Oleh: dr. Astrawinata G
OBAT analgetik (pereda rasa nyeri) adalah salah satu obat yang paling banyak diresepkan oleh dokter, sebab keluhan tersering yang menyebabkan pasien datang kepada dokter adalah rasa nyeri, baik karena infeksi, trauma (benturan fisik, dan sebagainya), maupun penyebab lainnya.
Ada beberapa golongan obat analgetik yang bisa dipakai, dan salah satu yang tersering adalah golongan NSAID (Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drug). Contoh dari obat golongan ini adalah asam mefenamat, natrium diklofenak, aspirin, iburofen, celecoxib, dan sebagainya. Ada beberapa alasan mengapa obat ini banyak diresepkan dokter, antara lain karena bekerja dengan efektif dan memiliki khasiat sebagai anti piretik (penurun demam), anti-inflamasi (meredakan peradangan), dan analgesik (penghilang rasa nyeri), juga banyak tersedia di pasaran dan terjangkau oleh pasien.
Bahkan banyak kita jumpai berbagai merek obat NSAID yang dijual bebas dan dapat diperoleh dengan mudah. Ada pula sebagian orang yang terbiasa meminum obat ini setiap kali merasa nyeri. Kita tahu, setiap obat memiliki efek samping, karena itu ada baiknya kita ketahui sedikit lebih dalam mengenai obat NSAID agar lebih bijaksana dalam menggunakan obat ini.
Bagaimana sebenarnya NSAID bekerja?
Ketika terjadi cedera jaringan, membran sel yang rusak akan dirombak menjadi asam arakhidonat. Kemudian asam arakhidonat diubah oleh enzim siklooksigenase (Cyclooxygenase/ COX) dan lipooksigenase (Lipooxygenase/ LOX). Asam arakhidonat melalui enzim COX dan LOX akan diubah menjadi berbagai senyawa, baik yang menyebabkan peradangan dan rasa nyeri maupun senyawa yang berguna untuk fungsi berbagai organ tubuh.
NSAID bekerja dengan menghambat kinerja enzim COX, sehingga tidak terbentuknya senyawa produk dari enzim tersebut.
Enzim COX memiliki 2 isoenzim yaitu COX-1 dan COX-2 (enzim COX-3 masih dalam penelitian mengenai fungsinya). NSAID juga dibedakan secara sederhana menjadi:
1. NSAID yang selektif menghambat kerja COX-1, seperti aspirin dan ketorolac, dan sebagainya.
2. NSAID yang selektif menghambat kerja COX-2, seperti celecoxib, etoricoxib, rofecoxib, dan sebagainya.
3. NSAID yang menghambat kedua enzim (tidak selektif) seperti ibuprofen, ketoprofen, diclofenac, asam mefenamat, piroxicam, dan meloxicam, dan sebagainya.
Seperti telah dijelaskan di atas, enzim COX selain menghasilkan senyawa yang menyebabkan peradangan dan nyeri, juga menghasilkan senyawa yang berguna untuk berbagai organ tubuh, seperti untuk perlindungan organ lambung. Akibatnya, konsumsi NSAID akan meningkatkan resiko iritasi lambung, baik oleh sifat obat yang asam maupun akibat hilangnya efek proteksi dari prostaglandin (produk olahan oleh enzim COX) terhadap mukosa lambung.
Oleh karena itu, banyak pasien yang mengeluhkan nyeri ulu hati dan perut kembung akibat penggunaan NSAID, dan jenis yang menimbulkan keluhan ini adalah yang selektif menghambat COX-1 dan yang non-selektif, seperti aspirin, ibuprofen, asam mefenamat, diklofenak, dan sebagainya.
Maka dari itu, banyak yang kemudian beralih ke penggunaan NSAID yang selektif COX-2 dengan harapan mengurangi efek samping saluran cerna dari yang selektif COX-1. Ternyata, sebuah studi meta-analisis yang diterbitkan di jurnal BMJ tahun 2006 mengungkapkan bahwa penggunaan COX-2 inhibitor akan meningkatkan resiko sumbatan pembuluh darah (trombosis), stroke, dan infark myokard (kematian otot jantung) sampai 80%. Selain itu, penggunaan COX-2 inhibitor akan memperlambat penyembuhan tulang yang patah.
Jenis NSAID yang menyebabkan kasus ini adalah yang selektif COX-2 seperti celecoxib, etoricoxib, rofecoxib dan NSAID non spesifik yang digunakan dalam dosis tinggi.
Maka ini diibaratkan bagai makan buah simalakama, seseorang yang menggunakan COX-1 inhibitor beresiko untuk mengalami pendarahan saluran cerna, sedangkan pemakaian COX-2 inhibitor akan beresiko pada gangguan jantung dan pembuluh darah. Pemakaian NSAID yang non-selektif otomatis akan meningkatkan kedua resiko tersebut.
