YANG
Alunk Estohank
Yang datang dan yang pergi
selalu beriringan
bagai sumber mata air dipegunungan
mengalir tak henti-henti
tapi ini hari
dadaku begitu nyeri
menyaksikan lonceng-lonceng berbunyi
dan beduk yang tiada henti
ada yang Tuhan rencanakan
dari kelahiran dan kematian
hingga cinta ini tak kuasa kubayar dengan kesetiaan
2015
SASMITALOKA JENDERAL SUDIRMAN
Alunk Estohank
Setiap kali aku memandangmu
jalanan yang kuyup bunyi mesin
terasa hampa
bagai dunia ini telah tiada
kau berdiri mematung
sampai hari pun tak kuasa kau hitung
padahal kita telah merdeka
para penjajah telah pulang ke negeri asalnya
tapi di sini dipinggir jalan ini
kau seakan mau mengatakan
kalau kita belum merdeka
kita harus berjuang
negeri ini bukan tempat para pecundang
tapi bagaimana
apa yang musti kukatakan pada mereka
tentang raut wajahmu
tentang kepalan tanganmu
mereka terus berlari
tak henti-henti
setiap kali aku memandangmu
tak sekalipun kulihat
senyum merekah dari bibirmu
matamu yang nyalang
menggagahi jalanan
menancapkan harapan
anak-anak muda yang belum paham arti berjuang
2015
KEPADA JUK KAWI
Alunk Estohank
Masa kanak-kanak telah lama meninggalkanku
kampung halaman yang selalu sejuk dipandang
terlalu jauh melipat jarak
hingga dadaku terasa sesak
ingin rasanya aku kembali
bermain sesuka hati
tertawa sepanjang hari
namun ruang dan waktu
terlalu cepat berburu
sampai usia menggugurkan musim satu-satu
kau pun kini tinggal nama di atas batu
2015
CUKUP SENYUMMU
Alunk Estohank
Tuhan, tumbuhkanlah sekuntum bunga di dadaku
biar wangi semerbak tak lekang oleh waktu
Tuhan, mekarkanlah sekuntum bunga di dadaku
biar kumbang-kumbang tahu
kalau dada ini tak berdebu
Tuhan, jika tak ada bunga yang bisa mekar dan tumbuh di dadaku
cukup senyummu
menancap abadi
2015
MEMBUKA JANUARI #1
Aisyah Haura Dika Alsa
Letak hati belum berpindah
masih setia menjadikan jantung sebagai rumah
meski desember telah kehilangan debarnya
namun kenang masih berlapang di sukma
akankah setelah musim bergantian?
kau hadir dengan akhiri plesiran?
FKIP UMSU, 2015
MEMBUKA JANUARI #2
Aisyah Haura Dika Alsa
Malam sebagiannya telah pulang
tapi tidak dengan rinduku
ia malah semakin matang
menuju derit jendela kayu kamarmu
menghantar gigil rindu yang berdebu
lalu, masuk mengetuk wajahmu
dan indah sebagai mimpi merdumu
dan kuhitung, januari lalu pun ia begitu
sampai kini masih saja serupa
membuka awal tahun dengan (masih) cinta
FKIP UMSU, 2015
MEMBUKA JANUARI #3
Aisyah Haura Dika Alsa
Tapi ada angan yang menariknya serupa kamu
ia memenuhi kepalaku saban waktu
meraihnya tak mungkin kubersamaimu
sebab, menggapai dua wajah aku tak mampu
bisakah, rindu menunggu lebih tabah?
