SETELAH 28 tahun bersembunyi di hutan Guam, petani setempat menemukan Shoichi Yokoi, seorang sersan Jepang yang tidak menyadari Perang Dunia II telah berakhir.
Guam merupakan pulau di Pasifik barat seluas 200 mil persegi yang menjadi milik Amerika Serikat pada 1898 setelah Perang Spanyol-Amerika. Pada 1941, Jepang menyerang dan merebutnya.
Pada 1944, setelah tiga tahun pendudukan Jepang, pasukan AS merebut kembali Guam. Saat itu pasukan Jepang mundur, Yokoi memilih bersembunyi daripada menyerah kepada Amerika.
Di hutan Guam, dia membuat berbagai alat demi kelangsungan hidupnya. Selama hampir tiga dekade berikutnya dia menunggu kembalinya Jepang dan perintah berikutnya.
Setelah ditemukan pada 1972, Yokou akhirnya dipulangkan ke Jepang. Di negara asalnya itu dia dipuji sebagai pahlawan nasional. Dia pun kembali menjalani hidupnya dengan menikahi seorang perempuan. Namun, dia kembali ke Guam untuk bulan madu.
Alat kelangsungan hidup buatan tangan Yokoi dan seragam tipisnya dipajang di Museum Guam di Agana.
Bersembunyi di Hutan Pilipina
Satu lagi kisah seorang tentara Jepang yang hidup di persembunyian selama 30 tahun di hutan Pilipina dalam mengemban tugas mencari informasi dalam sebuah misi pada perang dunia kedua.
Seorang tentara Jepang yang bersembunyi di sebuah hutan belantara di Pulau Lubang, Pilipina selama 30 tahun, dia tidak percaya bahwa Perang Dunia II telah usai.
Dia adalah Letnan dua Hiroo Onoda, seorang perwira intelijen yang bertugas mencari informasi dan bergerilya di hutan.
Berbagai upaya untuk meyakinkan dia agar menyerah gagal. Tentara Jepang ini tidak akan pernah menyerah sampai titik darah penghabisan, kecuali jika diperintahkan menyerah oleh komandannya.
Dengan bersenjatakan senapan lama dan sebilah pedang samurai, Letnan Hiroo Onoda terus berjuang untuk negara.
Akhirnya Letnan Hiroo Onoda baru bersedia keluar dari hutan Pilipina setelah mantan komandannya didatangkan pada tahun 1974, yang kemudian memerintahkan kepada Letnan Hiroo Onoda untuk menyerah.
Hiroo Onoda adalah seorang perwira intelijen tentara Jepang berpangkat Letnan dua yang bertugas mencari informasi dan tinggal di hutan dalam sebuah taktik perang gerilya.
Letnan Hiroo Onoda dikirim ke pulau Lubang pada tahun 1944 dan diperintahkan untuk tidak pernah menyerah, rela melaksanakan tugas serangan bunuh diri dan tetap memegang teguh perintah atasan sampai bala bantuan tiba.
Hasil Rekayasa Rezim Boneka
Dia bersama tiga tentara lainnya terus mematuhi perintah atasan meskipun ternyata Jepang telah menyerah pada tanggal 2 September 1945 kepada sekutu.
Pada tahun 1972 , Letnan Hiroo Onoda bersama tiga rekan prajurit lainnya yang masih hidup terlibat dalam sebuah kontak senjata dengan tentara Pilipina, dan tembak-menembak tak terhindarkan demi menyelamatkan informasi tugas negara.
Ketiga rekannya gugur semua di tempat itu, tapi Letnan Onoda berhasil melarikan diri untuk menyelamatkan informasi. Sejak itu dia menjalankan tugas negara seorang diri dengan bergerilya di hutan lebat dengan bersenjatakan senapan lamanya dan sebilah pedang samurai yang selalu menemaninya selama 30 tahun.
Insiden baku tembak tentara Pilipina dengan tentara Jepang tersebut mengejutkan Jepang yang akhirnya pemerintah Jepang mengirim anggota keluarganya ke tempat persembunyian Onoda di hutan Pilipina, tujuannya untuk menyampaikan kepadanya bahwa perang sudah berakhir.
Namun Onoda menolak untuk berhenti bergerilya, dia mengatakan bahwa upaya membujuk dia keluar dari hutan ini hanyalah hasil rekayasa rezim boneka bentukan Amerika Serikat yang dipasang di Tokyo. Onoda selamanya akan tetap percaya kepada perintah atasannya.
Onoda telah dilatih di sebuah sekolah intelijen militer tempat dia diperintahkan untuk bersikap curiga terhadap perintah siapapun yang mungkin telah didistribusikan oleh musuh atas nama militer Kekaisaran Jepang.
Onoda meyakini bahwa Perang Dunia II sedang berkecamuk dan dia tetap berfokus pada tugas membela negara dengan berpedoman “saya melaksanakan perintah.” (gsc/es)