Adakah efek samping yang lain?
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, asam arakhidonat akan diubah oleh enzim COX dan LOX. Kedua enzim ini adalah suatu sistem keseimbangan, dimana bila enzim COX dihambat kerjanya, maka asam arakhidonat akan lebih banyak diubah oleh enzim LOX.
Produk dari enzim LOX berupa leukotrien, dan leukotrien bersifat menimbulkan vasokonstriksi (penyempitan pembuluh darah) dan bronkokonstriksi (penyempitan bronkus). Pada mata juga akan meningkatkan resiko kebutaan warna dan photosensitivity yang meningkat.
Penyemputan pembuluh darah akan memperparah hipertensi bila sebelumnya telah dialami oleh pasien. Penyempitan pembuluh darah di ginjal juga akan meningkatkan resiko gagal ginjal akut, terutama pada anak-anak.
Karena itu anak-anak sebaiknya tidak diberikan NSAID. Ditambah lagi aspirin beresiko menyebabkan sindroma Reye’s bila diberikan pada anak-anak dan remaja dibawah 16 tahun.
Bronkokonstriksi yang ditimbulkan akan memicu asma, yang dikenal dengan istilah NSAID-induced-asthma. Penggunaan NSAID pada saat kehamilan juga akan menyebabkan penutupan duktus arteriosus (suatu struktur pembuluh darah yang sangat penting untuk kehidupan janin) dan menghilangkan kontraksi rahim sehingga berbahaya bagi janin serta memperpanjang masa kehamilan.
Lalu, bagaimana kita menyikapinya?
Obat yang selama ini kita anggap aman, murah dan mudah dibeli ternyata bisa menimbulkan resiko yang besar bagi berbagai organ tubuh bila dipakai dalam dosis besar dan jangka waktu yang lama. Oleh sebab itu, ada baiknya kita mulai menaruh perhatian khusus terhadap obat ini.
Rasa nyeri yang kita anggap menyiksa hendaknya dipandang sebagai suatu sinyal dari tubuh yang menunjukkan ada yang tidak beres dalam tubuh kita. Maka sebaiknya kita tidak langsung “mematikan” rasa nyeri tersebut, melainkan menelusuri apa yang sebenarnya terjadi dan memikirkan apa yang memicu rasa nyeri tersebut.
Rasa nyeri juga bisa digunakan sebagai alat untuk memantau perkembangan penyakit yang kita derita. Sebagai contoh, rasa nyeri akibat infeksi akan hilang seiring dengan sembuhnya infeksi tersebut. Bila kita terus menerus menggunakan NSAID untuk menghilangkan rasa nyeri tersebut, kita tidak tahu persis apakah penyakit kita sudah sembuh atau belum, dan ini menyebabkan ketidak-patuhan dalam meminum antibiotik yang diresepkan dokter sehingga infeksi bisa menjadi semakin parah.
Berikut adalah beberapa cara yang dapat kita terapkan:
1. Ingatlah bahwa rasa nyeri merupakan respon alami yang kita miliki untuk memberitahu adanya gangguan dan akan hilang bila tubuh sudah kembali sehat. Dengan sugesti psikologis seperti ini maka rasa nyeri yang kita rasakan akan berkurang.
2. Bila Anda ingin menggunakan obat analgetik, mulailah dengan analgetik yang ringan. Contoh yang banyak dijumpai adalah parasetamol. Obat ini memiliki efek samping yang lebih ringan dan lebih bisa ditoleransi bahkan oleh ibu hamil dan anak-anak. Efek samping yang ditimbulkan juga lebih sedikit dibandingkan NSAID.
3. Bila berobat ke dokter, tanyakan apakah dokter meresepkan NSAID sebagai analgetik. Bila ya, Anda boleh mengutarakan bila Anda masih belum terganggu dengan rasa nyeri tersebut. Anda juga boleh meminta dokter untuk mengganti jenis analgetik yang lebih ringan.
4. Bila rasa nyeri terdapat di bagian luar tubuh seperti sendi dan otot, maka gunakan NSAID dengan bentuk sediaan krim atau gel untuk dioleskan di lokasi nyeri (topikal). NSAID topikal akan lebih sedikit memasuki peredaran darah sehingga efek samping menjadi lebih sedikit.
5. Hindari penggunaan 2 atau lebih obat analgetik, termasuk menggunakan 2 atau lebih obat NSAID sekaligus, sebab selain manfaatnya tidak berbeda jauh, efek samping juga akan lebih tinggi.
6. Bila Anda memiliki penyakit atau faktor resiko penyakit yang mengharuskan untuk meminum NSAID secara rutin -contohnya penyakit jantung koroner yang diharuskan meminum aspirin setiap hari- maka konsultasikan dengan dokter Anda untuk menggunakan bentuk sediaan obat yang lebih aman, atau menggunakan alternatif lain.