aku ingin menyelesaikan kembaraku dulu saja
FKIP UMSU, 2015
DI DETIK DESEMBER
Novita Sari Purba
Di detik Desember
aku menggoreskan tiap rerasa ini
entahkah esok akan bermakna
aku tak tahu
keringnya rasa kini menguasaiku
malam telah benar-benar larut
gulita kian pekat
0:00
2015
Novita Sari Purba
Malam menanjak
gulita mengintip di balik kegelapan
sedang aku sendirian ; di sini
menghitung sekon yang menghujam
dua ribu lima belas detik
waktu yang kita buang percuma
0:03
PURNAMA DESEMBER
Novita Sari Purba
Tak ada purnama di Desember
hanya hujan yang melebat
pun gemuruh di kolong langit
menjadi lorong waktu
0:04
MALAM YANG SENYAP
Novita Sari Purba
Pernah aku berada di ujung kekelaman
kala hidup terasa sangat menyakitkan
senyap bergemuruh patah-patah
mengeringkan tiap persendian dan ia kaku
pada malam yang tuli
yang entah bisikku mampu menembus telinganya
aku hanya ingin bersua
berkisah pada malam
tentang gulitanya yang senyap
tentang egonya yang membunuh
aku di malam ini
menjadi senyap ke sekian yang terpuisikan
0:08
MUARA SEGALA KESEMPURNAAN
Muzayyinatul Hamidia
Jika kutemukan keindahan pada lengkung pelangi
maka diriMulah muara segala keindahan
jika kutemukan kesejukan pada gumpalan embun
di ujung dedaunan
maka diriMulah muara segala kesejukan
dan jika kutemukan keteduhan
dari sebatang pohon di bawah terik mentari
maka diriMulah muara segala keteduhan
karena setiap kebaikan adalah kebaikanMu
dan seluruh kekuatan adalah kekuatanMu
maka diriMulah muara segala kesempurnaan
Malang, Oktober 2015
BULAN SABIT
Muzayyinatul Hamidia
Segaris senyum pada lengkungan bulan sabit
terkadang samar, terkadang tampak nyata
kupandangi sekali lagi
ada serpihan-serpihan rindu
yang jatuh pada sayap-sayap awan
menjelma hujan
membasahi taman-taman kota
segaris senyum pada lengkungan bulan sabit
muncul-tenggelam di balik cahaya
membawaku pada romantisme semu
menjerat rindu yang kian menebal
kuberharap kepada langit:
segaris senyum itu kembali pada purnama nanti
Pamekasan, Oktober 2015
PADAMU, AKU BERDUSTA
Kepada: Miss
Amrin Tambuse
Pada tebing, aku bicara
pada angin, engkau berjiwa
di tengah hujan, kita berdendang ria
padamu, aku berdusta
tentang segala rasa, yang kita punya
Pangkalan Brandan, 2016
JANUARI
Amrin Tambuse
Bukanlah aku yang menjemputmu pagi ini
sehingga kau tinggalkan hari- harimu yang lalu
bicaralah kau pada hujan
sebentar saja, di sini
yang tak mesti turun di awal tahun
atau, apakah ini takdir sang Illahi Rabbi
kepadamu, hai Januari?
Pangkalan Brandan, 2016
BAGAI DAUN LURUH DARI RANTING
Amrin Tambuse
Daun luruh dari ranting
terbawa angin garing
terpelanting menuju padang kering
daun luruh dari ranting
serupa aku yang pusing tujuh keliling
sebab engkau pergi bagai maling
tubuhku jadi kurus ceking
aku pun seperti daun luruh dari ranting
Pangkalan Berandan, 2016
GERIMIS DI AWAL TAHUN
Amrin Tambuse
Gerimis, di awal tahun
memula kisah tentang kita
di padang- padang basah
yang seharusnya berpendar cahaya
bergemerlapan bagai lampu- lampu di taman kota
tapi biar sajalah
meski gerimis
kita berdekap menggumuli asa
Pangkalan Berandan, 2016
BADAI PASTI BERLALU
Salamun Nasution
Badai pasti berlalu
ketika langit tak lagi menghitam
awan tak lagi kelabu
dan keadaan semakin tentram
badai pasti berlalu
apalagi hari ini tidak hujan
langit sudah menjadi biru
menjanjikan akan datangnya kebahagiaan
HUJAN YANG MEMBAWA KESEDIHAN
Salamun Nasution
Tak tau apa yang terjadi dengan hujan
rintiknya membawa kesedihan
menghentikan langkah anak kecil yang berlarian
saling berkejaran dan saling berbagi dengan senyuman
mungkinkah hujan sedang marah
ketika manusia telah merubah surga menjadi neraka
sehingga hujan meneteskan airnya yang merah
membuat anak-anak kecil tak bisa keluar memainkan airnya
MUARA RINDU
Yokko Cesoeria Lubis
Ada resah menggeliat di pekatnya malam
saat rindu tak pernah menemukan muaranya
mungkinkah cinta ini akan bertahan
saat ketidakpercayaan mulai menggerogoti
perlahan waktu memudarkan cinta
komitmen tergoyahkan
haruskah hancur di tengah jalan?
SENANDUNG RINDU
Yokko Cesoeria Lubis
Kutulis senandung rindu
pada gemercik air yang menyentuh bumi
agar ia membawa pergi gelisah bersama dinginnya angina
hingga bayangmu hadir dalam gelap ruang hati
yang telah lama merindu kedamaian jiwa
SOSOKMU
Yokko Cesoeria Lubis
Pria di bawah cahaya temaram
bersinar indah bagai bintang
membimbing mataku tuk terpaku padamu
ku perhatikan tiap lekuk wajahmu
tak jua kutemukan perbedaan antara kau dan dia
namun nama yang terukir
senyum yang tak lagi ada membuatku merasakan perbedaan itu
dia selalu menghadiahkanku senyuman
y indah dan hangat bagai mentari
dia akan selalu mengulurkan tangan
meringankan bebanku
dan kau hanya menatapku dengan tatapan sendu
tanpa senyum lalu berpaling dari pandanganku kau dan dia itu sama
hanya waktu yang mengubahnya
kemana hilangnya sosok beberapa tahun lalu
sosok yang penuh dengan kehangatan seorang sahabat