Oleh: Fatimahhakki Salsabela.
Bahan Bakar Minyak (BBM) komoditi strategis jika dalam ilmu ekonomi dan BBM menjadi komoditi emosi manusia jika dalam ilmu psikologi. Alasannya karena BBM komoditi menyangkut hajat (hidup) semua orang di dunia ini. Penyebabnya karena tidak ada aktivitas manusia di dunia ini yang tidak bersentuhan dengan BBM.
Semua manusia dari semua golongan, tingkat sosial ekonomi pasti bersentuhan dengan BBM, baik langsung maupun tidak langsung. Ketika harga BBM dinaikkan atau subsidi BBM ditarik pemerintah, semua orang (rakyat) meradang, ada yang bergejolak, ada yang unjukrasa karena harga BBM naik. Menaikkan dan menurunkan harga BBM secara psikologi bisa membangkitkan dan membakar emosi massa. Hampir sama dengan sifat BBM itu yang mudah terbakar dan marak ketika tersulut percikan api.
Secara psikologi BBM bisa membangkitkan dan membakar emosi dimanfaatkan para politisi, birokrasi untuk mencari simpatik massa. Selalu menjadi pembicaraan ketika harga BBM dinaikkan dan diturunkan sebab secara ekonomi bisa mempengaruhi roda perekonomian dan secara psikologi membangkitkan emosi masyarakat. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengumumkan harga premium turun Rp 150 per liter menjadi Rp 7.150 per liter dari harga semula Rp 7.300. Harga solar turun Rp 750 per liter menjadi Rp 5.950 per liter dari harga sebelumnya Rp 6.700 per liter yang mulai berlaku pada 5 Januari 2016.
Secara psikologis, orang akan bersatu padu ketika merasa dirinya senasib sepenanggungan, merasa satu nasib. Indonesia merdeka dan mampu mengusir penjajah dari bumi Indonesia bukan karena kekuatan senjata yang dimiliki akan tetapi karena kala itu bangsa Indonesia merasa senasib sepenanggungan. Secara rasional, mana mungkin bambu runcing melawan meriam. Namun, karena merasa senasib sepenanggungan, emosi itu bangkit dan bersatu maka pepatah mengatakan bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
Antara Ranah Politik dan Amanat UUD 1945
Menjadi sulit ketika kenaikan harga BBM masuk ranah politik maka BBM menjadi komoditi emosi manusia. Para politisi dan birokarsi berdebat ingin mendapatkan pengaruh psikologis masyarakat. Secara ekonomi kenaikan harga BBM diikuti naiknya harga pasar yang bisa dimanfaatkan para pengusaha.
Ketika BBM masuk ranah politik maka rasionalitas menjadi berkurang, dominan yang muncul kepentingan sesaat sebab sesuatu yang tidak rasional (irrasional) bisa menjadi rasional pada ranah politik. Sementara BBM adalah rasional dan nyata dalam kehidupan manusia. Menaikkan dan menurunkan harga BBM jenis Premium dan Solar memberikan reaksi sebab menyangkut hajat orang banyak.
Harga BBM bisa mensejahterakan rakyat sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar (UUD) 1945 bahwa BBM dikuasai negara untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. BBM tidak mempunyai korelasi langsung dengan APBN sebab bukan satu satunya penentu dari APBN. BBM prodak menyangkut hajat orang banyak maka perlu disubsidi sampai orang banyak itu sudah makmur. Begitu amanat UUD 1945 baik pada Pasal 33 Ayat 3 juga pada Pembukaan UUD 1945.
Prinsip utama ekonomi Indonesia adalah perekonomian berdasarkan kerakyatan dan standar keberhasilan perekonomian apa bila rakyat sejahtera. Bila belum terwujud rakyat sejahtera maka prinsip utama ekonomi Indonesia belum berhasil. Pemerintah menaikkan harga BBM dengan alasan tidak disubsidi dan sesuai dengan harga pasar minyak mentah dunia bertentangan dengan amanat UUD 1945.
Pemerintah harus mampu menekan dan menghilangkan praktek korupsi dari para pejabat yang koruptor terhadap dana APBN, bukan menaikkan harga BBM untuk menanggulangi APBN membengkak. Pemerintah harus memberantas semua pelaku mafia BBM. Cukup besar terjadi penyeludupan dan penyelewengan BBM yang jelas merugikan negara setiap tahun triliunan rupiah. Para mafia BBM harus ditindak tegas.
Semakin kuat dugaan, menarik dan menurunkan harga BBM lebih kuat nuansa politik dari nuansa ekonomi dengan memainkan emosi rakyat dari sudut psikologi masyarakat. Harga BBM yang dinaikkan dengan jumlah besar dan diturunkan dalam jumlah kecil satu cara mempermainkan emosi masyarakat. Sebaiknya hal itu tidak dilakukan akan tetapi yang baik dilakukan mendahulukan kepentingan keekonomian dari semua kepentingan.
Bila dilihat perubahan atau menaikkan dan menurunkan harga BBM acap kali kebijakan pemerintah bernuansa kepolitikan dari kebijakan keekonomian. Kebijakan menaikkan dan menurunkan harga BBM jenis premium dan solar harus dipikirkan secara komprehensif dan harga BBM jenis premium dan solar harus sesuai dengan harga keekonomian.
Kini harga BBM jenis premium itu diturunkan atau dikurangi Rp 150 per liter tidak akan berdampak signifikan pada penurunan harga barang kebutuhan pokok, akhirnya menimbulkan kerugian sosial. BBM jenis premium dan solar menyangkut hajat hidup orang banyak atau rakyat Indonesia maka kebijakan dan keputusan yang diputuskan harus cermat dan tepat agar tidak menimbulkan kerugian sosial sebab kerugian sosial bisa menimbulkan kerawanan sosial.
Secara psikologis seorang pemimpin yang arif bijaksana untuk mengeluarkan satu kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus tepat sasaran, tidak boleh dilaksanakan kebijakan yang masih bersifat percobaan. Hal ini sangat beresiko tinggi karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Dalam ilmu ekonomi yang menyangkut hajat hidup orang banyak tidak akan terjadi harga naik turun. Begitu juga dalam ilmu kepemimpinan, seorang pemimpin yang baik tidak akan membuat keputusan yang merugikan orang orang yang dipimpinnya. Keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak keputusannya harus tepat, tidak boleh setelah diputuskan diubah lagi keputusan itu. Harga BBM jenis premium dan solar menyangkut hajat hidup orang banyak maka keputusannya harus tepat, objektif dan tidak coba coba karena telah berdasarkan perhitungan yang tepat tanpa dipengaruhi oleh kepentingan lain selain kepentingan keekonomian.
Bila ini dilakukan pemerintah maka harga BBM jenis premium dan solar tidak akan naik turun. Harga BBM selalu stabil karena harga BBM yang stabil akan membuat roda perekonomian rakyat berjalan baik. Hal itu karena BBM merupakan motor penggerak perekonomian maka tidak ada pilihan lain jika ingin memakmurkan rakyat, pemerintah harus menstabilkan harga BBM, bukan harga BBM naik dan turun. Semoga.***
Penulis alumni Fakultas Psikologi Universitas Medan Area, pemerhati masalah psikologi masyarakat.