinambungan antara masyarakat lokal dan perusahaan," kata M. Yatim. (Ant)