Oleh: Syafitri Tambunan
Sumatera Utara, khususnya Kota Medan, memang terkenal dengan konsep pembaurannya. Mulai dari suku, agama, ras, dan antar golongan, disebut-sebut menjadikan masyarakat Medan kaya akan pesona, salah satunya terlihat dari eksistensi bangunan ibadah berkonsep universal Maha Vihara Maitreya Cemara Asri Medan. Konsep ini diyakini dimiliki setiap manusia terlepas dari apakah orang itu berkulit hitam, putih, bersuku Melayu, Batak, Tionghoa, ataupun apakah agamanya Islam, Kristen, ataupun Buddha.
Konsep inilah, yang membuat bangunan Maha Vihara terbesar di Asia Tenggara ini berdiri dan akhirnya mampu menyedot 5000- 7000an orang pengunjung perhari (di momen tertentu). Keuniversalan vihara ini terlihat dari kunjungan masyarakat berbagai golongan yang selalu antusias saat berada di dalam komplek bangunan. "Begitu datang, ada yang bahkan memeluk (arca Buddha), kadang memegang perutnya, kakinya, bahkan kantungnya. Banyak masyarakat dari multitenik dan multiagama berfoto bersama (arca/patung). Sebab, (Buddha) Maitreya membawa suatu keceriaan untuk kehidupan manusia. Ketika kita stres dan melihat sosok 'Buddha Tawa Riang', bisa bahagia. 'Lucky Buddha' ini sangat menyenangkan orang. Setiap orang tertawa pasti bahagia dan membawa keberuntungan," sebut pengurus even Maha Vihara Maitreya Cemara Asri Medan, Marwin, S.E. Kamis (28/1).
Lebih spesifik lagi, Marwin bercerita, kemegahan bangunan ini bahkan mengalahkan komplek Maha Vihara Duta Maitreya yang ada di Kota Batam. "Maha Vihara Maitreya Medan ini yang terbesar di seluruh Asia Tenggara, untuk bangunan inti. Sebelum (Maha Vihara) ini dibangun, dulunya, yang terbesar ada di Batam, yang diresmikan tahun 2000an juga dan dibangun bertotal lahan 5 hektar. Namun, yang di Batam itu luas lahannya sudah termasuk mess (asrama), pudiklat (pusat pendidikan pelatihan) untuk para abdi dan sekolahnya. Sementara, Maha Vihara Maitreya Medan ini bangunan intinya saja seukuran itu, dengan letak sekolahnya berada di luar bangunan inti berjarak beberapa meter dari sini. Untuk bangunan inti, vihara ini (Maha Vihara Maitreya) yang terbesar di Asia Tenggara," paparnya.
Dilanjutkannya, peletakan batu pertama Maha Vihara Maitreya Medan telah dilakukan tahun 2000 disusul pembukaan resmi pada Agustus 2008. Diawali saat peletakan batu pertama, lahan datar ini kemudian disulap menjadi salah satu bangunan vihara terbesar se Asia Tenggara. Pada peletakan batu pertama juga sempat digelar pertunjukan koor dengan 1300 orang umat dari Sumatera Utara.
"Jumlah Vihara Maitreya di Sumatera Utara sebenarnya ada sekitar 53 bangunan. Beberapa di antaranya ada di Jalan Gandhi, Sutrisno, Sutomo, di sini (Maha Vihara Matreya Cemara Asri), Jalan Mesjid, dan lainnya. Kurang lebih, sisi kontruksi bangunannya juga sama, namun disesuaikan kondisi setempat," ujarnya.
Begitupun dengan Maha Vihara yang sebenarnya tidak hanya ada di Medan dan Batam, tapi juga Palembang, Jakarta, Pontianak, dan beberapa daerah lain. "Tipikal bangunan Maha Vihara juga umumnya sama dengan tata ritual yang sama pula. Yang paling membedakannya hanya dari fasilitas tambahan. Di sana ada hall serbaguna," tuturnya.
Sementara, alasan vihara dibangun hanya dilakukan untuk memfasilitasi kebutuhan umat. "Tujuan kita, vihara dibangun di setiap tempat agar bisa memfasilitasi umat Buddha untuk beribadah. Jadi tidak ada tujuan lain mengapa di sini atau di sana," ulasnya.
Sementara, secara khusus, dia menjelaskan, kata 'Maitreya' sendiri berasal dari nama Buddha 'Maitreya' yang identik dengan simbol 'kebahagiaan'. "Matreya atau Sakyamuni Maitreya dikenal sebagai sosok 'Biksu Berkantor'. Di daerah manapun, secara umum, digambarkan dengan muka senyum, cerah, bawa kantung, bawa bola dunia, bawa emas, dan itu selalu diidentikkan dengan perawakan gempal, muka bulat dan selalu tertawa. Dia membawa keceriaan pada umat manusia. Ini terbukti dari banyaknya orang datang ke sini dari multietnis yang ceria," tuturnya.
Bagian areal bangunan terbagi atas tiga konsentasi, bagian kanan berupa areal bisnis/usaha, bagian kiri perkantoran, dan di tengah adalah pusat kegiatan agama (ibadah). "Yang di lantai bawah berkapasitas 1500 orang dan lantai atas bisa memuat 2000 orang. Tapi kalau saat even khusus, pengunjung yang datang perhari bisa 5000an orang dengan waktu berbeda. Mereka datang dengan waktu berbeda, khusus malam tertentu saja, seperti Malam Cap Go Meh yang bisa mencapai 5000 - 7000 orang berkunjung hingga sampai bergerak saja susah," akunya.
Melihat bagian dalam bangunan, juga tidak kalah indahnya. Terdapat beberapa tiang menjulang berbahan marmer begitupun lantainya. Beberapa tiang juga diukir dengan bentuk-bentuk relief yang beragam, salah satunya bentuk Naga. Di beberapa sisi juga terdapat puluhan arca Buddha, di antaranya Satyamuni, Dewi Kwan Im, dan Dewa Kwang Kong. "Komposisi yang paling dominan di vihara ini adalah Maitreya. Namun, selain arca Buddha Maitreya, di vihara ini juga terdapat arca Buddha lainnya, seperti Dewi Kwan Im, Satya Kalama, Amitabha, dan lainnya. Arca tersebut tersebar di berbagai bagian vihara dengan kekhasannya masing-masing. Di dalam juga terdapat tempat bermain untuk anak-anak
Dengan kehadiran Maha Vihara Maitreya ini, Medan memiliki nilai tambah yang bisa dijadikan daya tarik dengan konsep keberagaman yang luar biasa. Vihara dan eksistensinya juga menjadi bukti toleransi hidup dalam keberagaman dan bagaimana masyarakat mampu bersatu menatap zaman yang sudah sangat berkembang ini. Tidak tanggung-tanggung ribuan bahkan jutaan umat telah mengumpulkan dananya untuk pembangunan rumah ibadah yang menjadi satu bangunan ibadah terbesar di Kota Medan, Indonesia, bahkan Asia Tenggara.