Sidikalang, (Analisa). Trotoar di pelataran Gedung Nasional (Gednas) Djauli Manik di Jalan Sisingamangaraja Sidikalang Kabupaten Dairi jadi sentra dagangan durian.
Kawasan itu mendadak ramai penjaja menjelang akhir tahun. Apalagi berada di jalur strategis dan keramaian. Hampir 20 an warga asal desa usaha di sana.
Oppu Rosin boru Simanjorang ditemui, belum lama ini menjelaskan, dirinya sudah membuka lapak selama 2 minggu. Omset lumayan menggairahkan. Dia tak peduli terik panas dan rintik hujan demi rupiah.
Diterangkan, buah khas tersebut diperoleh dari Desa Bakal Kecamatan Siempat Nempu Hulu. Dia membeli seharga Rp25 ribu per angkat (satuan di tingkat petani-red). Selanjutnya dipasarkan dengan harga bervariasi sesuai ukuran. Untuk bobot sedang, ditawarkan Rp35 ribu per buah. Ukuran lebih besar tentu kian mahal.
Perempuan berusia renta itu menyebut, transaksi tidak memandang waktu. Seiring itu, produk tani tersebut disediakan mulai pagi hari hingga larut malam. Terkadang buka sanmpai jam 24.00 Wib. Bukan hanya perantau yang pulang kampung, penduduk lokal juga banyak mengkonsumsi. Tidak dipungkiri, para pembeli didominasi pengendara mobil.
Mak Upik boru Habeahan mengaku penduduk Jalan Kilometer 3 Dresa Lae Nuaha yang juga buka lapak di sekitaran Gedung Nasional memberi hal senada. Diakui, produksi tahun ini merosot jauh dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun ini, sepertinya tak ada istilah panen raya. Makanya, pengiriman ke Medan dan kota lainnya relatif minim. Dia mendapatkan pasokan dari Parongil Kecamatan Silima Pungga-pungga. Lantaran kuantita terbatas, harga pun selangit. Kalau dulu, masih ada harga Rp15 ribu per biji. Sekarang, ukuran sedang Rp35 ribu dan super Rp50 ribu.
“Walau mahal, tetap saja laku. Apalagi rasa dan aroma Durian Parongil dan Tigalingga, sudah terkenal sampai ke Jakarta” kata boru Habeahan. Dia memperkirakan, awal januari 2016, stok di perladangan bakal ludes.
Kepala Bidang Tanaman Pangan pada Dinas Pertanian, Bintoha Angkat menerangkan, dari sisi populasi produktif, kuantita tanaman diyakini berkurang menyusul penebangan pohon berusia tua. Banyak batang ditumbang lalu diolah untuk mendapatkan bahan bangunan. Di sisi lain, jamak juga masih fase vegetatif.
Tentang panen per batang, belum dilakukan pendataan apakah berkurang atau naik. (ssr)